Perselingkuhan Bisa Pengaruhi Psikologis Anak dan Pasangan, Kenali Fase-Fasenya

Perselingkuhan dapat memengaruhi kondisi psikologis anak dan pasangan.

www.freepik.com
Orang tua dan anak (ilustrasi). Perselingkuhan dapat memengaruhi kondisi psikologis anak dan pasangan.
Rep: Wahyu Suryana Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dampak perselingkuhan tidak bisa dianggap enteng. Perselingkuhan dapat membuat orang depresi, mengalami krisis kepercayaan, trauma, kurang percaya diri, rendah diri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berdaya, hingga mengalami kecemasan.

Psikolog klinis dewasa dan personality growth, Iswan Saputro, mengatakan, perselingkuhan bisa berdampak terhadap aspek psikologis pasangan maupun anak mereka. Anak akan merasa bingung, cemas, terabaikan, hingga akhirnya mengisolasi diri.

Dalam jangka panjang, anak akan cenderung sulit percaya kepada pasangannya kelak. Anak bisa saja menjadi memiliki perspektif negatif terhadap kesetiaan, dan malah meniru untuk melakukan perselingkuhan.

Baca Juga

Iswan mengungkap, ada ciri tertentu yang dimiliki orang yang pernah melakukan perselingkuhan. Pelaku cenderung merasa bersalah dan menyesal atas perselingkuhan yang dilakukan. Data yang dihimpun, 30 persen pelaku selingkuh mengaku sudah berusaha bertahan dalam hubungan, tapi dalam jangka waktu tertentu memilih untuk mengakhirinya.

"Sedangkan, 15,6 persen orang berusaha untuk terus bertahan dalam hubungan itu, dan 54,5 persen langsung memutuskan hubungannya saat adanya pengakuan," kata Iswan dalam webinar yang digelar Srikandi Universitas Islam Indonesia (UII), dikutip Selasa (8/3/2022).

Iswan menuturkan, setidaknya ada hal-hal yang mendorong seseorang untuk melakukan perselingkuhan. Salah satunya kurangnya rasa percaya dari pasangannya terhadap dirinya, dan orang itu cenderung ingin bebas dan tidak mau diatur pasangannya.

Selain itu, kurangnya rasa cinta dari pasangannya atau terdapat hal-hal yang memicu keraguannya terhadap pasangannya juga dapat menjadi latar belakang. Penyebab lain bisa ada tindakan penolakan dari pasangan, merasa diri memiliki keberhargaan diri, komitmen rendah dalam hubungan.

"Ada pula pengaruh keinginan seksual dan adanya situasi yang memengaruhinya untuk melakukan perselingkuhan tersebut," kata Iswan.

Iswan mengungkap, ada fase tertentu dalam hubungan perselingkuhan. Pertama, perselingkuhan dapat terjadi dalam suatu hubungan yang memang salah, yakni tidak ada keseimbangan seseorang dan pasangan. Biasanya salah satu merasa takut untuk menolak pasangannya.

Dari situasi ini, muncul fase kedua, terjadi tindakan perselingkuhan. Fase ketiga ada rekonsiliasi, pelaku menyesali dan meminta maaf.

"Keempat, fase calm, tiap pasangan berusaha untuk menerima dan menganggap semuanya tidak terjadi apa-apa," ujar Iswan.

Iswan mengingatkan, ada perilaku manipulatif orang yang berselingkuh. Biasanya, ia akan membuat pasangannya berada dalam kondisi lemah dan tidak berdaya, sehingga leluasa mengeksploitasi pasangannya dengan melakukan perselingkuhan.

Mereka cenderung akan terus berbohong kepada pasangannya. Tidak jarang, pelaku sengaja membuat candaan-candaan yang membuat pasangannya ragu dan tidak percaya diri. Mereka lihai membuat pasangan merasa bersalah dengan pengolahan kalimat.

Menurut Iswan, tindakan perselingkuhan bisa saja dicegah atau dihentikan. Perubahan itu hanya bisa berasal dari keinginan masing-masing pasangan dalam suatu hubungan.

"Hidup Anda tidak menjadi lebih baik secara kebetulan, tetapi karena adanya sesuatu yang diubah," kata Iswan.

 
Berita Terpopuler