Beda Pendapat Soal Hukum Wayang, Bagaimana Muslim Bersikap?

Perbedaan pendapat memang ada yang dilarang dan diperbolehkan dalam Islam.

Antara/Harviyan Perdana Putra
Perajin mengecek kualitas wayang kulit hasil produksinya di Siwalan, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Beda Pendapat Soal Hukum Wayang, Bagaimana Muslim Bersikap?
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ceramah pendakwah ternama Ustadz Khalid Basalamah yang membahas tentang wayang menimbulkan berbagai perdebatan publik. Dia diduga mengharamkan wayang bahkan menyarankan untuk menghancurkannya. 

Baca Juga

Berbagai kalangan menanggapi masalah ini, mulai dari politikus hingga ulama. Beberapa warganet menudingnya anti-NKRI, khianati negara dan Islam atau ujaran lainnya. Ada juga yang membela pendakwah tersebut dengan memberikan video lengkap ceramah Ustadz Khalid Basalamah.

Perbedaan pendapat merupakan keniscayaan yang akan terus terjadi. Tapi haruskah setiap perbedaan pendapat berujung pada perpecahan, cemooh, lapor-melapor? Bagaimana seharusnya seorang Muslim menyikapi perbedaan? Bagaimana etika para ulama saat berbeda pendapat?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa menyebut perbedaan pendapat yang berujung pada saling hina, permusuhan, dan hal buruk lainnya adalah haram. “Perselisihan dan perpecahan yang menyelisihi persatuan dan kasih sayang sehingga sebagian orang membenci dan memusuhi sebagian lainnya, dan mencintai bukan karena Allah SWT sehingga menjurus kepada celaan, laknat, sindiran, bahkan sebagian pada taraf bertengkar dengan tangan dan pedang, sebagian pada taraf hajr (memboikot) dan memutuskan hubungan sehingga tidak sholat di belakang sebagian lainnya. Semua ini termasuk perkara yang sangat diharamkan oleh Allah SWT dan rasul-Nya, sedangkan persatuan adalah sesuatu yang sangat diwajibkan oleh Allah SWT dan rasul-Nya.”

Perbedaan pendapat para sahabat

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi dalam bukunya Fiqih Ikhtilaf mengisahkan perbedaan pendapat antara sahabat Nabi, Sa‘ad RA dan Khalid RA. Namun, tatkala ada seorang yang menghina Khalid di sisi Sa‘ad, maka ia berkomentar, “Diam kamu! Sesungguhnya perselisihan di antara kami tidak sampai kepada agama kami!” Kisah ini menunjukkan, sahabat sebagai manusia bertaqwa, Sa‘ad justru marah dan menegur orang yang mencoba membelanya dengan menghina Khalid dan menjelaskan perselisihan mereka tidak sampai kepada menghina atau mencemarkan kehormatan saudaranya.

Kisah lain dari Imam asy-Syafi‘i pernah berkata kepada Yunus ash-Shadafi yang berbeda pendapat dengannya, “Wahai Abu Musa, apakah kita tidak bisa untuk tetap bersahabat sekalipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?!"

Perbedaan pendapat atau ikhtilaf dalam istilah Islam, diartikan sebagai tidak cocoknya dua pihak dalam suatu masalah atau pendapat sehingga muncul perbedaan antara kedua belah pihak. Lalu, timbul dialog dan diskusi untuk menampakkan kebenaran dan memadamkan kebatilan dalam masalah tersebut. Perbedaan diyakini sebagai keniscayaan dalam Islam, tapi memang diperlukan sikap yang benar, akhlak yang baik dalam menghadapinya.

Cemooh dan kata-kata kasar bukan merupakan prilaku seorang Muslim yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Bukan hanya karena kata-kata buruk itu akan melukai hati saudara Muslim, tapi juga karena ucapan itu akan berbalik menjadi dosa yang mencelakakan orang yang mengatakannya. Sehingga ucapan caci maki atau hinaan hingga perkataan merendahkan pribadi orang yang berbeda pendapat dengan kita dilarang dalam Islam.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

Artinya: “Sungguh seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat yang diridhai Allah, suatu kalimat yang dia tidak mempedulikannya (memperhatikannya), namun dengannya Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sungguh, seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang dimurkai oleh Allah, suatu kalimat yang dia tidak meperdulikannya (memperhatikannya), namun dengannya Allah melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, perbedaan pendapat memang ada yang dilarang dan diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dijelaskan oleh Imam asy-Syafi‘i dalam Ar-Risalah yang artinya, “Perselisihan itu ada dua macam, apabila sudah ada dalilnya yang jelas dari Allah dan sunnah Rasul-Nya atau ijma‘ kaum muslimin, maka tidak boleh bagi kaum muslimin yang mengetahuinya untuk menyelisihinya. Adapun apabila tidak ada dalilnya yang jelas, maka boleh bagi ahli ilmu untuk berijtihad dengan mencari masalah yang menyerupainya dengan salah satu di antara tiga tadi (Alquran, sunnah, dan ijma‘).”

 

Dalam kasus wayang, dalam hukum Islam, merupakan ikhtilaf yang dibolehkan karena tidak ada dalil jelasnya dari Alquran dan Sunnah Nabi. “Segala sesuatu yang tidak manshush (disebutkan secara tekstual dalam Alquran dan hadits) adalah masalah ijtihadiyah yang terbuka untuk berbeda pendapat (ikhtilaf),” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Sholahuddin Al-Aiyub.

Tapi Kiai Aiyub menyarankan agar para pendakwah lebih terbuka dalam menghukumi fiqih dakwah. “Tapi dalam konteks fiqhud dakwah (fiqih dakwah) seharusnya dapat lebih luwes dalam melihat dan menghukumi sesuatu,” tambahnya.

Ustadz Khalid juga sebenarnya telah meminta maaf dan mengklarifikasi atas masalah ini. “Dan saya pada kesempatan ini, Khalid Basalamah mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dari hati nurani kami kepada seluruh pihak tidak terkecuali, yang merasa terganggu, tersinggung dengan jawaban kami tersebut. Semoga klarifikasi berikut ini bisa dimaklumi dan semoga Allah subhanahu wa ta'ala selalu menyatukan kita di atas persatuan dan kesatuan di negara Republik Indonesia, insya Allah."

 
Berita Terpopuler