Menakar Dampak Invasi Rusia ke Ukraina pada Sektor Luar Angkasa

Rusia dinilai tidak akan menarik diri dari program stasiun luar angkasa internasional.

network /Ilham Tirta
.
Rep: Ilham Tirta Red: Partner

Kebersamaan astronot NASA AS dan kosmonot Roscosmos Rusia beberapa waktu lalu. Gambar: NASA

ANTARIKSA – Invasi Rusia ke Ukraina jelas memiliki konsekuensi kebijakan luar angkasa yang penting bagi Amerika Serikat. Namun, dampaknya tidak akan sebesar perubahan yang telah terjadi setelah pencaplokan Krimea oleh Rusia pada tahun 2014.

“Apa yang telah kami lihat selama delapan tahun adalah pemisahan yang lebih besar antara Rusia dan Barat di luar angkasa,” kata Jeff Foust, staf penulis senior //SpaceNews// dalam webinar dari Laboratorium Diplomasi Luar Angkasa Duke University, Jumat, 25 Februari 2022.

Rusia tampaknya akan bergerak lebih dekat lagi ke China dengan pembicaraan yang berfokus pada Stasiun Penelitian Bulan Internasional. Mereka sebelumnya mematok stasiun itu mulai beroperasi pada 2030-an.

Hingga kini, Rusia tetap melakukan lebih banyak peluncuran orbital daripada negara mana pun selain China dan Amerika Serikat. Hanya saja, mereka telah kehilangan pangsa pasar peluncuran komersial yang dulu patut ditiru. Kemunculan perusahaan swasta SpaceX dan lainnya memperkecil pelanggan Rusia, termasuk NASA.

Amerika Serikat dan Rusia tetap menjadi mitra melalui Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Tanpa Rusia, ISS milik AS tidak akan mampu mengorbit dengan sempurna. ISS saat ini mempertahankan orbitnya berkat dorongan berkala dari kendaraan Rusia, sementara tenaganya dipasok oleh panel surya AS.

Menurut mantan duta besar AS untuk Turki, W Robert Pearson, terlepas dari sanksi ekonomi AS yang dikenakan sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina dan kemarahan yang diungkapkan oleh Direktur Jenderal Roscosmos, Dmitry Rogozin, Rusia tidak mungkin menarik diri dari program ISS.

“Ada alasan bagi (Rusia) untuk tetap tinggal dan menggerutu dan mengeluh, tetapi masih belum menaruh semua kartu mereka di dek China,” kata dia.

Dia yakin jika Rusia memutuskan untuk menghentikan partisipasinya di ISS pada 2024, maka Rusia tidak akan bisa banyak berbuat untuk program luar angkasa manusianya. Ada standar bagi Rusia untuk menyimpan satu kursi di meja lain dan itu bisa menjadi stasiun luar angkasa.”

Rusia terus berinvestasi dalam peningkatan ISS. Tahun lalu, kosmonot Rusia memasang modul baru milik mereka. Rusia memang sedang mengembangkan stasiun luar angkasanya sendiri, namun peluncurannya masih bertahun-tahun lagi.

Foust mengatakan, jika Rusia meninggalkan ISS, program penerbangan antariksa manusia di negara itu akan kesulitan. Rusia hanya

memiliki pilihan menerbangkan beberapa kapsul Soyuz di orbit selama beberapa hari. "Saya tidak berpikir itu sangat cocok untuk mereka."

Sebelum pencaplokan Krimea oleh Rusia tahun 2014, program luar angkasa AS dan Rusia digabungkan dengan erat. Menanggapi sanksi AS, Rogozin yang saat itu menjadi wakil perdana menteri Rusia mengancam akan menolak akses NASA ke kursi di kapsul Soyuz dan menghentikan ekspor mesin roket RD-180. Untuk diketahui, saat itu NASA dan badan antariksa lainnya masih tergantung pada roket dan mesin peluncuran Rusia itu.

Meskipun tidak ada tindakan yang diambil pada akhirnya, ancaman Rogozin memiliki dampak serius bagi kebijakan luar angkasa AS. NASA mencari dana kongres untuk kampanyenya guna mendorong perusahaan-perusahaan AS mengembangkan kendaraan untuk menyediakan transportasi awak.

“Ancaman kehilangan akses ke kursi Soyuz menghapus skeptisisme terakhir di Capitol Hill tentang Program Kru Komersial,” kata Foust.

Setelah 2014, Kongres memberi NASA dana yang diminta agensi untuk Program Kru Komersial, sedangkan di tahun-tahun sebelumnya Kongres hanya menyediakan sebagian kecil dari dana yang diminta. Dan NASA sekarang bergantung pada kendaraan SpaceX's Crew Dragon milik Elon Musk untuk mengangkut astronot ke dan dari ISS. Mereka juga berharap memiliki opsi kedua setelah kendaraan Starliner CST-100 Boeing siap mengangkut orang.

Demikian pula ekspor mesin RD-180 Rusia tetap berlanjut. Namun, sektor peluncuran Amerika Serikat dan United Launch Alliance (ULA) yang biasa memakai mesin Rusia itu mulai mencari propulsi alternatif.

Rogozin mengancam akan menghentikan ekspor RD-180 pada waktu yang hampir bersamaan dengan tuntutan CEO SpaceX Elon Musk yang memaksa Angkatan Udara AS membawa persaingan ke peluncuran keamanan nasional daripada memberikan kontrak langsung ke ULA. Kongres, sementara itu, mengambil tindakan legislatif untuk membatasi penggunaan mesin RD-180 ULA untuk peluncuran keamanan nasional.

"Kombinasi dari ancaman kehilangan RD-180 dan SpaceX yang menuntut kesempatan untuk bersaing menyebabkan perubahan dalam program," kata Foust.

Sekarang, baik ULA dan SpaceX melakukan peluncuran untuk militer AS. ULA sedang bersiap untuk meluncurkan roket Vulcan baru dengan mesin yang diproduksi di dalam negeri AS.

Roket Atlas 5 hingga kini masih terus mengandalkan mesin RD-180. Namun, ULA telah memiliki pasokan RD-180 yang dibutuhkan untuk peluncuran Atlas yang tersisa sehingga tidak terganggu dengan pembatasan terbaru oleh negaranya.

CEO ULA, Tory Bruno pada 25 Februari mengatakan, ULA dan mitra propulsi Aerojet Rocketdyne memiliki cukup keahlian RD-180 untuk menjaga Atlas 5 tetap terbang tanpa akses ke Energomash. Nama terakhir adalah perusahaan Rusia yang membuat mesin RD-180 tersebut.

“Telah menerbangkannya selama bertahun-tahun, banyak pengalaman,” kata Bruno melalui Twitter. “Juga, saya memiliki pengalaman pribadi dalam menerbangkan roket orang lain tanpa dukungan mereka, yang membuat saya percaya diri.”

 
Berita Terpopuler