Arti Penerapan Pasal 55 dan 56 KUHP Terhadap Bharada E Menurut Pakar

Selain menerapkan Pasal 338 KUHP, penyidik juga menyertakan Pasal 55 dan 56 KUHP.

Republika
Bharada E (kiri) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir J. (ilustrasi)
Rep: Mabruroh, Bambang Noroyono Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri telah menetapkan Bharada Eliezer sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri. Selain menerapkan Pasal 338 KUHP, penyidik juga menyertakan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP terhadap Bharada E.

Baca Juga

Menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar pencantuman Pasal 55 dan 56 KUHP itu, menyiratkan bahwa dakwaan atas perbuatan pembunuhan itu tidak hanya dilakukan oleh satu orang. Artinya, ada orang lain yang turut bertanggung jawab atas tindak pidana pembunuhan itu.

"Pencantuman Pasal 55 dan 56 KUHP menyiratkan dakwaan ditunjukkan pada perbuatan pembunuhan itu tidaj ditanggung jawabi oleh satu orang, tetapi ada peserta yang bersama-sama (55 KUHP) umpamanya: yang menyuruh dan sebagainya) juga ada yang membantu dan berkedudukan sebagai pembantu (56 KUHP), peran membantu saja,” kata Fickar, Jumat (5/8/2022).

Intinya kata Fickar, ada orang lain yang seharusnya bertanggung jawab selain Bharada E. Namun siapakah orang ini, tentu saja jaksa penuntut umum (JPU) yang akan mengungkapnya di pengadilan. 

“Siapa otaknya di antara para pelaku? Itu yang akan digali JPU di pengadilan,” kata Fickar.

Fickar melanjutkan, dengan adanya pernyataan dari Presiden dan Kapolri yang telah membentuk tim khusus, kasus ini diharapkan dapat terungkap secara terang benderang. Dengan peristiwa ini juga, tambahnya, harusnya menjadi kesempatan bagi Polri untuk membersihkan oknum-oknum polisi yang terlibat.

“Dengan Tim Khusus bisa ditembus semua hambatan yuridis maupun psikologis,” ujarnya.

“Penetapan TSK itu selalu ada alasannya, minimal didasarkan pada dua akat bukti. Jadi dari sudut yuridis tidak ada kejanggalan. Ini zaman transparansi yang semuanya bisa dikontrol, jadi jika ada yang disembunyikan pasti ketahuan, karena akan terlihat tidak logis,” tambahnya.

Direktur Dittipidum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Andi Rian, dalam konfrensi pers, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (3/8/2022), mengatakan, dari konstruksi gelar perkara yang sudah dilakukan, Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Menurut Andi, penetapan tersangka terhadap Bharada E ini, belum menghentikan proses penyidikan untuk mencari potensi tersangka lain.

“Tadi saya jelaskan, penggunaan pasal-pasalnya itu ada (Pasal) 55 dan 56,” terang Andi.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan, akan mengungkap tuntas, penyebab tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua (J). Kapolri memerintahkan, Tim Gabungan Khusus, dan tim direktorat internal Mabes Polri, serta lembaga lain yang melakukan penyelidikan, maupun investigasi, agar tak ragu-ragu mengungkap terang-benderang peristiwa adu tembak antara Bharada E yang menewaskan Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam, Irjen Polisi Ferdy Sambo.

Sigit mengatakan, sebagai komandan tertinggi institusi Polri, ia menghendaki kasus tersebut terungkap utuh, tanpa ada yang ditutup-tutupi. “Perintah saya, sesuai dengan arahan Bapak Presiden (Joko Widodo) beberapa waktu lalu, bahwa beliau (Presiden), memerintahkan kepada kami (Polri), untuk membuka kasus meninggalnya Brigadir Joshua (J) ini secara terbuka, transparan, jujur, dan tanpa ada yang ditutup-tutupi,” begitu kata Kapolri, saat konfrensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8). 

 

 

 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan Bharada E yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir J masih bisa dilindungi instansi itu. Asalkan, Bharada E bersedia menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama.

"Kalau ditetapkan sebagai tersangka, LPSK tidak ada kewenangan lagi memberikan perlindungan kecuali yang bersangkutan bersedia menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dalam mengungkap kasus," kata Ketua LPSK, Hasto A Suroyo, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (5/8/2022).

Hasto menyinggung berdasarkan pasal yang dikenakan kepada Bharada E yakni pasal 338 juncto pasal 55 dan pasal 56 KUHP, maka hal itu bisa menjadi peluang bagi Bharada E sebagai terlindung LPSK. Akan tetapi, ujar dia, hal itu tetap kembali kepada yang bersangkutan apakah bersedia atau sebaliknya menjadi justice collaborator dalam mengungkap kematian Brigadir J.

Ia mengingatkan tersangka yang ingin mendapatkan perlindungan dan bersedia menjadi justice collaborator, maka harus memenuhi persyaratan dari lembaga itu. "Pertama, dia bukan pelaku utama. Dia harus bekerja sama dan mengungkapkan peristiwa yang dia ikut terlibat itu," jelas Suroyo.

Pascapenetapan tersangka, menurut Hasto, Bharada E hingga kini belum berkoordinasi dengan lembaga itu apakah bersedia atau tidak menjadi justice collaborator.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengatakan, pengungkapan kasus kematian Brigadir J semakin jelas atau terang benderang. Hal itu setelah sejumlah rangkaian pengumpulan keterangan dari berbagai pihak.

"Ini yang membuat posisi kami melihat penanganan kasus Brigadir J makin lama makin terang benderang," kata anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam seusai meminta keterangan dari Tim Khusus Polri dan Tim Siber di Jakarta, Jumat (5/8/2022).

Kejelasan kasus tersebut usai Komnas HAM mendapatkan keterangan dari Polri mengenai 10 telepon seluler (handphone) yang telah diperiksa. Keterangan yang didapatkan Komnas HAM juga berkaitan erat dengan konstrain waktu yang sejak awal didapatkan oleh lembaga HAM tersebut saat menemui keluarga Brigadir J di Jambi.

"Itu juga terukur, dari hasil pendalaman kami 10 handphone tersebut dikonstrain waktunya terkonfirmasi, termasuk substansinya juga terkonfirmasi," kata Anam.

Disebutkan pula bahwa dari 10 telepon seluler (ponsel) yang telah diperiksa Polri, Komnas HAM kembali periksa satu per satu secara detail. Bahkan, kata dia, Komnas HAM juga dijelaskan dengan luas soal penggunaan alat, metode yang digunakan, dan logika bekerjanya.

"Termasuk bagaimana memperlakukan handphone tersebut dan mendapatkan substansinya," ujar dia.

Untuk lima ponsel lainnya yang saat ini masih dianalisis, Komnas HAM masih akan menunggu dan segera meminta keterangan apabila telah selesai diperiksa. Terkait dengan kepemilikan ponsel, Anam tidak menjawabnya.

Pasalnya, hal tersebut menjadi bagian dari yang akan didalami oleh Komnas HAM. Semua keterangan yang diperoleh dari 10 ponsel tersebut akan disinkronkan dengan bahan-bahan yang telah didapatkan oleh Komnas HAM sebelumnya.

"Oleh karena itu, kami tidak bisa menyebutkan itu handphone siapa, merek apa, jenis apa, dan lain sebagainya," kata Anam.

 

Kejanggalan dari kematian Brigadir J, ajudan eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. - (Republika)

 

 

 
Berita Terpopuler