AS Berencana Bangun Kompleks Diplomatik di Atas Tanah Palestina di Yerusalem Timur

Kompleks kedutaan AS akan berada di tanah Palestina dan langgar hukum internasional

Alaa Badarneh/EPA
Kompleks kedutaan AS akan berada di tanah Palestina dan langgar hukum internasional. Ilustrasi.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Amerika Serikat (AS) berencana membangun kompleks diplomatik di atas properti pribadi yang disita oleh Israel dari Palestina di wilayah pendudukan Yerusalem Timur. Dalam sebuah pernyataan pada Ahad (10/7/2022), Pusat Hukum Hak Minoritas Arab di Israel (Adalah) telah menemukan bukti baru bahwa kompleks diplomatik itu dibangun di bawah rencana bersama AS-Israel.

Baca Juga

"Tanah di mana Kompleks Diplomatik AS akan dibangun terdaftar atas nama Negara Israel, tetapi disita secara ilegal dari pengungsi Palestina dan pengungsi internal Palestina menggunakan Absentees Property Law Israel 1950," kata organisasi hak asasi manusia itu dilansir Anadolu Agency, Senin (11/7/2022).

Pusat Hukum Hak Minoritas Arab di Israel mengatakan keturunan pemilik asli properti itu, termasuk warga AS dan penduduk Palestina di Yerusalem Timur, menuntut pembatalan segera rencana pembangunan kompleks diplomatik tersebut. Jika pembangunan dilanjutkan maka kompleks kedutaan AS akan berlokasi di tanah yang disita dari Palestina dan melanggar hukum internasional.

"Jika dibangun, kompleks kedutaan AS akan berlokasi di tanah yang disita dari Palestina yang melanggar hukum internasional," ujar pernyataan organisasi hak asasi manusia tersebut.

Presiden AS Joe Biden dijadwalkan tiba di Israel pada 13 Juli. Biden juga akan mengunjungi Kota Ramallah di Tepi Barat dan Arab Saudi.

Pada Juni lalu, Amerika Serikat menegaskan kembali komitmennya untuk membuka kantor konsulat di Yerusalem. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan para pejabat AS telah melakukan pembicaraan dengan para pemimpin senior Palestina. "Kami benar-benar telah menghidupkan kembali hubungan antara Amerika Serikat dan Otoritas Palestina, dan juga dengan rakyat Palestina," kata Price.

Price mengatakan komitmen AS untuk membuka kembali kantor konsulat di Yerusalem ditandai dengan pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Antony AS Blinken dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Termasuk rencana kunjungan Presiden Biden ke Palestina.

 

Ketika ditanya mengapa butuh waktu lama bagi AS untuk membuka kembali misi diplomatik di Yerusalem, Price menyebut pembukaan kantor konsulat ini perlu dikoordinasikan oleh pemerintah Israel. "Jelas ini adalah masalah kompleks yang juga perlu kami koordinasikan dengan Pemerintah Israel. Namun kami berkomitmen untuk melakukannya dan kami terus mendiskusikannya dengan Israel dan Palestina," kata Price.

Sebelumnya AS telah memberi sinyal untuk meningkatkan misi diplomatiknya ke Palestina dengan membuka kembali dan mengubah Unit Urusan Palestina (PAU) menjadi Kantor Urusan Palestina-AS (OPA) di Yerusalem. OPA akan melapor langsung ke Washington mengenai masalah-masalah substantif.

Sebelumnya AS telah memberi sinyal untuk meningkatkan misi diplomatiknya ke Palestina dengan membuka kembali dan mengubah Unit Urusan Palestina (PAU) menjadi Kantor Urusan Palestina-AS (OPA) di Yerusalem. OPA akan melapor langsung ke Washington mengenai masalah-masalah substantif.

"OPA beroperasi di bawah naungan Kedutaan Besar AS di Yerusalem dan melaporkan hal-hal substantif langsung ke Biro Urusan Timur Dekat di Departemen Luar Negeri," kata juru bicara OPA.

Juru bicara itu mengatakan perubahan nama dilakukan untuk lebih menyelaraskan dengan nomenklatur Departemen Luar Negeri. "Struktur operasi OPA yang baru dirancang untuk memperkuat pelaporan diplomatik dan keterlibatan diplomasi publik kami," ujarnya.

Seorang pejabat senior Palestina mengatakan kepada Reuters bahwa dalam panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken beberapa hari lalu, Presiden Mahmoud Abbas menolak alternatif apa pun selain pembukaan kembali Konsulat AS di Yerusalem.

Sebelum menjadi PAU, misi diplomatik Washington di Palestina bernama Konsulat AS di Yerusalem. Mereka fokus pada tujuan kenegaraan Palestina di kota itu. Mantan presiden AS Donald Trump kemudian secara resmi menutup konsulat dan menurunkan status kantor misi diplomatik sebagai PAU di bawah Kedutaan Besar AS yang dipindahkan dari Tel Aviv ke Yerusalem pada 2018.

Langkah itu membuat warga Palestina geram. Warga Palestina menilai pemindahan Kedutaan Besar AS merusak aspirasi mereka untuk menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan. Israel merebut Yerusalem Timur pada 1967, menyebut Yerusalem sebagai ibu kota yang tak terpisahkan.

Di bawah era Trump, staf dan fungsi mantan konsulat sebagian besar tetap sama. Namun mereka berada di bawah Kedutaan Besar, bukan di jalur bilateral AS-Palestina yang ketat. Bekas gedung konsulat, yang sekarang menjadi kantor OPA, terletak di Yerusalem barat.

Pemerintahan Biden telah berjanji untuk membuka kembali kantor Konsulat AS di Yerusalem. Akan tetapi Israel tidak setuju dan mengusulkan agar kantor konsulat dibuka di Ramallah. Kementerian Luar Negeri Israel menolak berkomentar mengenai pembentukan kantor misi Palestina-AS di Yerusalem.

 
Berita Terpopuler