Larangan Jilbab India dan Siasat Apartheid, Inspirasi dari Nazi Jerman?

Larangan jilbab di India mencermikan Islamofobia yang membahayakan

AP Photo/Altaf Qadri
Pelajar Muslim India memegang plakat saat mereka meneriakkan slogan-slogan selama protes menentang pelarangan gadis Muslim mengenakan jilbab menghadiri kelas di beberapa sekolah di negara bagian Karnataka, India selatan, di New Delhi, India, Selasa, 8 Februari 2022. Staf sekolah menengah dan pihak berwenang menuduh gadis-gadis itu menentang aturan seragam tetapi para siswa mengatakan mereka kehilangan hak yang dijamin secara konstitusional untuk mempraktikkan keyakinan mereka.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, KARNATAKA – Larangan pakaian keagamaan di sekolah-sekolah di negara bagian Karnataka, India selatan, telah memicu kemarahan dan protes di seluruh negeri. Kasus bermula pada Januari lalu, saat enam orang siswa Muslim melakukan protes karena ditolak masuk ke sekolah menggunakan jilbab. 

Baca Juga

Pada 4 Februari lalu, kejadian yang sama berlaku pada Aysha Nourin dan teman-temannya, yang tiba-tiba dipanggil ke aula. "Kami diminta untuk melepas jilbab atau kami tidak akan diizinkan masuk ke kelas. Ini mengejutkan. Kami belum pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya," kata Nourin, yang belajar di perguruan tinggi di Kundapura, Karnataka, dikutip di TRT World, Sabtu (12/2/2022). 

Beberapa perguruan tinggi lain di negara bagian itu mulai dilaporkan menolak masuknya siswa yang mengenakan jilbab. Muncul tekanan dari kelompok Hindutva yang telah meluncurkan kampanye anti-hijab dengan mengenakan selendang safron. 

Sejak itu, protes terhadap langkah tersebut meningkat di seluruh Karnataka. Mahasiswa terlihat memprotes, meneriakkan slogan-slogan dan memegang plakat di berbagai perguruan tinggi yang melarang masuknya mahasiswa yang mengenakan jilbab. 

"Hijab adalah bagian dari keyakinan kami. Saya merasa aman di dalamnya. Saya tidak tahu bagaimana orang terancam olehnya," kata Nourin. 

Protes terhadap larangan tersebut juga telah dilaporkan dari setidaknya empat negara bagian India lainnya, yaitu Benggala Barat, Uttar Pradesh, Telangana dan ibu kota New Delhi. 

Di berbagai tempat, sejumlah Hindu sayap kanan, yang mengenakan selendang dan topi safron, menghadapi pengunjuk rasa dan bentrok dengan polisi. Bahkan, terlihat massa yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dan aktivis muda dari berbagai organisasi Hindu sayap kanan melakukan pawai di seluruh Karnataka. 

Baca juga: Larangan Jilbab di India, Ketua MUI: Bahayakan Kemanusiaan dan Toleransi

Pada hari yang sama, sebuah video viral di media sosial di mana gerombolan Hindutva terlihat mengolok-olok seorang siswa Muslim Muskan Khan, ketika dia memasuki perguruan tinggi di distrik Mandya. 

Muskan berupaya menghadapi massa dan tetap memasuki kampus, dimana hal itu dipuji secara daring maupun di dunia nyata, atas keberaniannya. “Dia tidak punya siapa-siapa selain Allah SWT untuk dipanggil,” kata ayah Muskan, Mohammad Hussain Khan. 

Khawatir eskalasi ketegangan lebih lanjut, pemerintah mengumumkan penutupan segera semua sekolah dan perguruan tinggi di negara bagian itu. 

Ketua Menteri, Basavaraj S Bommai, dalam pernyataannya mengimbau seluruh siswa, guru dan manajemen sekolah meupun perguruan tinggi, serta masyarakat Karnataka, untuk menjaga perdamaian dan kerukunan. 

"Saya telah memerintahkan penutupan semua sekolah menengah dan perguruan tinggi selama tiga hari ke depan. Semua pihak terkait diminta untuk bekerja sama,” tulisnya. 

Ketika mendengar protes atas penggunaan jilbab di perguruan tinggi, pengadilan tinggi provinsi mengeluarkan perintah sementara yang menyerukan pembukaan kembali sekolah.

Namun, mereka bersikeras siswa tidak mengenakan pakaian keagamaan, sampai keputusan akhir diambil. Perintah itu semakin membuat marah mahasiswa yang memprotes dan aktivis hak asasi manusia di seluruh negeri. 

Seorang aktivis hak-hak Muslim dan Sekretaris Nasional Gerakan Persaudaraan, Afreen Fatima, menyebut kejadian ini sebagai perilaku apartheid. Ia menilai ada segregasi institusional yang terjadi terhadap Muslim, terutama Muslim yang taat. 

"Sekarang, ada laporan mahasiswa Muslim yang mengenakan hijab mendapatkan pembelajaran di ruang kelas yang terpisah,” kata Fatima. Hal ini merujuk pada insiden sebuah perguruan tinggi di Karnataka yang mengizinkan masuk siswa berhijab, tetapi di ruang kelas yang berbeda.

Baca juga: Kisah Puji dan Agus, Suami Istri yang Bersama-sama Masuk Islam

 

Dia melihat larangan jilbab di lembaga pendidikan sebagai bagian dari rencana yang lebih besar oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) sayap kanan yang berkuasa, untuk menjadikan Muslim sebagai "warga kelas dua" di negara itu. 

BJP dan RSS disebut mengambil inspirasi dari Nazi Jerman. Kala itu, orang Yahudi dipisahkan, diisolasi dan dianiaya. Lebih dari 130 kelompok feminis dan demokratis di 15 negara bagian India telah menyatakan solidaritas dengan para mahasiswa.

 

Sebuah pernyataan bersama yang didukung oleh kelompok-kelompok ini mengatakan mereka berdiri dalam solidaritas dengan wanita Muslim, terlepas mereka mengenakan jilbab atau tidak, agar diperlakukan dengan hormat dan menikmati hak sepenuhnya. 

Kritik lain muncul terhadap pemerintah India, yang merasa larangan jilbab adalah bagian dari agenda yang lebih besar dari BJP yang berkuasa. Mereka menuduh pemerintah secara aktif bersekongkol dan mempromosikan kebencian anti-Muslim. 

Baru-baru ini, berbagai simbol yang terkait dengan agama Islam telah diserang di negara ini. Ada petisi yang menyerukan pelarangan adzan, sedangkan masyarakat juga dilarang melaksanakan sholat Jumat di beberapa tempat yang telah ditentukan. 

“Semua simbol dan perwujudan fisik dari keyakinan Islam sedang diserang. Ini untuk mendorong umat Islam keluar dari ruang publik, mendorong mereka ke dalam ghetto mereka, menyangkal hak-hak mereka,” kata Fatima. 

Mantan kepala Amnesty International di India, Aakar Patel, percaya negara bagian India melegitimasi, mendorong dan mengalihkan kekerasan terhadap Muslim di negara itu.

"[Larangan] hijab harus dilihat dari perspektif itu. BJP dan [Perdana Menteri] Modi percaya pada ideologi Hindutva yang mengekspresikan dirinya, terutama dalam bentuk kebencian terhadap Muslim," kata Aakar.

Baca juga: Pidato Guru Besar Hamid Fahmy Zarkasyi: Pandangan Hidup Inspirasi Peradaban Islam

Meski demikian, BJP mengatakan ada agenda tersembunyi di balik seluruh kontroversi. Kepala Juru Bicara BJP di Karnataka, Ganesh Karnik, menyebut gadis-gadis berhijab ini telah dilatih dan dikondisikan untuk mengangkat isu-isu semacam itu atas nama kebebasan memilih dan beragama. 

"Ada norma dan pedoman tertentu dari sekolah yang harus diikuti siswa. Selama masuk ke perguruan tinggi ini, mereka telah menandatangani dokumen yang mengatakan mereka akan mengikuti aturan," kata dia. 

 

 

Sumber: trtworld 

 
Berita Terpopuler