Sikap Empati Anak tak Langsung Muncul, Terbentuknya Bertahap dan Perlu Praktik Berulang

Perlu waktu untuk menanamkan sikap empati pada anak.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah anak bermain di jalan yang telah dilukis mural di Gang Sayuran 2, Gempolsari, Kota Bandung, Kamis (2/12/2021). Orang tua harus tetap bersabar dan tidak berhenti menanamkan sikap empati pada anaknya.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanamkan sikap tolong menolong dan berempati kepada anak merupakan hal yang penting. Namun, menanamkan sikap tersebut pada anak ternyata membutuhkan waktu dan kesabaran.

Baca Juga

Hal tersebut pun disampaikan oleh psikolog keluarga Anna Surti Ariani. Ia mengatakan bahwa menanamkan sikap empati kepada anak tidak akan muncul secara langsung. Pembelajaran tersebut harus dipraktikkan berulang kali dan bertahap.

"Jadi kita perlu memahami dulu bahwa kemampuan menolong, kemampuan berbagi itu tidak muncul secara langsung, namun bertahap," kata Anna saat diskusi daring, Kamis (2/6/2022).

Anna menjelaskan, ahli-ahli perkembangan menyebutkan bahwa untuk bisa betul-betul sadar untuk berbagi paling tidak anak perlu melewati beberapa tahap. Setidaknya tiga tahap dulu.

"Artinya, itu baru usia sekitar SMP gitu untuk betul-betul menyadari secara utuh dia bisa berbagi," ungkap psikolog yang akrab disapa Nina itu.

Nina menjelaskan, sikap tersebut akan tumbuh setelah anak mengalami tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap pra-sekolah. Di usia tersebut, anak belum melakukan tindakan berbagi berdasarkan kesadarannya sendiri.

Menurut Anna, ketika anak pra-sekolah berbagi kepada orang lain, hal tersebut dilakukan karena sang anak tahu bahwa itu merupakan tindakan yang dipuji oleh orang tuanya. Anak belum memiliki kesadaran bahwa itu memberikan kebaikan.

"Tahapan berikutnya biasanya dialami oleh anak SD awal, itu adalah ketika seorang anak menolong atau berbagi adalah karena dia merespons saja apa yang diminta oleh orang lain. Jadi ibaratnya disuruh sama orang tuanya, baru dia melakukannya," jelas Nina.

Umumnya, pada usia-usia tersebut, anak masih sulit untuk bersabar dan berbagi. Misalnya mengantriebermain ayunan atau pun meminjamkan mainannya kepada temannya. Namun, Nina mengimbau agar orang tua tetap bersabar dan tidak berhenti menanamkan sikap tersebut kepada anaknya.

"Jadi kalau orang tua bilang, kok belum sadar-sadar sih, memang belum. Itu sudah sesuai dengan tahap perkembangannya. Tahap ketiga, biasanya di usia anak SD akhir dia melihat berbagi itu adalah cara dia untuk mendapatkan sesuatu. Misalnya nama baik, pujian, dan lain sebagainya," ungkap Nina.

Begitu anak masuk usia SMP, menurut Nina, anak baru lebih sadar untuk menunjukkan sikap empatinya. Itu sudah berasal dari hati nuraninya.

"'Oh memang saya nih perlu melakukan kebaikan'. Walaupun dia dari kecil kesannya belum sadar, tidak berarti kita ketika mengajarkan berbagi, malah dimarahin karena belum sadar," ujarnya.

Oleh sebab itu, Nina menyarankan agar orang tua tak perlu terburu-buru untuk menumbuhkan rasa empati kepada sang anak. Karena ketika mendapatkan praktik terus-menerus sejak kecil, maka orang tua baru dapat merasakan manfaatnya di masa depan ketika sang anak sudah tumbuh dewasa.

 

 
Berita Terpopuler