Apa yang Terjadi Jika Bom Nuklir Meledak?

Ledakan udara akan memiliki radius ledakan yang lebih luas.

Foto : MgRol112
Ilustrasi Bom Nuklir
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani  Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan risiko konflik nuklir. Seperti apa ledakan bom nuklir bagi mereka yang berada di darat, dan apa yang akan terjadi setelahnya?

Baca Juga

Dilansir dari Live Science, Senin (14/3/2022), jawabannya, tergantung pada berapa banyak senjata yang dijatuhkan.

Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia dan Amerika Serikat (AS) memiliki 90 persen senjata nuklir dunia. Rusia memiliki 1.588 senjata yang dikerahkan pada rudal antar benua, yang memiliki jangkauan 5.500 kilometer. Sementara AS memiliki 1.644 senjata yang disiapkan dengan cara yang sama.

Kedua negara juga memiliki hampir 5.000 bom aktif yang hanya menunggu peluncur. Perang nuklir skala penuh dapat dengan mudah mewakili peristiwa kepunahan bagi umat manusia. Hal inibukan hanya karena kematian awal tetapi juga karena global pendinginan, yang disebut musim dingin nuklir, yang akan terjadi setelahnya.

Menurut James Martin Center for Nonproliferation Studies, 30 persen hingga 40 persen persenjataan AS dan Rusia terdiri dari bom yang lebih kecil ini, yang memiliki jangkauan kurang dari 500 kilometer di darat dan kurang dari 600 kilometer melalui laut atau udara.

Senjata-senjata ini masih akan memiliki dampak yang menghancurkan di dekat zona ledakkan, tetapi tidak akan menciptakan kiamat nuklir global terburuk.

Saat bom nuklir meledak

Ada berbagai jenis dan ukuran senjata nuklir. Namun, bom modern dimulai dengan memicu reaksi fisi.

Fisi adalah pemecahan inti atom berat menjadi atom yang lebih ringan-sebuah proses yang melepaskan neutron. Neutron ini, pada gilirannya, dapat meluncur ke inti atom terdekat, membelahnya dan memicu reaksi berantai di luar kendali.

Ledakan fisi yang dihasilkan sangat menghancurkan, ini disebut bom fisi. Kadang-kadang dikenal sebagai bom atom. Ini adalah bom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, dengan kekuatan antara 15 kiloton dan 20 kiloton TNT.

Namun, banyak senjata modern memiliki potensi untuk menimbulkan kerusakan yang lebih parah. Bom termonuklir, atau hidrogen, menggunakan kekuatan reaksi fisi awal untuk menggabungkan atom hidrogen di dalam senjata.

 

Reaksi fusi ini memicu lebih banyak lagi neutron, yang menciptakan lebih banyak fisi, yang menciptakan lebih banyak fusi, dan seterusnya. Hasilnya, menurut Union of Concerned Scientists, adalah bola api dengan suhu yang menyamai panasnya pusat matahari. Bom termonuklir telah diuji, tetapi tidak pernah digunakan dalam pertempuran.

Berada di titik nol ledakan seperti itu berarti kematian instan. Misalnya senjata nuklir 10 kiloton, setara dengan ukuran bom Hiroshima dan Nagasaki, akan segera membunuh sekitar 50 persen orang dalam radius 3,2 km dari detonasi darat, menurut laporan tahun 2007 dari lokakarya Proyek Pertahanan Pencegahan. Menurut organisasi nonproliferasi ICAN, ledakan udara akan memiliki radius ledakan yang lebih luas.

Kematian tersebut  disebabkan oleh kebakaran, paparan radiasi yang intens dan cedera fatal lainnya. Beberapa dari orang-orang ini akan terluka oleh tekanan dari ledakan.

Ssementara sebagian besar akan terkena cedera dari bangunan yang runtuh atau pecahan peluru yang berterbangan. Kebanyakan bangunan dalam radius 0,8 km dari ledakan akan dirobohkan atau rusak berat.

Situs web pemerintah AS Ready gov menyarakan siapa yang melihat kilatan dari ledakan terdekat harus segera pindah ke ruang bawah tanah atau pusat gedung besar dan tinggal di sana selama setidaknya 24 jam untuk menghindari kejatuhan radioaktif terburuk.

Orang yang selamat akan membawa debu radioaktif dan perlu didekontaminasi. Kemungkinan besar akan menderita luka bakar termal dari ledakan termal awal, menurut buku Nuclear Choice for the Twenty-First Century: A Citizen’s Guide (MIT Press, 2021). Kematian juga bisa datang oleh badai api, kata buku itu, tergantung pada medan zona ledakan. Kebakaran yang disebabkan oleh ledakan awal dapat bergabung dan menciptakan angin yang memicu sendirinya. Badai api seperti itu terjadi di Hiroshima, menurut Departemen Energi AS, melanda 11,4 kilometer persegi.

Kejatuhan radioaktif

Radiasi adalah konsekuensi sekunder, dan jauh lebih berbahaya, dari ledakan nuklir. Risiko paling parah dalam 48 jam setelah ledakan.

Dengan tidak adanya salju atau hujan-yang akan membantu menarik kejatuhan ke tanah lebih cepat- partikel yang tersebar jauh mungkin memiliki radioaktivitas minimal pada saat mereka mengapung ke Bumi, menurut buku pegangan  Nuclear War Survival Skills (Oak Ridge National Laboratory, 1987). Sekitar setengah dari orang yang mengalami dosis radiasi total sekitar 350 roentgen selama beberapa hari kemungkinan besar akan meninggal karena keracunan radiasi akut, menurut buku pegangan tersebut.

 

Orang yang selamat dari kejatuhan berisiko tinggi terkena kanker sepanjang sisa hidup mereka. Menurut ICRC, rumah sakit khusus di Hiroshima dan Nagasaki telah merawat lebih dari 10.000 orang yang selamat dari ledakan tahun 1945 yang diakui secara resmi, dengan sebagian besar kematian dalam kelompok ini disebabkan oleh kanker. Tingkat leukimia pada korban yang terpapar radiasi adalah empat hingga lima kali tingkat tipikal dalam 10 hingga 15 tahun pertama setelah ledakan, menurut Palang Merah.

 
Berita Terpopuler