RUU TPKS Terhambat: Diusulkan Dibahas Saat DPR Reses, Tapi Omicron Jadi Dalih

Pembahasan RUU TPKS tertunda karena DPR memasuki masa reses selama 22 hari.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna DPR ke-16 Masa Persidangan III Tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/2/2022). Pembahasan RUU TPKS harus tertunda karena DPR memasuki masa reses selama 22 hari.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri, Antara

Baca Juga

Pembahasan Rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) berpotensi terhambat lantaran mulai hari ini, DPR mulai memasuki massa reses selama 22 hari. Usulan sebagian anggota DPR agar RUU TPKS tetap dibahas meski DPR reses pun sepertinya kandas.

"Jadi kemarin kita mungkin sepakat untuk masa reses ini kita jangan itu lah (bahas RUU TPKS)," kata Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/2/2022).

Penularan varian Omicron menjadi dalih DPR. Lodewijk pun mengingatkan seluruh pihak untuk tidak meremehkan varian Omicron sehingga DPR memberlakukan pembatasan waktu pelaksanaan rapat akibat melonjaknya kasus Omicron di Tanah Air.

"Kalau reses tidak, karena kondisinya kan memang kemarin ada pembicaraan itu, pembicaraan saat reses, cuma waktu saja kan kita di sini dibatasi karena Omicron ini," ungkapnya.

Jika varian Omicron dijadikan alasan pimpinan DPR untuk mengurangi rapat, sepekan terakhir ini pelaksanaan fit and proper test calon anggota KPU dan Bawaslu justru digeber hingga malam hari selama tiga hari berturut-turut. Menurut Lodewijk, DPR dibatasi ketentuan dalam UU Pemilu, di mana DPR harus melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU dan Bawaslu dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak berkas diterima dari dari presiden.

"Sesuai UU kita diberi waktu 30 hari kerja, berarti tanggal 24 (Februari) ini harus selesai. 24 mau selesai ini kita juga tidak mau melanggar undang-undang lebih besar ya kita harus selesaikan untuk fit and proper test dari anggota KPU dan Bawaslu," ujarnya.

"Tapi yang lain kita sepakati kemarin sementara normatif saja dulu kita tunggu masa reses kedua kita akan tindak lanjuti," imbuhnya.

Sekjen Partai Golkar itu juga belum mengetahui pasti apakah surpres dan DIM RUU TPKS sudah dikirimkan pemerintah ke DPR. Sampai saat ini pimpinan DPR juga belum menerima permintaan pembahasan RUU di masa reses.

"Sampai saat ini kita belum melihat ada pengajuan itu baik dari komisi maupun Baleg," tuturnya.

Ihwal surpres dan DIM RUU TPKS DPR pun informasinya simpang siur. Wakil Ketua Baleg DPR, Willy Aditya pada Rabu (16/2/2022) menyatakan, DPR telah menerima surpres dan DIM RUU TPKS. Surpres tersebut bernomor R.05/Pres/02/2022 dan ditandangani 11 Februari 2022.

"Ya (sudah diterima DIM dan surpres RUU TPKS)," kata Willy kepada Republika, Rabu.  

Dirinya mengungkapkan bahwa Bamus sudah menunjuk Baleg untuk membahas RUU TPKS. Dirinya juga mengklaim Baleg sudah mendapat kepastian dari pimpinan DPR untuk dibahas di masa reses.

 

"Kemarin sih di Bamus sudah kita bahas itu akan diserahkan ke Badan Legislasi dan kita dapat izin bersidang di masa reses," ungkapnya.

Namun, Ketua DPR Puan Maharani mengungkap, pihaknya hingga Jumat (18/2/2022) belum menerima surpres RUU TPKS. Karenanya, ia tak membacakan surat tersebut dalam Rapat Paripurna DPR Masa Sidang III tahun 2021-2022.

"Sampai hari ini DPR belum menerima surat dari pemerintah. Jadi kita masih menunggu surat dari pemerintah," ujar Puan usai Rapat Paripurna DPR Masa Sidang III tahun 2021-2022, Jumat.

DPR, kata PUan, kemungkinan besar akan membahas RUU TPKS pada masa sidang berikutnya. Pasalnya mulai hari ini, DPR sudah memasuki masa reses.

 

"Karena ini sudah penutupan ya kita tunggu lagi di sidang berikutnya. Jadi inisiatif DPR sudah diberikan kepada pemerintah kita harus menunggu lagi balasan dari pemerintah ya kita tunggu," ujar Puan.

 

Sejak awal bulan ini, sebagian anggota DPR sudah mengusulkan agar RUU TPKS dibahas meski DPR reses. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Luluk Nir Hamidah misalnya, mengharapkan, payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual itu dibahas saat masa reses lantaran masa reses yang cukup lama.

"Ya kenapa tidak (bahas saat reses). Kalau memang itu dimungkinkan tidak ada persoalan sebenarnya, kalau memang disepakati dan Baleg, pimpinannya setuju sih bisa saja. Karena kan masa reses lumayan ya sampai 22 hari, cukup lama," ujar Luluk di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/2/2022).

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Ahmad Muzani pun sebelumnya mendukung percepatan pembahasan RUU TPKS. Ia pun mendukung apabila RUU tersebut dibahas saat DPR menjalani masa reses.

"Kami akan usulkan itu untuk segera dibahas sehingga masa reses ini kita bisa bersidang untuk membahas itu," ujar Muzani di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/2/2022).

Pembahasan RUU TPKS yang diusulkan pada masa reses tersebut, menurut Muzani, tidak menjadi permasalah. Apalagi bila memang bertujuan untuk mempercepat pembahasan RUU yang diharapkan banyak pihak segera disahkan menjadi undang-undang.

"Dalam arti makin cepat makin bagus karena problem yang dihadapi sekarang itu semakin kompleks. Dan makin kompleks karena kemajuan sosial, teknologi dan seterusnya sehingga kepastian untuk segera mencegah kekerasan seksual harus segera dipastikan," ujar Muzani.

"Karena itu upaya untuk segera menghadirkan undang-undang yang bisa menangani kekerasan seksual itu kami mendukung. Kalau perlu bila masa reses ini ya kita bersidang untuk itu," sambungnya.

623 DIM

Berdasarkan informasi dari pihak pemerintah, Tim Gugus Tugas Percepatan RUU TPKS telah merumuskan 623 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS. Ketua Tim Gugus Tugas RUU TPKS Eddy O.S Hiariej menyebut, DIM yang disusun ini masih membutuhkan banyak masukan dari koalisi masyarakat sipil dan juga akademisi.

"Banyak substansi baru dalam DIM. Tentunya DIM pemerintah ini masih butuh banyak masukan dari koalisi masyarakat sipil dan akademisi," kata Eddy saat diskusi publik pembahasan DIM RUU TPKS, dikutip dari siaran pers KSP, Jumat (4/2/2022).

Sebelumnya, Tim Gugus Tugas RUU TPKS telah melakukan konsinyering pembahasan DIM sebagai tindak lanjut atas penetapan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR. Untuk menyempurnakan substansi DIM yang akan menjadi lampiran Surat Presiden (Surpres) ke DPR, Kantor Staf Presiden bersama tim gugus tugas menggelar diskusi publik yang melibatkan koalisi masyarakat sipil dan akademisi.

Eddy yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM menjelaskan, secara substansi DIM RUU TPKS yang disusun pemerintah mencakup soal hukum acara pidana hingga penanganan dan rehabilitasi korban.

"Unggulan DIM RUU TPKS ada pada hukum acara yang sangat progresif dan advance. Sebab sebelumnya dari ribuan kasus yang ditangani kepolisian dan kejaksaan, penyelesaiannya hanya kurang dari 5 persen. Berarti ada masalah pada hukum acaranya. Nah ini yang diperbaiki," jelas Eddy.

 

Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam kesempatan berbeda pernah menyampaikan, RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Misalnya pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis online, pemaksaan kontrasepsi, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual. 

"Selain itu ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku,” ujar Bintang. 

Sementara itu, Penyidik Madya Tingkat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, terdapat beberapa ruang lingkup hukum yang diatur dalam RUU TPKS. Salah satunya adalah syarat aparat penegak hukum (APH) yang menangani kasus kekerasan seksual. 

 

“Dimasukkan dalam hukum acara, syarat APH adalah memiliki kompetensi dan mengikuti pelatihan. Tidak hanya itu, APH juga harus sensitif gender untuk menghindari reviktimisasi korban. Selain itu, RUU TPKS ini tidak menggunakan pendekatan restorative justice,” ucap Calvijn.

 

Perempuan rentan jadi korban kekerasan - (Republika)

 
Berita Terpopuler