Gerindra Desak Pemerintah Cabut Permenaker JHT

JHT menjadi sandaran utama bagi para pekerja baik buruh pabrik ataupun perkantoran.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/2).
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Ahmad Muzani, mendesak agar pemerintah mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Menurutnya, dana JHT merupakan uang pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja buruh maupun perkantoran ketika sudah tidak bekerja lagi atau di-PHK dan akan memulai dengan profesi barunya. 

Baca Juga

"Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut karena di masa pandemi Covid-19 ini, tunjangan JHT yang telah dikumpulkan BPJS menjadi sandaran utama bagi para pekerja baik buruh pabrik ataupun perkantoran," kata Muzani dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2/2022). 

Muzani mengatakan, selama pandemi ada banyak orang yang telah mengalami PHK. Orang-orang yang terkena PHK ini otomatis akan sulit mencari pekerjaan kembali lantaran adanya angkatan kerja baru. Oleh sebab itu, kegunaan dana JHT menjadi tumpuan para korban PHK untuk menggunanakan uang tersebut guna menjajaki dunia usaha kecil seperti UMKM. 

"Ketika pandemi melanda, maka aktivitas dan produktivitas pabrik maupun perkantoran berkurang yang kemudian menyebabkan pendapatan perusahaan menurun. Maka PHK menjadi pilihan para pengusaha. Begitu seseorang tidak bekerja di perusahaan atau di pabrik, dia akan sulit mencari pekerjaan kembali karena sudah ada angkatan kerja baru dengan semangat yang lebih fresh dan upah yang tentu lebih minim," ujarnya.

"Sehingga dana JHT menjadi penting bagi mereka untuk dicairkan dan digunakan sebaik mungkin untuk bertahan hidup tanpa pekerjaan. Jadi jelas, kebijakan dari Permenaker ini tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi," imbuhnya. 

Menurut Muzani, pemerintah mestinya mengeluarkan kebijakan bagi para korban PHK di masa pandemi ini. Seperti pelatihan keterampilan berusaha bagi mereka yang berminat menjajaki dunia UMKM. Kebijakan pencairan dana JHT sebesar 30 persen dari peserta BPJS yang sudah menggunakannya selama 10 tahun bukan solusi tepat. 

"Mestinya orang-orang yang terkena PHK menjadi fokus pemerintah untuk diberdayakan, sehingga menjadi energi baru bagi pertumbuhan kegiatan perekonomian kita. Karena yang disebut pensiun itu bukan hanya faktor usia, tapi pensiun adalah berhentinya orang-orang pekerja dari aktivitas pekerjaannya, maka itu ada istilah pensiun muda dan pensiun tua," ungkapnya. 

 

In Picture: Aksi Buruh Tuntut Pencabutan Omnibus Law

Sejumlah massa buruh melaksanakan aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/2/2022). Aksi tersebut menuntut pencabutan omnibus law dan menggugat putusan gubernur mengenai penetapan upah minimum. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Berbeda dengan sikap Fraksi Gerinda, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, mendukung keputusan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terkait JHT sebagaimana termaktub dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Nihayatul menilai skema JHT dalam Permenaker itu telah sesuai amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

"Hemat saya Permenaker No 2/2022 ini sudah tepat, sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan seperti UU SJSN. Lagi pula kalau jaminan hari tua diambilnya sebelum waktu pensiun tiba ya bukan JHT namanya, tapi jaminan hari muda," kata Ninik kepada Republika, Senin (14/2/2022).

Perempuan yang akrab disapa Ninik tersebut mengatakan, jika skema JHT tidak diubah alias tetap dengan skema saat ini, justru menurutnya hal tersebut bertabrakan dengam ketentuan perundang-undangan. Ia menyebut, pasal 37 ayat (1) UU SJSN yang menyatakan bahwa manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.

"Nah kalau belum masa pensiun sudah bisa dicairkan, apa itu tidak melanggar undang-undang? Padahal di UU SJSN itu kan sudah jelas JHT hanya bisa dicairkan ketika pensiun, atau meninggal dunia atau cacat total tetap walaupun belum usia pensiun," ucapnya.

Ninik yang merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sama seperti Menaker Ida Fauziyah, meminta agar para pekerja untuk menahan diri dan tidak terbuai dengan kabar yang belum jelas keabsahannya. Dirinya juga mengimbau agar masyarakat tidak asal mengiyakan informasi yang belum jelas kebenarannya. 

"Saya yakin juga pemerintah sudah mempertimbangkan matang kenapa perlu menerbitkan Permenaker No. 2/2022," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo. Rahmad meyakini pemerintah sebelum menyusun peraturan menteri, pasti sudah melalui sebuah rangkaian diskusi dengan para ahli, maupun pengamat, dan akademisi.

"Pemerintah menjalankan berdasarkan amanah undang-undang, tidak ada yang salah. Mosok amanah undang-undang merugikan pekerja, kan tidak ada," tegasnya.

Ia mengatakan, dalam amanah UU SJSN dijelaskan bahwa pembayaran JHT berdasarkan amanah dibayarkan saat pekerja memasuki usia pensiun. Sedangkan, turunannya adalah usia pensiun adalah 56 tahun.

Baca juga : Persoalkan Permenaker, Puan: Ingat JHT Itu Bukan Dana Pemerintah

"Maksud dan tujuan dari ketentuan ini UU maupun yang disampaikan pemerintah dalam rangka untuk memberikan perlindungan pada saat sudah usia pensiun sudah tidak bisa produktif bekerja diharapkan bisa ada nilai tambah yg diambil melalui dana yang dibayarkan kepada BPJS dan dikelola dalam bentuk investasi itu sehingga hasilnya akan jadi besar  bisa dimanfaatkan untuk usaha misalnya untuk keperluan yang lain. Artinya nilai tambahnya akan berkali lipat," terang politikus PDIP itu. 

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari menjelaskan, JHT bertujuan untuk menjamin masa tua para pekerja. Karena itu, dalam ketentuan terbaru, dana JHT baru bisa dicairkan ketika pekerja memasuki masa pensiun alias usia 56 tahun, mengalami cacat permanen, dan meninggal dunia. 

Dita pun memahami keluhan pekerja yang tak bisa lagi mencairkan JHT-nya ketika menjadi korban PHK. Hal ini, kata dia, bisa diatasi dengan adanya program baru, yaitu JKP. 

"Dulu JKP tidak ada, maka wajar jika dulu teman-teman yang ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT," ujar Dita lewat akun Twitter-nya. Dita telah mengizinkan Republika mengutip cuitannya itu, Ahad (13/2/2022). 

Dita mengatakan, manfaat program JKP itu berupa uang tunai, pelatihan kerja gratis, dan akses lowongan kerja. Di sisi lain, korban PHK tentu akan menerima pesangon dari pihak perusahaan. 

Keberadaan JKP dan pesangon itulah, kata Dita, yang jadi pertimbangan Kemenaker menunda pencairan JHT hingga usia 56 tahun. JHT dikembalikan kepada tujuan dasarnya untuk perlindungan pada hari tua sebagaimana tercantum dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 

Baca juga : Soal JHT, Anggota DPR: Masih Belum Puas Juga Membuat Buruh Susah

"Kalau tidak ada JKP, kami tidak akan mau menggeser situasi JHT (seperti) sekarang. Tapi karena sudah ada JKP plus pesangon, ya dibalikin untuk hari tua," ujarnya. 

Kemenaker berencana melakukan sosialisasi terkait ketentuan ini. 

"Dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan serikat pekerja/serikat buruh," ujar Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap dalam siaran persnya, Ahad (13/2/2022). 

Sebelumnya, pada 2 Februari 2022, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meneken Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Aturan ini menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai masa pensiun (usia 56 tahun), mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia. 

Masih dalam ketentuan tersebut, pekerja yang menjadi korban PHK, atau mengundurkan diri dari pekerjaannya, juga akan menerima JHT saat usia 56 tahun. 

Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang juga mengatur manfaat JHT, dinyatakan bahwa dana bisa dicairkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.

 

Bantuan gaji pekerja - (Tim infografis Republika)

 
Berita Terpopuler