Pandemi Covid-19 Bikin Warga Dunia Banyak di Rumah, Kasus DBD 2020 Malah Turun Tajam

Semula, peneliti menduga orang lebih banyak terkena DBD di rumah.

Antara/Dedhez Anggara
Petugas melakukan pengasapan (fogging) SDN Pabean udik 3 di Indramayu, Jawa Barat, Senin (7/2/2022). Para ilmuwan sebelumnya berpikir bahwa sebagian besar penularan DBD terjadi di rumah dan sekitarnya dibanding di tempat-tempat lain, seperti sekolah.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Pembatasan terhadap mobilitas dan interaksi masyarakat yang diterapkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 kemungkinan berkaitan dengan penurunan tajam kasus DBD pada 2020. Para pakar menyebut, kecenderungan itu memberikan pandangan baru tentang bagaimana demam berdarah dengue dapat dikendalikan.

Baca Juga

Riset dalam jurnal Lancet Infectious Diseases menemukan hampir 750 ribu lebih sedikit kasus DBD dari yang diprediksikan secara global untuk 2020, ketika SARS-CoV-2 mulai mewabah. Penulis senior Oliver Brady menyebut, hasil riset itu mengejutkan.

"Sebab itu memperlihatkan penurunan signifikan kasus DBD ketika orang-orang tidak bisa secara bebas pergi ke luar rumah untuk mengunjungi tempat lain, seperti sekolah," tutur Brady, dikutip Kamis (3/3/2022).

DBD tidak bisa ditularkan antarmanusia. Orang terjangkit demam berdarah dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti pada siang hari. Para ilmuwan sebelumnya berpikir bahwa sebagian besar penularan terjadi di rumah dan sekitarnya dibanding di tempat-tempat lain.

"Ini adalah sebuah tren aneh yang tidak kami sangka-sangka, sebuah hasil yang mengejutkan, yang membuka jalan untuk berpikir tentang melakukan uji coba intervensi yang lebih rinci," kata Brady selaku profesor dari London School of Hygiene and Tropical Medicine.

Pendekatan baru dalam pengendalian DBD

Menurut Brady, pendekatan baru untuk mengendalikan penyakit DBD dapat berupa penyemprotan insektisida di ruang kelas. Lalu, perlu ada pelacakan kontak untuk mengetahui tempat yang baru saja dikunjungi oleh orang-orang yang terinfeksi.

Dengue adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan demam dan gejala seperti flu. Pada kasus parah, penderita kemungkinan mengalami pendarahan internal dan mengancam nyawa.

Riset Prof Brady itu memeriksa data dari 23 negara di Amerika Latin dan Asia Tenggara tempat endemi dengue. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, insiden global dengue berkembang secara dramatis dan diperkirakan sekitar separuh populasi dunia berisiko terinfeksi dengue.

Sekitar 100 juta hingga 400 juta infeksi diperkirakan terjadi setiap tahunnya. Lebih dari 80 persen penderita bergejala ringan dan tanpa gejala.

Profesor Philip McCall dari Liverpool School of Tropical Medicine yang tidak terlibat dalam riset tersebut mengatakan bahwa temuan-temuan itu penting dan membutuhkan investigasi lanjutan. Sebab, dengue merupakan penyakit abad ke-21.

"DBD lantaran menyebar lebih jauh ke utara sebagai akibat dari perubahan iklim."

Penulis riset mengakui sejumlah keterbatasan penelitian, seperti bahwa pandemi mungkin telah mengganggu pelaporan kasus dengue. Mereka juga mencatat bahwa kasus DBD memang meningkat di beberapa lokasi.

 
Berita Terpopuler