Reshuffle Kabinet Kental Nuansa Politis? Ini 4 Catatan Pengamat

Reshuffle kabinet Jokowi-Maruf dinilai hanya kental muatan politis

ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan selamat kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sisa masa jabatan periode 2019-2024 di Istana Negara, Rabu (15/6/2022). Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, Wamen ATR Raja Juli Antoni, Wamendagri John Wempi Watipo dan Wamenaker Afriansyah Noor.
Rep: Amri Amrullah Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejatinya reshuffle kabinet menjadi sebuah agenda publik, karena ada upaya untuk perbaikan kinerja pemerintahan.

Baca Juga

Namun dalam pengumuman reshuffle kabinet Indonesia Maju oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (15/6/2022) lalu bisa jadi ada upaya lain di balik kaca mata publik, terutama terkait strategi politik dan pencalonan presiden jelang 2024.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengungkapkan publik melihat beragam problem ekonomi dalam beberapa waktu terakhir jadi alasan dilakukannya reshuffle.

Soal stabilitas harga-harga kebutuhan pokok dan yang paling monumental adalah terjadinya kelangkaan minyak goreng disertai harga yang membumbung tinggi hingga sekarang.

"Sayangnya muatan politik tampak mendominasi ketika Ketua Umum PAN Zulkifi Hasan ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan dan Menteri-Menteri bidang perekonomian luput dari pergantian," kata Agus kepada wartawan, Jumat (17/6/2022). 

Drama reshuffle menjadi antiklimaks karena nalar politik di atas kepentingan publik yang sudah semestinya menjadi prioritas. Apalagi tingkat kepuasan terhadap pemerintah bergerak fluktuatif di kisaran 58-68 persen, berdasarkan temuan beberapa survei.

Dia menilai, di luar fakta subtansi soal reshuffle, tak bisa dimungkiri agenda politik yang mengintari peristiwa ini terus bergulir menjelang Pemilu 2024.

Baca juga: Neom Megaproyek Ambisius Arab Saudi, Dirikan Bangunan Terbesar di Dunia

Suka atau tidak secara internal Presiden Jokowi dituntut untuk menjaga stabilitas politik agar program-program pemerintah berlangsung efektif sehingga yang diganti adalah para menteri dari nonparpol.

"Harmoni ini menjadi awalan positif agar saat menyambut momentum 2024, Presiden Jokowi bisa turut berpartisipasi baik di panggung depan maupun belakang," terangnya. 

Apalagi poros koalisi untuk merespons pesta demokrasi serentak ini sudah terbentuk dengan Golkar-PAN-PPP  sebagai anggotanya dalam wadah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).  Banyak pihak menduga, kehadiran koalisi ini adalah buah dari tangan dingin Presiden Jokowi, dimana belum membentuk peluang terbentuknya poros baru. 

Ia menilai, misalnya koalisi sendiri berhasil digagas mandiri oleh PDIP. Kemudian di sisi lain PKB bersama PKS yang membutuhkan minimal satu tambahan mitra koalisi untuk mencalonkan presiden. Apakah bisa tercapai dengan Gerindra atau bersama Nasdem-Demokrat.

"Artinya mitra koalisi yang berada dalam kabinet menanti arahan strategis dari Presiden Jokowi agar lakon yang dijalani seirama mulai sebelum, selama, dan sesudah pemilu 2024,” imbuhnya 

Agus menjelaskan dari dua cerita di atas, yakni perihal substansi dan nonsubstansi reshuffle kabinet, maka terbentuk empat konteks politik yang penting untuk dipahami.

Pertama, peforma Kabinet Indonesia Maju untuk merespons masalah-masalah yang mengemuka, seperti ekonomi sedikit-banyak akan terganggu.

Hal ini karena para menteri yang berasal dari partai politik harus berkonsentrasi merespons momentum politik 2024. perihal Ini didukung ketika empat ketua umum partai masuk dalam jajaran menteri dan beberapa menteri turut menjadi capres-cawapres.  

Kedua, Presiden Jokowi masih menjadi tokoh sentral (master mind) yang memainkan peranan vital baik dalam pembentukan poros koalisi termasuk pasangan capres-cawapresnya. Karena beberapa anggota menteri menjadi kandidat dan dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi turut memberikan restu.

"Hubungan timbal-balik (mutual relationship) semacam ini bagi para menteri maupun bukan menteri penting, agar jalan mereka menuju arena Pilpres berlangsung lancar. Sementara di sisi Presiden Jokowi, kepentingannya agar program-program yang ia jalankan selama ini bisa terus berlanjut (legacy)," paparnya.

Ketiga, bagi partai-partai yang sekarang berada di luar pemerintahan sepeti PKS dan Demokrat, keadaan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menjalankan mekanisme skema pengawasan yang efektif (checks and balances). Hal ini dilakukan agar kinerja kabinet semakin lebih baik dan bila ini sukses dijalankan, ujung-ujungnya partai juga bakal menerima insentif elektoral.

Keempat, Agus mengingatkan, publik harus siap secara lahir batin memasuki tahun politik. Sehingga menuntut kedewasaan dalam menyikapi setiap perbedaan, demi menghindari terjadinya pembelahan sosial seperti dua pemilu sebelumnya.

 

"Di saat yang sama juga ‘harus maklum’ ketika problem ekonomi semakin kompleks, akan sulit diselesaikan," ujarnya.    

 
Berita Terpopuler