Dewas KPK Diminta Beri Sanksi Tegas Terhadap Lili Pintauli Siregar

Lili Pintauli terbukti langgar kode etik dan pedoman perilaku sebagai pimpinan KPK.

ANTARA/Aprillio Akbar/rwa.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar (tengah). Pada Jumat (4/2/2022), Dewas KPK telah meminta klarifikasi IM57+ Institute atas pelaporan dugaan kebohongan publik yang dilakukan Lili.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha meminta Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sanksi tegas terhadap Lili Pintauli Siregar. Ia menilai, ada pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK tersebut dalam penanganan perkara Mantan Wali Kota Tanjung Balai, M Syahrial.

Praswad menjelaskan, organisasinya membuat laporan dugaan atas kebohongan publik karena Lili mengadakan konferensi pers untuk membantah pernah berkomunikasi dengan Syahrial sebagai pihak yang berperkara. Dikemudian hari, berdasarkan putusan Dewas KPK, Lili justru terbukti secara sah dan meyakinkan telah berkomunikasi dengan pihak berperkara tersebut.

"Hal ini menjadi dugaan pelanggaran etik menyebarkan informasi bohong kepada publik yang melandasi pelaporan tersebut," kata Praswad kepada wartawan, Jumat (4/2/2022).

Baca Juga

Praswad mengingatkan, kejujuran adalah nilai integritas yang dijunjung KPK selama ini. Menurutnya, sudah seharusnya Dewas KPK menindaklanjuti laporan dan memberi sanksi tegas terhadap Lili.

"IM57+ Institute meminta Dewas untuk memberi sanksi seadil-adilnya dan kami berharap Dewas KPK tidak menjadikan putusan perkara sebelumnya sebagai alasan untuk tidak menindaklanjuti laporan dugaan kebohongan publik," ujarnya.

Praswad juga meminta Dewas KPK menjalankan tugas sebagai otoritas tertinggi dan gerbang utama dalam menjaga integritas KPK. Ia mendesak agar Dewas KPK tegas dan tanpa tebang pilih dalam menangani pelanggaran-pelanggaran etik, apalagi yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

"Kewajiban dari Dewas adalah memeriksa setiap pelanggaran etik, melakukan pencarian bukti, dan menuntaskannya," kata Praswad.

Menurut Praswad, pembuktian tidak seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Sebab, Dewas KPK dibentuk dengan berbagai sumber daya untuk menjalankan fungsi yang telah ditetapkan.

Pada 30 Agustus 2021, Dewas KPK menyatakan Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sehingga dijatuhi sanksi berat. Lili dinilai telah menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK.

Hal itu diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b, yaitu mengenai menyalahgunakan jabatan dan pengaruh serta Pasal 4 ayat 2 huruf a, yaitu mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi. Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan, yakni sebesar Rp 1,848 juta.

Lili dinilai terbukti menggunakan kewenangannya sebagai pimpinan KPK kepada Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial agar membayar uang jasa pengabdian mantan Plt Direktur PDAM Tirta Kualo Ruri Prihatini yang merupakan saudara Lili. Ia juga menghubungi Syahrial melalui telepon dengan mengatakan,"Ini ada namamu di mejaku, bikin malu Rp 200 juta masih kau ambil".

Syahrial kemudian menjawab, "itu perkara lama Bu, tolong dibantulah". Lili lalu mengatakan, "Banyak berdoalah kau".

Lili bahkan merekomendasikan seorang pengacara bernama Arief Aceh seorang pengacara di Medan dengan memberikan nomor teleponnya. Lili juga tidak menceritakan komunikasinya dengan Syahrial kepada pimpinan KPK lainnya.

Sementara itu, Dewas KPK telah melakukan klarifikasi terhadap tiga orang anggota IM57+ Institut terkait pelaporan dugaan kebohongan publik yang dilakukan pimpinan Lili pada Jumat (4/2/2022). Saksi yang dipanggil adalah Benydictus Siumlala, Ita Khoiriyah, dan Rizka Anungnata.

 
Berita Terpopuler