Pemerintah Dituding Lamban Ketika Kerugian Akibat PMK Sudah Mencapai Rp 254 M

Ombudsman menyatakan kerugian peternak karena PMK harus menjadi perhatian pemerintah.

Wihdan Hidayat / Republika
Pedagang menuggu pembeli daging sapi di Pasar Prawirotaman, Yogyakarta, Rabu (15/6/2022). Pedagang mengeluhkan turunnya pembeli daging sapi imbas adanya wabah penyakit PMK pada hewan ternak. Sehingga pedagang mengurangi stok daging sapi untuk berjualan. Sementara itu, untuk harga daging sapi masih stabil di Rp 130 ribu per kilogramnya.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Amri Amrullah, Antara

Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak berkuku belah dinilai belum terkendali. Ombudsman RI melihat pemerintah lamban dalam pengendalian dan penanggulangan wabah PMK. Lembaga pengawas pelayanan publik itu mendorong pemerintah segera mempercepat proses vaksinasi ternak agar wabah PMK tidak semakin menyebar dan menambah kerugian peternak.
 
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan, terdapat dugaan kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat otoritas veteriner terkait, kepala daerah terkait, dan menteri pertanian dalam pengendalian sekaligus penanggulangan penyakit hewan. Hal itu berdasarkan alur yang telah ditetapkan sebagaimana mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan perubahan sebagaimana Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.
 
“Sehingga berdampak pada meledak dan meluasnya penyebaran PMK. PMK menyebabkan kematian ternak dan penurunan produktivitas ternak yang berdampak terhadap kerugian ekonomi yang menimpa peternak,” tegas Yeka dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/6/2022).
 
Ia menambahkan, pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi peternak. Menurut dia, lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi peternak.

“Ombudsman menyarankan agar Kementerian Pertanian bersikap profesional, menjalankan semua tugas dan kewenangannya dalam melakukan penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Sekaligus membangun koordinasi dan jejaring lintas stakeholder dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK,” tuturnya.
 
Berdasarkan data pada website siagapmk.id per 14 Juni 2022, jumlah sisa kasus atau belum sembuh sebanyak 113.584 ekor dan yang telah divaksinasi 33 ekor. Berdasarkan data tersebut, Ombudsman melakukan simulasi kerugian peternak diprediksi mencapai Rp 254,45 miliar.
 
Dalam waktu dekat, Yeka mengungkapkan Ombudsman akan menyampaikan surat kepada Menteri Pertanian dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna mendorong percepatan penanganan dan penanggulangan wabah PMK. Salah satunya dengan pendistribusian vaksinasi ternak.

Ia menyampaikan, kerugian para peternak harus menjadi perhatian pemerintah. Kemudian harus dibangun sistem penggantian rugi hewan ternak yang sakit maupun yang mati.

Data Ombudsman menemukan peternak sapi berpotensi rugi Rp 254,45 miliar akibat PMK. Potensi kerugian itu terhitung dalam waktu tujuh pekan terakhir sejak wabah penyakit tersebut ditemukan pertama kali di Gresik, Jawa Timur.

Berdasarkan data Kementan yang diolah Ombudsman, jumlah sapi sakit mencapai 113.584 ekor dengan taksiran kerugian rata-rata menembus Rp 500 ribu untuk biaya pengobatan. Sehingga kerugian masyarakat diperkirakan mencapai Rp 59,79 miliar.

Kemudian sapi yang sudah sembuh, nilai harga jualnya turun karena kurang produktif. Maka, potensi kerugiannya sebesar Rp 4 juta per ekor.

Jumlah sapi sembuh sebanyak 43.583 ekor dengan proyeksi kerugian masyarakat Rp 174,33 miliar. Berikutnya, sapi potong bersyarat yang berjumlah 1.093 ekor pun harganya menurun sekitar Rp 6 juta per ekor, sehingga potensi kerugian masyarakat Rp 6,56 miliar.

Adapun sapi mati telah mencapai 765 ekor dengan berat rata-rata 300 kilogram per ekor dengan harga daging Rp 60 ribu per kilogram. Kerugiannya diperkirakan Rp18 juta per ekor, sehingga kerugian masyarakat sampai Rp 13,77 miliar. Yeka menuturkan, valuasi ini penting supaya pemerintah memiliki kepekaan terhadap kerugian yang dialami oleh para peternak sapi di berbagai daerah.

Ombudsman juga meminta transparansi anggaran Rp 4,4 triliun untuk mengatasi PMK. Berdasarkan hasil rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian pada 13 Juni 2022 lalu, parlemen setuju terhadap usulan pemerintah terkait kebutuhan anggaran tahun ini untuk penanganan penyakit mulut dan kuku senilai Rp 4,4 triliun.

Anggaran itu akan digunakan untuk vaksin, obat-obatan, disinfektan, penggantian ternak mati, dan operasional pendukung lainnya. Dalam upaya menangani penyakit itu, Kementerian Pertanian juga mengambil langkah kebijakan impor vaksin bivalen dari Prancis sebanyak 3 juta dosis yang akan disalurkan secara bertahap.

Yeka mengaku ironis bila kondisi darurat ini justru dibumbui dengan kepentingan-kepentingan yang tidak patut. Ia pun mempertanyakan alasan pemerintah yang mengimpor vaksin dari Prancis.

"Ombudsman mendesak keterbukaan dalam proses ini. Mengapa kita harus mengimpor vaksin dari Prancis? Mengapa harus bivalen?" kata Yeka.

Ombudsman menduga ada kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat otoritas veteriner, kepala daerah, dan menteri pertanian dalam mengendalikan serta menanggulangi penyakit hewan, sehingga meningkatkan angka penyebaran penyakit mulut dan kuku di Indonesia. "Pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak. Lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak," pungkas Yeka.


 

Baca Juga

Dalam kesempatan sama, Ketua Dewan Pemimpin Pusat Komunitas Sapi Indonesia (KSI) Budiono menyampaikan, di wilayah Jawa Timur belum ada langkah pemerintah yang nyata dalam penanggulangan wabah PMK. “Setiap hari saya melihat 50 sampai 70 ekor sapi antri untuk dipotong demi menekan kerugian para peternak. Teman-teman peternak juga mengobati sapi-sapinya secara mandiri. Wabah ini sudah sangat menyebar,” jelas dia.
 
Budiono berharap, Ombudsman dapat mendorong pemerintah segera menyalurkan vaksinasi ternak. Termasuk menyediakan obat-obatan bagi hewan ternak yang sudah terjangkit.
 
Dewan Penasehat KSI Rohadi Tawab mengungkapkan, pemerintah daerah kesulitan dalam sisi pendanaan penanganan wabah PMK. “Obat-obatan sangat langka, dan apabila ada harganya sangat mahal. Apabila ini dinyatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) maka dapat menggerakkan masyarakat maupun stakeholder lebih luas lagi,” ujarnya.
 
Sementara itu pemerintah melalui Kementan menggulirkan vaksinasi PMK bagi hewan ternak di tanah air yang dimulai di Jawa Timur (Jatim). “Kita usahakan (vaksinasi) lebih cepat, lebih bagus,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Rabu (15/6/2022).

Untuk kebutuhan vaksinasi tersebut pemerintah telah mendatangkan vaksin PMK tahap pertama pada Ahad (12/06/2022) lalu. Pelaksanaan vaksinasi akan diprioritaskan bagi hewan sehat namun berada di wilayah zona merah atau zona tertular PMK. “Jadi total yang ada ini dulu yang kita vaksin pada kantong-kantong daerah merah,” ujar Mentan.

Mentan mengungkapkan, pemerintah juga telah membentuk gugus tugas dan crisis center penanganan PMK baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Setiap hari, 24 jam melakukan validasi dan intervensi di tingkat kabupaten per hari.

"Kemudian per 2 hari, intervensi dan evaluasi di tingkat provinsi, ini dilakukan rapat koordinasi. Yang ketiga, di tingkat nasional tiga hari satu kali, dengan demikian koordinasi. Kemudian beberapa line yang kita buka untuk melakukan pelaporan juga itu dilakukan,” ujarnya.

Syahrul mengungkapkan, pihaknya juga memastikan agar hewan dari zona merah diisolasi dan tidak boleh keluar dari zona tersebut. “Tidak boleh ada hewan hidup keluar, semua potong di tempat,” tegasnya.

Dalam mengantisipasi kebutuhan hewan kurban dalam menghadapi Iduladha yang akan datang, Mentan mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan lebih kurang 1,7 juta hewan ternak dari daerah zona hijau atau yang tidak tertular PMK.

“Suplai kita dan prosesnya itu dijaga dengan baik oleh karantina, sebelum dia berangkat diperiksa, dia datang di satu tempat harus diperiksa,” ujarnya.

Penggiatan vaksin hewan ternak sudah dimulai oleh Perintah Daerah Provinsi (Pemprov) Jatim, Selasa (14/06/2022). Vaksin massal hewan ternak dilakukan dalam upaya pengendalian PMK. Vaksinasi massal mulai dilakukan di Kabupaten Sidoarjo.

“Melalui vaksinasi ini kita harapkan dapat membantu mencegah penyebarluasan penyakit, terutama di sentra peternakan sapi perah dan wilayah sumber bibit ternak”, ucap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementan, Nasrullah saat melakukan pencanangan vaksinasi massal secara nasional di peternakan sapi perah Dusun Tanjunganom, Desa Tanjungsari, Kecamatan Taman Sidoarjo.

Nasrullah menyampaikan, vaksinasi masal secara nasional ini merupakan salah satu tindakan yang dilakukan permanen dan upaya serius pemerintah dalam rangka pencegahan dan pengendalian PMK melalui pengebalan hewan yang rentan PMK.

Nasrullah menyebutkan, pemerintah pada tahap pertama akan mengadakan vaksin sebanyak 800 ribu dosis dan direncanakan tahap berikutnya sebanyak 2,2 juta dosis.

Adapun sebanyak 10 ribu vaksin yang tiba pada Ahad (12/06/2022) akan didistribusikan ke Koperasi Unit Desa (KUD) sapi perah di Jatim, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, serta empat Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pembibitan yaitu Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturaden, Balai Embrio Transfer Cipelang, Balai Inseminasi Buatan Lembang, dan Balai Inseminasi Buatan Singosari.

“Distribusi dan pelaksanaan vaksin tahap selanjutnya, selain mempertimbangkan prioritas komoditas, wilayah rentan PMK dan tujuan pengembangan ternak, juga akan memperhatikan pertimbangan teknis lainnya, seperti ketersediaan vaksin, vaksinator, manajemen rantai dingin vaksin,” jelas Nasrullah.

Wabah PMK Hewan Ternak - (Republika)

 
Berita Terpopuler