Pesona Gothic di Masjid al-Rawdah

Tidak ada kubah di sana, sebagaimana umumnya masjid-masjid di Indonesia.

http://www.rawdatalquran.org/
Masjid al Rawdah, Conneticut, AS.
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) memiliki jumlah penduduk Muslim yang cukup signifikan walaupun bukan mayoritas. Di Negeri Paman Sam, Islam menempati urutan ketiga sebagai agama yang dipeluk warga.Pew Research Center mencatat, total Muslimin setempat diprediksi sebanyak 3,45 juta orang atau sekira 1,1 persen dari keseluruhan populasi.

Baca Juga

Salah satu negara-bagian AS yang menampilkan dinamika umat Islam adalah Connecticut. Berada di kawasan timur-laut (north-eastern) Amerika, wilayah tersebut menjadi tempat menetap bagi 150 ribu orang Muslim. Mereka tidak hanya berasal dari kalangan imigran Asia atau Afrika utara, melainkan juga warga kulit putih.

Alhasil, terdapat cukup banyak masjid di Connecticut.Sebut saja, Islamic Center of Greater Hartford yang berada di ibu kota negara-bagian itu. Ada pula Masjid an-Noor dan Bridgeport Islamic Community Center di Bridgeport, kota pelabuhan terpenting Connecticut.

Tidak ketinggalan, Masjid al-Rawdah yang beralamat di Jalan Raya Meriden Nomor 189 E. Barangkali, inilah masjid yang paling unik bila dibandingkan dengan tempat- tempat ibadah Muslimin lainnya di seluruh Connecticut.Sebab, wujud bangunannya lebih menyerupai sebuah rumah mewah dan besar (mansion) dengan gaya arsitektur kebangkitan gotik (gothic revival architecture).

Tidak ada kubah di sana, sebagaimana umumnya masjid-masjid di Indonesia. Bahkan, lambang bulan sabit dan bintang pun tidak terpampang pada bagian atapnya. Statusnya sebagai sebuah rumah-ibadah Islam cenderung terbaca hanya dari papan nama di muka area itu: Al-Rawdah Mosque ? Islamic Association of Southern Connecticut.

 

 

Masjid yang memesona ini merupakan milik kaum Muslimin, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Islam Connecticut Selatan (IASC). Pihak takmir setempat tidak membangunnya dari nol, tetapi membelinya sebagai sebuah bangunan-jadi yang siap pakai.

Sebelum menjadi kepunyaan umat Islam, man sionyang berwarna dominan cokelat itu dibangun oleh seorang pengusaha lokal. Laman resmi Masjid al-Rawdah (www.rawdatalquran.org)tidak menyebutkan kapan rumah bergaya gotik- baru itu didirikan. Bagaimanapun, bangunan tersebut lantas beralih fungsi menjadi rumah pemakaman dan kremasi milik perusahaan yang bernama Szymaszek-Taylor Funeral Home.

Pada 2007, usaha rumah-duka itu gulung tikar. Pemiliknya kemudian meminta jasa sebuah korporasi broker properti untuk memperantarai penjualan. Cukup lama mansiontersebut berselimut debu, tanpa ada satu pun yang mau membe linya.

Sekitar tahun 2010, komunitas Muslim Connecticut Selatan mengumumkan kebutuhan akan tempat ibadah baru di wilayah setempat.Setelah bermusyawarah, tokoh-tokoh Islam lokal mulai mencari lokasi yang cocok untuk berdirinya sebuah masjid. Bagai gayung bersambut, mansionbekas rumah duka itu lalu menarik minat Muslimin lokal untuk membelinya. 

Mereka pertama-tama membentuk sebuah perkumpulan agar pembelian properti itu dapat berjalan dengan lancar. Maka pada Februari 2011, berdirilah Asosiasi Islam Connecticut Selatan. Pada tahun yang sama, organisasi itu diakui secara hukum oleh pemerintah negara- bagian Connecticut.

Pada 2012, IASC berhasil menyelesaikan pembelian rumah besar itu. Tidak lama kemudian,mansiontersebut resmi dibuka sebagai masjid untuk khalayak umum. Nama yang dipilih oleh organisasi itu adalah Masjid al-Rawdah.Tempat ibadah ini dimaksudkan tidak hanya sebagai pusat aktivitas religi Islam. Fungsinya juga menyajikan syiar agama tauhid kepada publik dan sekaligus mempromosikan hubungan persahabatan dan tenggang rasa dengan warga dari agama lain.

 

 

Bicara tentang toleransi, lokasi Masjid al- Rawdah menyimbolkan hal itu. Tempat ibadah Muslim tersebut bertetangga dengan Gereja First United Methodist serta Gereja Kristus Meriden di sebelah barat. Warga non-Muslim juga biasa menghadiri acara open mosqueyang digelar pihak takmir setempat.

Masyarakat umat agama- agama di negara bagian ini juga tergabung dalam Komisi Connecticut untuk Hak dan Kesempatan Asasi Manusia (Connecticut Commission on Human Rights and Opportunities/CHRO). Menurut Cheryl A Sharp dalam artikelnya, Sweet Land of Liverty: Islamophobia and the Treatment of Muslims in the State of Connecticut (2012), salah satu fokus kerja komisi tersebut adalah melawan dan menanggulangi islamofobia.

Masjid al-Rawdah terdiri atas tiga lantai dan sebuah basement. Jamaah biasa melaksanakan shalat di ruangan lantai satu. Adapun lantai kedua dan ketiga masing-masing diperuntukkan bagi tempat pengajian anak-anak dan gudang penyimpanan. 

Seperti umumnya bangunan bergaya gotik, Masjid al-Rawdah memiliki jendela yang besar dan berujung lancip. Begitu pula dengan bagian de pannya yang menampilkan lengkungan runcing (pointed arch), salah satu kekhasan arsitektur dari Eropa barat itu. Sesungguhnya, Barat mengadopsi seni rancang-bangun pointed arch dari Andalusia atau Spanyol Islam. Corak gotik sendiri lahir akibat kebosanan para seni man Renaisans terhadap arsitektur abad pertengahan.

Ciri gotik lainnya yang terdapat pada Masjid adalah bagian yang menyerupai menara dengan atap tersendiri. Kompleks masjid itu mungkin terlalu luas bagi Muslimin Meri den, Connecti cut Selatan, yang berjumlah puluh an kepala ke luarga. Namun, inilah tempat mere ka berinteraksi dan memusatkan kegiatan ke islaman.

 

Seperti baru-baru ini, pihak takmir menggelar perayaan khataman Alquran. Anak-anak Muslimin setempat juga diberi penghargaan, khususnya mereka yang berhasil menghafalkan Kitab Suci 30 juz.

 
Berita Terpopuler