Ilmuwan Prediksi India dan Pakistan Dihajar Gelombang yang Lebih Panas

Gelombang panas kemungkinan akan terulang kembali setiap tiga tahun.

AP Photo/Mahesh Kumar A
Seorang pria menyiramkan air ke wajahnya saat musim panas di Hyderabad, India, Sabtu, 14 Mei 2022. Ilmuwan Prediksi India dan Pakistan Dihajar Gelombang yang Lebih Panas
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, NEW DELHI -- Gelombang panas dahsyat yang telah membakar India dan Pakistan dalam beberapa bulan terakhir lebih mungkin disebabkan oleh perubahan iklim dan merupakan gambaran sekilas tentang masa depan kawasan itu. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh para ilmuwan internasional dalam sebuah penelitian yang dirilis Senin (23/5/2022).

Baca Juga

Kelompok Atribusi Cuaca Dunia menganalisis data cuaca historis yang menunjukkan gelombang panas panjang dan awal yang berdampak pada wilayah geografis yang luas jarang terjadi, peristiwa sekali dalam satu abad. Tetapi tingkat pemanasan global saat ini, yang disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah membuat gelombang panas tersebut 30 kali lebih mungkin terjadi.

"Jika pemanasan global meningkat hingga 2 derajat Celcius (3,6 derajat Fahrenheit) lebih dari tingkat pra-industri, maka gelombang panas seperti ini dapat terjadi dua kali dalam satu abad dan hingga setiap lima tahun sekali," kata ilmuwan iklim di Indian Institute Teknologi di Mumbai, Arpita Mondal yang merupakan bagian dari penelitian.

“Ini adalah tanda dari hal-hal yang akan datang,” tambahnya dilansir dari Arab News, Selasa (24/5/2022).

Sebuah analisis yang diterbitkan minggu lalu oleh Kantor Meteorologi Inggris mengatakan gelombang panas mungkin dibuat 100 kali lebih mungkin oleh perubahan iklim. Dengan suhu terik seperti itu kemungkinan akan terulang kembali setiap tiga tahun. Analisis Atribusi Cuaca Dunia berbeda karena mencoba menghitung bagaimana aspek-aspek tertentu dari gelombang panas, seperti panjang dan wilayah yang terkena dampak, dibuat lebih mungkin oleh pemanasan global.

“Hasil sebenarnya mungkin berada di antara kami dan hasil Met Office (Inggris) untuk seberapa besar perubahan iklim meningkatkan peristiwa ini,” kata ilmuwan iklim di Imperial College of London, Friederike Otto, yang juga merupakan bagian dari penelitian ini.

Namun, yang pasti adalah kehancuran yang ditimbulkan gelombang panas. Di India misalnya, suhu terpanas di negara itu mulai terjadi sejak Maret dan ini telah tercatat sejak lama yakni pada 1901. April adalah rekor terpanas bagi Pakistan dan sebagian India.

Efeknya telah mengalir dan meluas. Gletser meledak di Pakistan, menyebabkan banjir ke hilir. Panas awal membakar tanaman gandum di India, memaksa negara itu untuk melarang ekspor ke negara-negara yang terguncang karena kekurangan pangan akibat perang Rusia di Ukraina.

 

Hal itu juga mengakibatkan lonjakan awal permintaan listrik di India yang menghabiskan cadangan batu bara, mengakibatkan kekurangan daya akut yang mempengaruhi jutaan orang. Hal ini juga berdampak bagi kesehatan manusia. Setidaknya 90 orang telah meninggal di kedua negara, bahkan bisa lebih, mengingat pendaftaran kematian yang tidak memadai di kawasan itu.

Asia Selatan adalah yang paling terpengaruh oleh tekanan panas, menurut analisis oleh The Associated Press dari kumpulan data yang diterbitkan sekolah iklim Universitas Columbia. India sendiri adalah rumah bagi lebih dari sepertiga populasi dunia yang tinggal di daerah di mana panas ekstrem meningkat.

Para ahli sepakat gelombang panas menggarisbawahi kebutuhan dunia untuk tidak hanya memerangi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga beradaptasi dengan dampak berbahayanya secepat mungkin. Anak-anak dan orang tua paling berisiko terkena tekanan panas, tetapi dampaknya juga jauh lebih besar bagi orang miskin yang mungkin tidak memiliki akses ke pendingin atau air dan sering tinggal di daerah padat dan kumuh yang lebih panas daripada lingkungan yang lebih rimbun.

Seorang pemulung di pinggiran timur ibu kota India, New Delhi, Rahman Ali (42 tahun) menghasilkan kurang dari 3 dolar AS (Rp 43 ribu) per hari dengan mengumpulkan sampah dari rumah-rumah penduduk dan memilahnya untuk menyelamatkan apa pun yang bisa dijual. Ini pekerjaan yang melelahkan dan rumahnya yang beratap seng di daerah kumuh dan padat, menambah panas harinya.

"Apa yang bisa saya perbuat? Kalau saya tidak bekerja, kami tidak akan makan,” kata ayah dua anak ini.

Beberapa kota di India telah mencoba mencari solusi. Kota Ahmedabad di bagian barat adalah yang pertama di Asia Selatan yang merancang rencana gelombang panas untuk penduduknya yang berjumlah lebih dari 8,4 juta, sejak 2013. Rencana tersebut mencakup sistem peringatan dini yang memberi tahu petugas kesehatan dan penduduk untuk bersiap menghadapi gelombang panas, memberdayakan administrasi untuk menjaga taman tetap terbuka, dan memberikan informasi ke sekolah sehingga mereka dapat menyesuaikan jam pelajaran.

"Kota ini juga telah mencoba 'mendinginkan' atap dengan bereksperimen dengan berbagai bahan yang menyerap panas secara berbeda. Tujuan mereka membangun atap yang akan memantulkan panas matahari dan menurunkan suhu dalam ruangan dengan menggunakan cat reflektif putih atau bahan yang lebih murah seperti rumput kering," kata Dr. Dileep Mavalankar, yang mengepalai Institut Kesehatan Masyarakat India di kota Gandhinagar dan India barat.

Sebagian besar kota di India kurang siap dan pemerintah federal India sekarang bekerja dengan 130 kota di 23 negara bagian yang rawan gelombang panas untuk mengembangkan rencana serupa. Awal bulan ini, pemerintah federal juga meminta negara bagian untuk membuat petugas kesehatan peka dalam mengelola penyakit terkait panas dan memastikan bahwa kompres es, garam rehidrasi oral, dan peralatan pendingin di rumah sakit tersedia.

Tetapi Mavalankar, yang bukan bagian dari penelitian ini, menunjuk pada kurangnya peringatan pemerintah di surat kabar atau TV untuk sebagian besar kota di India dan mengatakan pemerintah lokal belum sadar.

https://www.arabnews.com/node/2088241/world

 
Berita Terpopuler