Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kunjungi Iran 

Pertemuan Uni Eropa dan Iran akan membahas pemulihan kesepakatan nuklir 2015.

AP Photo/Vahid Salemi
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell dijadwalkan melakukan kunjungan ke Iran, Jumat (24/6/2022). Dia diagendakan bertemu pejabat-pejabat tinggi Iran untuk membahas pemulihan kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell dijadwalkan melakukan kunjungan ke Iran, Jumat (24/6/2022). Dia diagendakan bertemu pejabat-pejabat tinggi Iran untuk membahas pemulihan kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action.

Baca Juga

"Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell akan mengunjungi Teheran pada Jumat malam untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian dan pejabat lainnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Iran Saeed Khatibzadeh dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Al Arabiya.

Awal bulan ini Pemerintah Iran mengecam resolusi terbaru yang diadopsi Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Dalam resolusi tersebut, IAEA mengkritik Teheran karena dianggap gagal kooperatif dalam pengawasan program nuklirnya. “Iran mengecam adopsi resolusi yang disampaikan Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, dan Jerman pada pertemuan Dewan Gubernur IAEA sebagai tindakan politik, tidak konstruktif, dan tidak benar,” kata Kemenlu Iran, 9 Juni lalu.

Iran turut menuding Israel sebagai aktor yang mendorong pengadopsian resolusi tersebut. “Penerapan resolusi, yang didasarkan pada laporan direktur jenderal IAEA yang tergesa-gesa dan tidak seimbang serta informasi palsu dari rezim Zionis (Israel), hanya akan melemahkan proses kerja sama serta interaksi antara Republik Islam Iran dan badan tersebut,” kata Kemenlu Iran.

“Iran telah mengambil langkah-langkah praktis timbal balik karena pendekatan non-konstruktif dari badan tersebut dan adopsi resolusi, termasuk pemasangan sentrifugal canggih serta penonaktifan kamera,” tambah Kemenlu Iran.

 

Sebelum pengadopsian resolusi, Iran telah mengumumkan bahwa mereka memutuskan beberapa kamera IAEA yang memantau situs nuklirnya. Hal itu dilakukan guna mengantisipasi pengadopsian mosi di IAEA yang dirancang Barat untuk mengecam Iran.

Pada 2015, Iran menyepakati perjanjian pengontrolan kegiatan nuklir dengan negara kekuatan dunia, yakni lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman dan Uni Eropa. Kesepakatan itu dikenal dengan JCPOA. Dalam JCPOA, Iran berkomitmen bahwa program nuklirnya hanya untuk keperluan damai. Sebagai imbalan atas komitmen tersebut, Barat mencabut sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Namun JCPOA terancam bubar ketika mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA memiliki kelemahan karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.

 

Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium. Namun saat ini pemerintahan Presiden AS Joe Biden tengah berusaha menghidupkan kembali JCPOA.

 
Berita Terpopuler