Rekening ACT yang Diblokir PPATK Bertambah Hingga Ratusan

PPATK menelusuri data rekening ACT sejak 2014 hingga tahun ini.

Prayogi/Republika.
Pegawai beraktivitas di kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT), Menara 165, Jakarta, Rabu (6/7/22). Ratusan rekening terkait ACT sudah diblokir PPATK hingga Kamis (7/7/2022) malam.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan telah memblokir ratusan rekening lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada Kamis (7/7/2022). Jumlah ini melonjak drastis dari pemblokiran 60 rekening ACT oleh PPATK sehari sebelumnya.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana memberi perhatian khusus terkait indikasi penyalahgunaan dana bantuan kemanusiaan yang dikelola ACT. Apalagi PPATK memang berwenang melakukan penelusuran, analisis dan pemeriksaan terhadap permasalahan yang menarik perhatian masyarakat serta diduga adanya pelanggaran terhadap perundang-undangan.

"Saat ini PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh ACT, yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK)," kata Ivan di Jakarta, Kamis (7/7/2022).

Ivan menyampaikan PPATK menelusuri data rekening ACT sejak 2014 hingga tahun ini. Dari penelusuran terungkap besaran dana ACT yang didapat dari luar negeri sekaligus dikirim ke luar negeri.

"Berdasarkan data transaksi dari dan ke Indonesia periode 2014 sampai Juli 2022 yang terkait ACT, diketahui terdapat dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar total Rp 64,946 triliun dan dana keluar dari Indonesia sebesar total Rp 52,947 triliun," ujar Ivan.

Selain itu, Ivan mengingatkan yayasan manapun untuk menaati Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 yang pada intinya meminta setiap ormas yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your Beneficiary), melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel. Aturan itu keluar sebagai respons PPATK atas teridentifikasinya beberapa kasus penyalahgunaan yayasan untuk sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara
akuntabel, serta dengan memitigasi segala risiko baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan," ucap Ivan.


Baca Juga

 
Berita Terpopuler