Mahasiswa Muslimah India: Jilbab adalah Kebanggaan Saya

Beberapa mahasiswa Muslimah India dikeluarkan dari kelas karena jilbab.

EPA-EFE/RAJAT GUPTA
Aktivis mahasiswa India dari Muslim Students Federation (MSF) memegang plakat selama protes terhadap pembatasan jilbab, di New Delhi, India, 08 Februari 2022. Enam siswa di Government Women First Grade College di distrik Udupi, Karnataka, sekitar 400 km dari Bangalore, telah dilarang menghadiri kelas karena mengenakan jilbab dan siswa Hindu mulai mengenakan selendang safron sebagai tanda protes. Pengadilan Tinggi Karnataka akan melanjutkan sidang petisi yang diajukan oleh lima gadis yang mempertanyakan pembatasan jilbab pada 09 Februari.
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, UDUPI -- Beberapa mahasiswa Muslim dikeluarkan dari kampus Sekolah Tinggi Wanita Pemerintahan Dr G Shankar, karena mengenakan jilbab di dalam ruang kelas. Ketika itu, mereka menegaskan, "Jilbab adalah kebanggaan saya."

Baca Juga

Lembaga pendidikan tinggi tersebut, terletak beberapa kilometer dari Sekolah PU Wanita Pemerintah di mana kontroversi jilbab pertama pecah pada Januari lalu. Kampus itu memutuskan untuk menolak pelajar yang mengenakan jilbab, berdasarkan perintah sementara dari Pengadilan Tinggi Karnataka.

"Kami tidak siap duduk di kelas dengan melepas jilbab. Kami akan menunggu sampai pengadilan memberikan keputusan akhir. Perguruan tinggi telah baik kepada kami karena mereka mengizinkan kami untuk menghadiri kelas online," kata seorang mahasiswa seni, yang meminta namnya tidak disebutkan, seperti dilansir Deccan Herald, Kamis (17/2/2022).

Padahal selama 13 tahun belakangan, perguruan tinggi itu telah mengizinkan mahasiswinya untuk mengenakan jilbab. Para mahasiswi menyampaikan, mereka tidak ingin merusak nama baik kampus. Kampus telah mengutip perintah pengadilan untuk tidak membiarkan perempuan Muslim masuk ke dalam dengan mengenakan hijab.

"Kami diperbolehkan memakai jilbab di kampus termasuk kantin atau koridor," kata para mahasiswa.

 

 

Di sisi lain, Kepala Sekolah Bhaskar Shetty mengatakan, beberapa mahasiswi Muslim memilih untuk menghadiri kelas dengan melepas jilbab. Shetty mencoba meyakinkan orang lain untuk menghadiri kelas. Namun para mahasiswi bersikeras agar diizinkan masuk ke dalam kelas dengan mengenakan jilbab. "Kami memberi tahu mereka tentang perintah pengadilan. Mereka telah memutuskan untuk menunggu," katanya.

Shetty mengatakan, keputusan untuk memberikan kelas daring kepada mahasiswa yang memprotes akan diambil setelah berkonsultasi dengan dosen. Orang tua dari beberapa mahasiswa pun menuding bahwa perguruan tinggi itu melanggar aturan dan arahan pengadilannya sendiri.

"Pengadilan telah mengarahkan perguruan tinggi untuk mempertahankan status quo. Saya memasukkan putri saya ke kelas ini karena perguruan tinggi mengizinkan mengenakan jilbab di kelas," kata Mohammed Haneef, salah satu orang tua mahasiswi.

Dia datang ke kampus dengan panik karena putrinya tidak menjawab panggilan teleponnya saat dia berada di kelas. Menurut Haneef, jika perguruan tinggi tidak mengizinkan pelajarnya berhijab, maka ia akan berhenti menyekolahkan putrinya ke perguruan tinggi tersebut.

"Saya merasa pemerintah sengaja menciptakan kontroversi ini untuk menghilangkan pendidikan yang baik bagi masyarakat terbelakang termasuk umat Islam. Saya ingin putri saya belajar hukum dan menjadi hakim. Pemerintah tidak dapat mentolerir pertumbuhan seperti itu di antara minoritas," katanya.

 

Beberapa orang tua datang ke kampus untuk membawa pulang putri mereka setelah para mahasiswi berjilbab ditolak masuk ke dalam kelas. Akibat kericuhan tersebut, para dosen tidak bisa membuka kelas bagi mahasiswa yang sudah berada di dalam kelas.

 
Berita Terpopuler