Ponpes Tunanetra Sam'an Darushudur di Bandung, Pencetak Para Hafiz Alquran 

Pesantren tunanetra Sam'an Darushudur konsisten membina para hafiz Alquran tunanetra

Istimewa
Santri penyandang disabilitas netra tengah menyetorkan hafalan Alquran kepada pembimbing di Masjid Pondok Pesantren Tunanetra Sam
Rep: Muhammad Fauzi Ridwan Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, — Berada di kawasan Bandung Utara, tepatnya di Kampung Sekegawir, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung berdiri Pondok Pesantren (ponpes) Tunanetra Sam'an Darushudur sejak 2018. Pondok yang berada di bawah naungan yayasan Sam'an Netra Berkah yang ada sejak 2014. 

Baca Juga

Selama Ramadhan, aktivitas para penyandang disabilitas tunanetra menghafal Alquran dan menyetorkan hafalan kepada para pembimbing di ponpes. Dalam sehari mereka menghafal dan menyetorkan hafalan sebanyak lima kali sehabis sholat. 

Para santri yang bermukim di ponpes tersebut sebanyak 25 orang. Mereka memulai hari selama Ramadhan dengan terlebih dahulu sahur dilanjutkan sholat subuh dan menyetorkan hafalan. Selanjutnya mereka melakukan dzikir pagi dan diberikan kesempatan masing-masing santri untuk  kuliah tujuh menit (kultum). 

Kegiatan setor hafalan dilakukan santri hingga pukul 07.00 Wib pagi. Sekitar pukul 09.00 Wib, para santri diperbolehkan beristirahat dan melanjutkan kajian sekitar pukul 10.00 Wib dan setoran hafalan sebelum dzuhur. 

Setoran hafalan dilanjutkan usai melaksanakan sholat dzuhur dan istirahat hingga adzan ashar. Selanjutnya pukul 16.00 Wib hingga sebelum magrib melaksanakan kajian Ramadhan dan menyetorkan hafalan termasuk setelah adzan isya. 

Ketua Yayasan Sam'an Netra Berkah, Solehudin, mengatakan kegiatan para santri di bulan puasa Ramadhan difokuskan untuk menghafal Alquran. Sedangkan pada bulan-bulan di luar Ramadhan turut dilaksanakan pelatihan seperti les komputer dan lain-lainnya. 

Baca juga: Calon Presiden Prancis Marine Le Pen Bersumpah akan Larang Jilbab Jika Terpilih

"Fokusnya kita hafalan Alquran, tahfiz quran di samping ilmu keislaman lain diberikan tajwid, bahasa arab dan ada pelajaran muhadasah dan fiqih cuma fokusnya hafalan Alquran," ujarnya saat ditemui wartawan belum lama ini. 

Tiap tahun, dia menuturkan pihaknya menerima santri baru. Mereka diberikan pilihan untuk mengambil waktu bermukim di pondok antara 1 tahun, 2 tahun hingga 3 tahun dengan kelas terbagi dua.  

 

 

Soleh mengatakan kelas pertama yaitu takhassus, para santri 90 persen menghafal Alquran dengan tambahan pelajaran bahasa Arab dan komputer. Sedangkan kelas kedua kelas mubaligh dengan target santri dapat menghafal hadits-hadits dan tafsir quran dan membaca tulis Alquran braile. 

"Goal-nya mereka menjadi seorang dai dengan berbagai hadits yang dihafal," katanya. Total 25 santri yang bermukim terdapat 18 laki-laki dan 7 orang perempuan dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah dan Aceh. 

Sejak 2018, dia mengaku sudah terdapat 20 lulusan pondok yang kembali ke daerah masing-masing mayoritas mengajar Alquran braille dan sebagian wirausaha. Dua orang diantaranya yaitu Amin Rasyid dan Zainal Arifin hafiz 30 juz. 

Soleh mengatakan Amin saat ini mengajar di pondok dan mendapatkan beasiswa kuliah di Unisba jurusan Pendidikan Agama Islam. Sedangkan Zainal Arifin berhasil menjadi juara 3 lomba menghafal Alquran yang diselenggarakan Masjid Pusdai tingkat nasional. 

Dia menambahkan para santri yang belajar di pondok pesantren tidak dipungut biaya alias gratis sedangkan dana operasional pondok didapat dari donatur. Tantangan ke depan pihaknya masih belum mempunyai donatur tetap. 

Oleh karena itu pihaknya mengajak masyarakat yang ingin menjadi donatur dapat berkunjung ke pondok pesantren. Selain itu fasilitas pondok seperti laptop masih kurang hanya tersedia tiga unit. 

"Tujuan kami hadir pertama ingin mencetak pengajar Alquran Braille dan hafiz tunanetra. Lulusan di sini mandiri berbekal ilmu pengetahuan dan hafal quran," katanya. Dia mengatakan pengajar Alquran braille di Indonesia masih sedikit dibandingkan jumlah tunanetra. 

Salah seorang santri Zainal Arifin mengaku termotivasi ingin menjadi seorang penghafal Alquran. Sejak awal, dia ingin masuk pesantren namun belum mengetahui terdapat pondok pesantren tunanetra. 

"Ada guru menginformasikan bahwa di sini ada pesantren. Akhirnya saya sampai ke sini masuk ke sini di sini saya mulai serius belajar Alquran," ujarnya yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA Wyataguna. 

Dia mengaku bersyukur dapat menjadi juara tiga dalam kegiatan lomba menghafal Alquran di Masjid Pusdai Jawa Barat. Dia pun terus berupaya menjaga hafalan Alquran 30 juz. 

"Hafalan Alquran yang sudah disetorkan 30 juz tinggal mengulang-ulang. Proses menghafal memang tidak mudah melewati masa malas, terutama kalau menemukan ayat susah panjang kaya kesel sendiri," katanya. 

 

Ke depan dia berharap tetap bisa menjaga hafalan sebab relatif lebih berat. "Proses ke depan lebih menjaga hafalan supaya bisa terus nempel bisa terus syiar dengan menyampaikan ilmu yang didapat," ungkapnya.     

 
Berita Terpopuler