Inggris Waspada Ancaman Serangan Siber Rusia

Inggris peringatkan organisasi besar untuk meningkatkan ketahanan keamanan siber

Reuters
Keamanan Siber. Ilustrasi
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris pada Jumat (28/1) memperingatkan perusahaan besar untuk meningkatkan pertahanan terhadap kemungkinan serangan siber Rusia karena ketakutan Barat semakin dalam bahwa Presiden Vladimir Putin akan memerintahkan pasukannya untuk mencaplok bagian lain dari Ukraina.

Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris (NCSC) memperingatkan sejumlah organisasi besar untuk meningkatkan ketahanan keamanan siber, di tengah ketegangan di perbatasan Rusia-Ukraina. Direktur Operasi NCSC, Paul Chichester, mengatakan, NCSC telah mengamati pola kejahatan Rusia di dunia maya.

"Selama beberapa tahun, kami telah mengamati pola perilaku jahat Rusia di dunia maya," ujar Chichester.

Awal bulan ini, sebuah serangan siber telah memperingatkan warga Ukraina untuk menghadapi ketakutan dan situasi yang terburuk. Ukraina mengatakan, Moskow berada di balik serangan siber itu.

 "Insiden di Ukraina memiliki ciri khas aktivitas Rusia serupa yang telah kami amati sebelumnya," kata Chichester.

Ahli mata-mata Inggris mengatakan, Rusia menjadi ancaman langsung terbesar bagi Barat. Namun dominasi teknologi jangka panjang yang dipegang oleh Cina menimbulkan masalah yang jauh lebih besar.

 "Organisasi Inggris sedang didesak untuk meningkatkan ketahanan keamanan siber mereka dalam menanggapi insiden siber berbahaya di sekitar Ukraina," kata Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris.

Menurut Belfer Center di Harvard's Kennedy School, peringkat kekuatan ofensif dunia maya teratas dunia adalah Amerika Serikat, Inggris, Rusia dan Cina. Peringkat ini disusun pada 2020.

Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris telah berulang kali memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin agar tidak menyerang Ukraina. Rusia telah mengerahkan sekitar 100 ribu tentara di dekat perbatasan Ukraina.

Para pejabat Rusia mengatakan, Barat mempunyai ketakutan terhadap Rusia atau Russophobia. Para pejabat tersebut mengatakan, Barat tidak memiliki hak  mengatur Moskow untuk bertindak, ketika NATO memperluas aliansinya ke arah timur setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991 serta membuat kekacauan di Irak dan Suriah.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler