Kelompok Separatis Minta Bantuan Militer ke Rusia

Bantuan ini bertujuan untuk mengusir agresi dari angkatan bersenjata Ukraina.

AP/Evgeniy Maloletka
Penjaga perbatasan Ukraina berdiri di sebuah pos pemeriksaan dari wilayah yang dikendalikan oleh separatis yang didukung Rusia ke wilayah yang dikendalikan oleh pasukan Ukraina di Novotroitske, Ukraina timur, Senin, 21 Februari 2022. Kelompok separatis di Ukraina timur meminta bantuan kepada Rusia di tengah meningkatnya baki tembak dengan pasukan Ukraina.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KYIV -- Kelompok separatis di Ukraina timur meminta bantuan kepada Rusia di tengah meningkatnya baki tembak dengan pasukan Ukraina. Seorang saksi mata melaporkan, konvoi peralatan militer, termasuk sembilan tank bergerak menuju Donetsk, Ukraina timur dari arah perbatasan Rusia.

Baca Juga

Kantor berita Rusia yang mengutip juru bicara Kremlin Dmitry Peskov melaporkan, para pemimpin dari dua daerah yang memisahkan diri itu telah mengirimkan permintaan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memberikan bantuan. Bantuan ini bertujuan untuk mengusir agresi dari angkatan bersenjata Ukraina

"Saya meminta bantuan untuk mengusir agresi militer rezim Ukraina terhadap penduduk Republik Rakyat Donetsk," kata Pemimpin wilayah Donetsk, Denis Pushilin.

Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, menanggapi permintaan bantuan militer kelompok separatis di Ukraina timur kepada Rusia. Menurut Psaki, langkah tersebut merupakan bagian operasi palsu yang disusun oleh Rusia untuk menyerang Ukraina. 

"Seperti yang telah kami katakan sejak awal, akan ada serangkaian operasi bendera palsu yang telah direncanakan. Ini adalah contohnya. Itu menunjukkan bahwa mereka merasa di bawah ancaman. Oleh siapa? Orang-orang Ukraina yang diancam akan diserang oleh Rusia?," ujar Psaki.

Presiden Rusia Vladimir Putin belum memberikan indikasi apakah dia akan melancarkan serangan massal ke Ukraina. Sejauh ini Rusia telah mengerahkan puluhan ribu pasukan militer di dekat perbatasan Ukraina. Seorang pejabat senior pertahanan Amerika Serikat mengatakan, sebanyak 80 persen dari pasukan yang dikumpulkan, berada dalam posisi untuk melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina.

Rusia secara konsisten membantah rencananya untuk menyerang Ukraina. Sementara Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pada perusahaan Rusia yang bertanggung jawab membangun pipa gas, Nord Stream 2 dengan menargetkan perusahaan dan pejabat perusahaannya.

 

"Langkah-langkah ini adalah bagian lain dari tahap awal sanksi kami sebagai tanggapan atas tindakan Rusia di Ukraina. Seperti yang telah saya jelaskan, kami tidak akan ragu untuk mengambil langkah lebih lanjut jika invasi Rusia terus meningkat," kata Presiden AS Joe Biden.

Menurut Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), di wilayah Donetsk, terjadi 2.158 pelanggaran gencatan senjata, termasuk 1.100 ledakan selama akhir pekan. OSCE mengatakan bahwa, 1.073 pelanggaran gencatan senjata, termasuk 926 ledakan, juga tercatat di wilayah Luhansk.

Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin secara resmi mengakui Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur sebagai wilayah yang merdeka. Putin juga menandatangani perjanjian yang relevan dengan para pemimpin separatis di Kremlin.

Langkah Putin ini mendapatkan kutukan  keras dari Amerika Serikat, Inggris, PBB, Turki, dan beberapa negara Eropa lainnya. Presiden Putin memerintahkan pengerahan pasukan ke Donetsk dan Luhansk. Seorang saksi mata Reuters melihat sekelompok besar perangkat keras militer bergerak melalui kota Donetsk. Pergerakan ini terjadi setelah Putin mengatakan kepada Kementerian Pertahanan Rusia untuk mengirim pasukan ke Donetsk dan Luhansk untuk menjaga perdamaian.

Langkah tersebut mengundang kecaman dan  sanksi baru dari AS dan Eropa. Daerah Donetsk dan Luhansk sudah dikuasai oleh separatis yang didukung Rusia. Dalam dekrit yang dikeluarkan oleh Putin, Rusia sekarang memiliki hak untuk membangun pangkalan militer di wilayah Donetsk dan Luhansk. Misi pasukan di kedua wilayah itu akan menjadi operasi penjaga perdamaian. 

 

 

 
Berita Terpopuler