Masih Ada Kusta di Antara Kita 

Masih ada enam provinsi dan 101 kabupaten/kota belum bebas dari kusta.

Antara/Fikri Adin/c
Aksi damai memperingati hari kusta internasional di Jakarta (ilustrasi).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Antara

Baca Juga

Kementerian Kesehatan menyatakan, masih terdapat enam provinsi di Indonesia yang belum bebas dari penyakit kusta. Secara rata-rata, ada satu penderita kusta per 10 ribu penduduk di enam provinsi yang berada di kawasan timur Indonesia. Indonesia pun masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor tiga di dunia, setelah India dan Brasil. 

“Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, kompleks, dan memerlukan perhatian semua pihak. Saat ini, masih ada enam provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam siaran persnya, Kamis (3/2/2022). 

Enam provinsi itu adalah Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Di tingkat kabupaten/kota, total masih ada 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta. 

"Prevalensi kusta di keenam provinsi tersebut masih di atas 1/10.000 penduduk," kata Dante. Alhasil, 

Pada 2021 saja, kata dia, ada 7.201 penderita kusta baru. Adapun, proporsi pasien dengan kecatatan mencapai 84,6 persen. 

 

 

Berdasarkan data Kemenkes, kecacatan tubuh yang dialami pasien kusta menunjukkan adanya keterlambatan dalam penanganan penyakit kusta dengan persentase 15,4 persen. Sementara itu proporsi kasus kusta baru pada anak sebesar 10,9 persen dari target kurang dari 5 persen yang tersebar di 27 provinsi dan proporsi kasus baru cacat 5,15 persen tersebar di 21 provinsi.

Untuk diketahui, kusta merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae). Gejala yang ditimbulkan berupa bercak putih dan merah, tapi tidak ada rasa gatal dan sakit.

Karenanya, penderita kusta sering kali tidak menyadarinya. Padahal penyakit kusta berpotensi menimbulkan kecacatan apabila tidak segera diobati.

Dante mengatakan, pihaknya menargetkan eliminasi kusta di seluruh provinsi tercapai pada 2024 mendatang. Tapi, pencapaian target itu dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya adalah stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta dan keluarganya. 

Akibat stigma itu, pasien kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, dikucilkan oleh lingkungan, ditolak di fasilitas umum, bahkan ditolak fasilitas pelayanan kesehatan. Alhasil, penderita semakin sulit dideteksi dan diobati. Padahal, kata Dante, deteksi dini dan pengobatan segera penderita kusta sangatlah penting.

"Kecacatan akan terjadi jika gejala atau manifestasi kusta tidak diobati segera. Akibat lainnya, timbul permasalahan ekonomi dan stigmatisasi pada penderita serta keluarganya,” ujarnya. 

Sementara itu, Sri Linuwih Menaldi dari Persatuan Dokter Kulit dan Kelamin Indonesia menyebut bahwa, stigma dan diskriminasi terhadap pasien kusta masih akan terus terjadi. Untuk itu, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan memiliki disabilitas baik itu mata, tangan, kaki perlu diberdayakan agar kualitas hidupnya jadi lebih baik.

“Pasien kusta tidak hanya fisiknya yang sakit, mentalnya juga sakit, jadi mereka perlu diberdayakan untuk mengikis stigmanya, kita pasti bisa,” kata Sri.

 

 

Salah satu daerah yang peduli akan pentingnya deteksi dini penderita kusta, adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas, Kalimantan Tengah. Pada akhir tahun lalu, Pemkab Kapuas, mengoptimalkan Puskesmas dalam pencegahan dan deteksi dini penyakit kusta, salah satunya Puskesmas Melati bekerja sama dengan Pemerintahan Kelurahan Selat Utara, Kecamatan Selat.

"Kami beserta petugas dari Puskesmas Melati, melakukan pendataan terhadap warga di Rukun Tetangga (RT) 10, Kelurahan Selat Utara, yang bergejala awal mengarah ke penyakit kusta," kata Lurah Selat Utara, Rahmat M Noor di Kuala Kapuas.

Satu persatu rumah warga didatangi petugas untuk melakukan pendataan dan menanyakan beberapa gejala awal yang mengarah ke penyakit kusta. Apabila ditemukan gejala yang mengarah ke penyakit kusta, akan dilakukan penanganan dengan segera agar tidak menyebar.

Pendataan terhadap warga di Kelurahan Selat Utara dilakukan dalam rangka upaya pencegahan penyakit kusta. Selain itu, menindaklanjuti surat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas perihal pelaksanaan kegiatan ICF kusta dan Frambusia di Kabupaten Kapuas 2021.

"Warga di RT 10 Kelurahan Selat Utara, sangat menyambut baik kegiatan tersebut, untuk melakukan tindakan deteksi dini terhadap warga kami, sehingga dapat mengetahui kesehatan warga," katanya.

Harapannya, dengan dilaksanakan pendataan tersebut, warga di Kelurahan Selat Utara bisa terbebas dari penyakit kusta. Pencegahan dilakukan agar penyakit itu tidak sampai muncul.

"Kami menyampaikan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas, dan Puskesmas Melati yang telah melakukan pendataan awal terhadap warga di Kelurahan Selat Utara," ucap Rahmat M Noor.

Sementara itu, Rohani, salah satu warga RT 10 Kelurahan Selat Utara mengaku senang petugas kesehatan mengunjungi rumahnya untuk melakukan pendataan kesehatan masyarakat setempat. "Kami tentunya sangat menyambut baik pendataan ini, sehingga kami bisa tahu penyakit-penyakit yang diderita. Harapan kami, pendataan terhadap warga untuk kesehatan terus berlanjut," demikian Rohani.

Terpisah di Pulau Jawa, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo pun mendorong penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap para penyandang penyakit kusta di provinsi setempat.

"Untuk menghapus stigmatisasi dan diskriminasi tersebut diperlukan peran dari seluruh sektor," kata dia di Semarang, belum lama ini.

Ia mengungkapkan berdasarkan data pada periode 2019-2021, indikator capaian penanggulangan kusta di Jawa Tengah terus membaik. Namun, masih butuh peningkatan agar penyakit kusta benar-benar bersih.

"Tadi ada dua penyintas kusta kami minta bercerita bagaimana kondisi sakit, perawatan, peran pemerintah, serta respons keluarga dan masyarakat. Ternyata stigmatisasi masih ada sehingga diskriminasi sering muncul. Itu butuh literasi dan kita dorong untuk dihapuskan," ujarnya.

Sejauh ini, lanjut dia, dari 34 kabupaten/kota di Jawa Tengah, hanya menyisakan Kabupaten Brebes yang masih belum mencapai eliminasi. Menurut dia, Brebes merupakan satu daerah yang menjadi perhatian terkait penanggulangan penyakit kusta.

"Kami cek masih ada satu kabupaten di Jawa Tengah yaitu Brebes untuk didorong. Brebes itu memang gede banget dan complicated, maka mesti diberikan bantuan dari kelompok masyarakat terutama yang peduli kusta," katanya.

Orang nomor satu di Jateng itu berharap, stigma dan diskriminasi terhadap penyintas kusta bisa dihilangkan, maka dibutuhkan rekomendasi atau metodologi untuk memperbaiki. Dalam pelacakan dan pencarian kasus bisa menggunakan teknologi, juga lebih terbuka dengan berbagai media untuk pelaporan sehingga penyintas mau dan tidak malu untuk melapor.

"Kalau dulu kita mencari dan orang yang dicari tidak mau mengaku. Jauhi penyakitnya bukan orangnya karena penularan butuh intensitas tinggi, butuh jangka waktu lama dan intensitas ketemu tinggi," ujarnya.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan penanggulangan kusta antara lain pencarian kasus yang lebih intens, komunikasi dengan masyarakat dan puskesmas untuk deteksi secara langsung.

"Pemerintahan sampai level desa serta RT/RW bisa melaporkan kasus. Deteksi dini memang perlu maka kita butuh memberikan indikator atau gejala awal sehingga bisa cepat diketahui," kata Ganjar.

 

Doa Penangkal Wabah Penyakit - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler