Ratusan Warga Sri Lanka Tinggalkan Ibu Kota dan Pulang ke Kampung Halaman

Pemerintah Sri Lanka memberlakukan jam malam mulai pukul 2 siang waktu setempat.

AP Photo/Eranga Jayawardena
Warga Sri Lanka menunggu bus selama relaksasi dalam jam malam nasional yang dimulai Senin malam di Kolombo, Sri Lanka, Kamis, 12 Mei 2022.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sebagian besar warga Sri Lanka memadati terminal bus di Kota Kolombo pada Kamis (12/5/2022), untuk kembali ke kampung halaman mereka. Ratusan orang memadati terminal bus setelah pihak berwenang mencabut jam malam pada pukul 7 pagi waktu setempat.  

Baca Juga

Jam malam akan diberlakukan kembali pada pukul 2 siang. Pada Kamis, jalan-jalan di kota utama Kolombo tetap sepi. Beberapa orang keluar rumah untuk membeli persediaan penting. Para pemimpin partai politik pada Kamis dijadwalkan bertemu dengan ketua parlemen Sri Lanka untuk membahas situasi krisis saat ini.

Sri Lanka berupaya melawan krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan. Awal pekan ini kekerasan terjadi di sejumlah wilayah di Sri Lanka setelah pendukung mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, menyerang sebuah kamp protes anti-pemerintah di Ibu Kota Kolombo.

Polisi mengatakan, sembilan orang tewas dan lebih dari 300 terluka dalam bentrokan tersebut. Para pengunjuk rasa menyemprotkan grafiti di atas rumah Mahinda Rajapaksa, dan mengobrak-abrik sebuah museum yang didedikasikan untuk ayahnya. Mereka telah bersumpah untuk melanjutkan protes sampai Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri.

Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri  dan bersembunyi di sebuah pangkalan militer di timur laut Sri Lanka. Dia harus dievakuasi karena kediamannya diserbu oleh demonstran anti-pemerintah. Sementara Presiden Rajapaksa yang merupakan saudara laki-laki Mahinda Rajapaksa, akan menunjuk perdana menteri dan kabinet baru pekan ini, untuk mencegah negara jatuh ke dalam anarki serta untuk mempertahankan urusan pemerintah yang telah dihentikan.

Presiden Rajapaksa telah berulang kali menyerukan pembentukan pemerintahan persatuan untuk menemukan jalan keluar dari krisis. Tetapi para pemimpin oposisi menolak usulan tersebut. 

Sri Lanka hanya memiliki cadangan mencapai 50 juta dolar AS. Jumlah ini tidak cukup untuk membayar impor minyak dan kebutuhan lainnya. Akibatnya terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi dan kekurangan bahan bakar, telah menyebabkan aksi protes besar-besaran yang diwarnai kekerasan. Kekurangan bahan bakar menyebabkan pemadaman listrik berkepanjangan. 

 
Berita Terpopuler