Jabal Magnet, Fenomena Alam yang Bikin Penasaraan Jamaah Haji

Jabal Magnet destinasi populer di kalangan jamaah Indonesia.

Republika/Syahruddin El-Fikri
Sejumlah jamaah mencoba menikmati sensasi di Jabal Magnet, Madinah. Jabal Magnet, Fenomena Alam yang Bikin Penasaraan Jamaah Haji
Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, Laporan Jurnalis Republika Achmad Syalaby Ichsan dari Madinah, Arab Saudi

Baca Juga

MADINAH -- Wadi al-Jinn atau Jabal Magnet menjadi salah satu agenda liputan tim Media Center Haji (MCH) Madinah pada Kamis (16/6/2022) lalu. Sejak dini hari, kami bergabung dengan sebuah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang memandu jamaah dari kloter Jakarta-Bekasi (JKS-13) dan Jakarta-Pondok Gede (JKG-14). Selepas Sholat Subuh di Masjid Nabawi, kami menuju ke deretan bus rombongan KBIH tersebut. 

Salim Harsono, pemandu dari KBIH tersebut menjelaskan, rombongan jamaah mendapat kesempatan untuk plesir ke Jabal Magnet, kebun kurma, dan percetakan Alquran. Selain itu, jamaah akan diajak melihat selintas jejak petilasan Masjid Qiblatain dan Perang Khandaq.

Salim mengungkapkan, Jabal Magnet tujuan wisata tambahan yang populer bagi jamaah Indonesia. Meski bukan termasuk objek ziarah dan tak ada hubungannya dengan sejarah Nabi, fenomena alam di lembah itu yang mengundang rasa penasaran.

Kami pun harus pergi pagi-pagi karena jamaah masih mempunyai agenda Sholat Arbain di Masjid Nabawi pada waktu zhuhur. Wadi al-Jinn berjarak sekitar 30 kilometer sebelah barat laut dari pusat Kota Madinah.

Daerah ini disebut Jabal Magnet karena memiliki misteri tersendiri. Dilansir dari Arab News, lembah ini menarik perhatian ribuan penduduk lokal dan pengunjung dari luar negeri karena fenomena alam tersebut.

Warga lokal percaya kekuatan jin hadir di Wadi Al-Jinn. Di antara banyak cerita aneh tentang lembah ini adalah tentang kendaraan yang bergerak ke atas di jalan pegunungan, tanpa perlu menginjak pedal gas. Ketika pengemudi akan mematikan mesin, mobil akan bergerak. 

Bus pun melewati bentangan gunung batu yang menjuntai bak pagar raksasa. Langit biru dan udara pegunungan benar-benar menghibur kami yang sudah harus bangun sejak pukul 03.30 pagi demi mengejar liputan plesiran ini.

Bus kami lalu disambut lampu berwarna merah. Tanda jika efek magnet sudah bisa terasa. Herman, sopir bus, berkenan untuk menjajal fenomena alam tersebut. Dia lantas menetralkan mesin kendaraan. Tiba-tiba bus berjalan mundur meski jalan terbilang agak turun. 

Hanya saja, Herman tak bisa berlama-lama dengan atraksinya. Dia pun memasukkan giginya kembali untuk meneruskan perjalanan. “Kalau waktu normal itu sebenarnya dipagar karena daerah ini sudah menimbulkan banyak kecelakaan,” ujar Salim. 

Sesudah merasakan fenomena alam tersebut, bus-bus jamaah kembali meneruskan perjalanan sampai habisnya jalan beraspal. Tampak jelas kemewahan pemandangan gunung batu di tengah gurun.

Urat-uratnya terukir jelas membentuk pahatan yang indah. Cokelat warnanya berpadu padan dengan langit biru yang sungguh rupawan. Di dalam hati, saya bergumam, “Nikmat mana lagi yang kau dustakan?”  

Turun dari bus, kami disambut oleh empat unta gurun yang mulutnya sudah dibungkus kain. Tanpa aba-aba, jamaah menghampiri unta-unta itu sambil berfoto.

Mereka lantas menunggang unta. Ada yang sendirian, ada pula yang berpasangan dengan istrinya.

Setelah puas menonton, saya pun menghampiri salah seorang penjual jasa tunggang unta. Abdurrahman namanya. "Naik-naik. Sepuluh riyal," kata dia. Saya pun ikut menikmati sensasi menunggang unta yang berjalan meski hanya seputaran. 

 
Berita Terpopuler