Pasangan Muslim di Singapura Kini Bisa Menikah secara Online

Pasangan Muslim di Singapura kini dapat melangsungkan pernikahan secara online.

humasbatam.com
Muslim Singapura
Rep: Kiki Sakinah Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Pasangan Muslim di Singapura kini dapat melangsungkan pernikahan mereka secara online dan melakukan berbagai hal terkait pernikahan secara virtual berdasarkan perubahan undang-undang.

Baca Juga

Menteri Pembangunan Sosial dan Keluarga Masagos Zulkifli mengatakan, proses administratif yang baru akan lebih melengkapi lembaga-lembaga Muslim seperti Registry of Muslim Marriages (ROMM), Pengadilan Syariah dan Dewan Agama Islam Singapura atau Muis untuk memberikan layanan secara efektif tanpa gangguan.

Perubahan dalam undang-undang tersebut termasuk perpindahan ke opsi digital, yang dikatakan tidak akan menggantikan upacara tradisional yang khidmat. Pasalnya, perpindahan ke opsi digital ini akan memungkinkan Muslim untuk menikah secara online karena keadaan, seperti selama pandemi Covid-19 ini.

Selama debat tentang perubahan Administrasi Hukum Muslim atau Amla di Parlemen pada Senin (14/2/2022), Masagos, yang juga Menteri Urusan Muslim, mengatakan bahwa digitalisasi diperlukan jika lembaga-lembaga ingin memberikan dukungan yang relevan dan efektif kepada masyarakat. Hal ini kemudian menjadi semakin menonjol dengan adanya Covid-19.

"Pandemi memerlukan norma dan kebiasaan baru yang tidak kami pertimbangkan sebelum 2020. Kami telah mempelajari pentingnya memanfaatkan teknologi untuk keadaan darurat, sehingga kami dapat meminimalkan gangguan pada pemberian layanan," kata Masagos, dilansir di Straits Times, Senin (14/2/2022).

ROMM mengadopsi teknologi tautan video untuk memungkinkan upacara pernikahan berlanjut di tengah pandemi Covid-19. Demikian halnya dengan Pengadilan Syariah yang juga mengadaptasi proses pengadilan untuk memungkinkan orang-orang memberikan bukti secara online.

 

 

Perubahan lain pada Amla akan membantu memperbaiki proses perceraian dan mendukung anak-anak yang terkena dampak perceraian dengan lebih baik. Misalnya, ketika suami menolak untuk mengakui wewenang hakam atau arbiter yang pertama diangkat, maka yang kedua ditunjuk oleh Pengadilan Syariah dan prosesnya harus dimulai kembali.

Dengan aturan baru itu, hakam pertama yang diangkat dapat memberikan perceraian meskipun suami mempermasalahkan kewenangannya. Dalam proses perceraian yang dilakukan dengan hakam, pasangan Muslim dibimbing menuju perdamaian atau dalam kasus-kasus yang tidak memungkinkan, menuju perpisahan yang damai. 

Perubahan tersebut juga berupaya menghapus pembayaran biaya sebagai syarat pendaftaran perceraian. "Ini agar tidak ada pihak yang dapat menunda pendaftaran perceraian yang sudah diakui oleh pengadilan di bawah hukum Islam melalui biaya non-pembayaran," kata Masagos.

 

Namun demikian, ia menambahkan, perubahan Amla tidak mengubah cara hukum Muslim akan terus berlaku untuk pernikahan dan perceraian Muslim.

 
Berita Terpopuler