Ben Stiller Ungkap Tes Prostat-Spesific Antigen Selamatkan Hidupnya

Ben Stiller merupakan penyintas kanker prostat.

reuters
Aktor Ben Stiller merupakan penyintas kanker prostat. Dia bersyukur menjalani tes PSA ketika itu.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktor Ben Stiller telah mengalami beberapa cobaan kesehatan selama bertahun-tahun. Pada 2010, sang bintang sedang melakukan perjalanan filantropi ke Mozambik ketika ia mengalami gejala penyakit Lyme yang parah.

Dua tahun setelahnya, Stiller didiagnosis menderita kanker prostat. Aktor Night at the Museum itu dinyatakan bebas kanker tiga bulan setelah diagnosis. Stiller pun menghubungkan kelangsungan hidupnya dengan tes PSA (prostat-spesific antigen) yang kontroversial.

“Saya merasa tes itu menyelamatkan hidup saya," kata Stiller dalam acara bincang-bincang The Howard Stern Show pada 2012.

Baca Juga

Tes PSA protein hanya ditemukan di prostat dalam darah. Kadar zat yang tinggi dapat mengarah ke kanker prostat.

Stiller memiliki jumlah PSA yang tinggi dalam darahnya. Kemudian dia menulis artikel di platform blogging Medium, yang mengatakan bahwa dia tidak akan tahu kanker ada dalam dirinya jika bukan karena tes tersebut.

"Saya tidak menawarkan sudut pandang ilmiah di sini, hanya sudut pandang pribadi, berdasarkan pengalaman saya," tulis dia.

Bagi Stiller, keberuntungan sudah berpihak padanya apalagi dengan memiliki dokter yang memberinya saran untuk melakukan tes PSA 'dasar' ketika ia berusia sekitar 46 tahun.

"Saya tidak memiliki riwayat kanker prostat dalam keluarga saya dan saya tidak termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, tidak (sejauh pengetahuan saya ) bagi keturunan Afrika atau Skandinavia. Saya tidak memiliki gejala," tulis dia lebih lanjut.

Dalam komunitas medis, tes PSA adalah subjek yang kontroversial. NHS menjelaskan bahwa tes tersebut tidak dapat diandalkan dan dapat menghasilkan hasil positif palsu. Di Inggris, orang yang berusia di atas 50 tahun dapat menerima tes setelah mendiskusikannya dengan dokter mereka.

Menurut Cancer Research UK, mengambil tes satu kali telah terbukti tidak efektif. Sebuah studi oleh University of Bristol menunjukkan bahwa pria yang hanya menjalani satu tes, memiliki kemungkinan meninggal yang sama dengan mereka yang tidak menjalani tes.

"Dalam beberapa kasus, orang mungkin didiagnosis menderita kanker yang mungkin tidak pernah membahayakan," kata Profesor Richard Martin yang mengerjakan studu tersebut.

Dalam beberapa kasus, ini mungkin berarti pria tidak perlu hidup dengan stigma menderita kanker dan efek samping dari pengobatan yang tidak diperlukan, seperti inkontinensia dan disfungsi ereksi. Di Amerika Serikat, sebuah organisasi bernama The US Preventive Services Task Force, yakni sekelompok ahli sukarelawan yang menilai cara untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan, telah menentang penggunaan tes PSA sepenuhnya di masa lalu.

Hari ini, situs web badan itu merekomendasikan untuk tidak melakukan skrining PSA untuk mereka yang berusia lebih dari 70 tahun. Sebaliknya, bagi siapa pun yang berusia muda diperingatkan tentang pro dan kontra dari tes tersebut.

 
Berita Terpopuler