Pakar Sebut Herd Immunity untuk Covid-19 Sukar Tercapai, Apa Alasannya?

Pakar menilai konsep herd immunity tidak akan berhasil untuk Covid-19.

ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Vaksinasi Booster Mudik di Masjid Sabilillah, Malang, Jawa Timur, Jumat (22/4/2022). Herd immunity dinilai tidak realistis untuk Covid-19 karena kekebalan berkurang relatif cepat.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian pakar berpendapat kekebalan kelompok alias herd immunity untuk Covid-19 sukar terwujud. Sepanjang pandemi, para ilmuwan terus mempelajari virus SARS‐CoV‐2 penyebab Covid-19 dan kini mengatakan konsep itu tidak akan berhasil.

Di awal pandemi, para ilmuwan di bidang kesehatan masyarakat bersandar pada pengalaman dengan virus lain untuk membuat prediksi tentang Covid-19. Mereka berharap pandemi bisa usai ketika cukup banyak orang mengembangkan kekebalan.

Faktanya, pada tahun-tahun pandemi, ilmuwan vaksin dan pakar kesehatan masyarakat menyadari bahwa Covid-19 tidak mungkin hilang sepenuhnya. Bahkan, setelah pengenalan vaksin yang sangat efektif dan sudah diterapkan untuk sebagian penduduk dunia.

Kekebalan kelompok melalui vaksinasi secara meluas dapat menjadi strategi yang berhasil untuk virus tertentu, contohnya cacar dan polio. Meski demikian, para ilmuwan tidak lagi menganggapnya sebagai strategi manajemen yang tepat untuk penanganan Covid-19.

Kekebalan kelompok mengacu pada situasi di mana virus tidak dapat menyebar karena terus bertemu dengan orang yang kebal terhadapnya. Akibatnya, sejumlah kecil orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh dapat dilindungi oleh "kawanan" orang-orang yang resisten.

Ada beberapa asumsi tersembunyi dari kekebalan kelompok. Pertama, orang yang resisten tetap resisten. Kedua, orang yang kebal (atau sudah divaksinasi) tidak dapat menularkan virus. Para ilmuwan belajar selama dua tahun terakhir bahwa asumsi tersebut tidak berlaku untuk Covid-19.

Ilmuwan vaksin dan pakar kesehatan masyarakat mengatakan kekebalan kelompok tidak realistis untuk Covid-19 karena ketentuan asumsi tidak cocok. Kekebalan berkurang relatif cepat, dan orang yang divaksinasi masih dapat menularkan virus, terutama ketika dihadapkan dengan varian baru yang dengan cepat bermutasi.

Vaksin memang tidak selalu menawarkan perlindungan total dan lengkap terhadap infeksi. Namun, sebagai gambaran, suntikan vaksin antitetanus dapat bertahan selama lebih dari 30 tahun. Untuk Covid-19, kekebalan dari vaksin terhadap infeksi virus berkurang seiring waktu.

"Ketika Anda mendapatkan vaksin, itu menginduksi dua jenis respons imun. Salah satu responsnya adalah membuat antibodi, yang bertahan selama tiga hingga enam bulan. Antibodi dapat melindungi bahkan dari penyakit ringan," kata Direktur Pusat Pendidikan Vaksin di Rumah Sakit Anak Philadelphia, Paul Offit.

Baca Juga

Kekebalan terhadap penyakit parah tetap ada karena respons yang membuat sel memori B dan T dengan umur lebih panjang. Sel-sel memori cenderung tertidur dan butuh pemicu sebelum mulai menghasilkan antibodi, padahal virus penyebab Covid-19 memiliki masa inkubasi singkat.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

Kebanyakan orang yang terinfeksi masih bisa menularkan virus dalam beberapa hari pertama, jauh sebelum sel memori aktif untuk membuat antibodi. Karena sel-sel memori akhirnya bertindak sekitar dua pekan, infeksi biasanya tidak akan berkembang melampaui penyakit ringan. Tetapi, pada saat itu, banyak orang akan menularkan virus ke orang lain.

Para ahli berspekulasi bahwa herd immunity dapat terjadi jika setiap orang menerima vaksin setiap tiga hingga enam bulan, sehingga antibodi tidak pernah berkurang. Hanya saja, itu hampir mustahil jika menilik penyebaran vaksin yang belum merata.

"Satu-satunya tujuan yang masuk akal dari vaksin ini adalah untuk mencegah penyakit serius," ujar Offit, dikutip dari laman ABC News, Selasa (7/6/2022).

 
Berita Terpopuler