Penggunaan Hadits Lemah, Ini Tiga Pendapat Ulama

Ada tiga pendapat ulama terkait penggunaan hadist lemah.

MGROL100
Ilustrasi Hadist
Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTAA -- Para ulama sepakat bahwa hanya hadits shahih yang dapat digunakan untuk menetapkan masalah akidah dan bahwa hadits yang dicela atau dibuat-buat tidak boleh digunakan untuk tujuan apapun. Oleh karena itu, para ulama berbeda pendapat tentang apakah hadits yang lemah dapat digunakan untuk menetapkan keutamaan perbuatan baik, misalnya hadits yang menganjurkan shalat, zakat, dan hal-hal lain yang sudah ditetapkan dalam Islam.

Baca Juga

Melansir laman aboutislam.net, Jumat (21/1/2022) di bawah ini adalah tiga pandangan tentang masalah ini:

 

 

Pertama, hadits yang lemah dapat digunakan secara bebas untuk menetapkan keutamaan perbuatan.

Ini secara luas dianggap sebagai pendapat mayoritas tentang masalah ini. Cendekiawan dan ahli hukum hadis terkenal , An Nawawi menulis dalam pendahuluan Empat Puluh Hadisnya, "Para ulama sepakat bahwa hadits- hadits lemah yang hanya berbicara tentang kebajikan perbuatan dapat dikutip."

Ulama yang berpandangan ini berpendapat bahwa ketika isi  teks hadits tidak berimplikasi pada masalah doktrin atau hukum agama, tingkat ketelitian dalam menentukan keasliannya tidak terlalu berat.

Ketika sebuah hadits hanya berbicara tentang berkah yang diterima dengan melakukan perbuatan baik yang sudah mapan seperti shalat, puasa atau kebaikan kepada tetangga, maka itu tidak memperkenalkan sesuatu yang baru dalam agama, tetapi hanya mendorong praktik keagamaan yang sehat.

Hadits semacam itu tidak menyatakan hal-hal yang halal atau haram, melainkan menegaskan apa yang sudah ditetapkan oleh iman.

 

 

Kedua, hadits yang lemah ringan tidak bisa digunakan untuk apapun

Ini adalah pendapat Imam Muslim, penyusun Sahih Muslim, perawi hadis kedua yang paling dapat diandalkan. Dia menulis dalam pengantarnya untuk hal itu, Sangatlah penting bagi setiap orang untuk membedakan riwayat yang shahih dari yang tidak shahih, dan perawi yang dapat dipercaya dari mereka yang meragukan.Hal ini untuk menghindari meriwayatkan selain dari yang shahih dari sumbernya. 

Pendapat ini telah dikaitkan dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Cendekiawan Hanbali Ibn Muflih menulis,

"Dikaitkan dengan Imam Ahmad bahwa dia tidak akan pernah menggunakan hadits yang lemah untuk menetapkan keutamaan perbuatan baik atau perbuatan baik." ( Al-Adab asy-Shar`iyyah , 2/304). Ini juga merupakan pandangan yang dianut oleh ibnu Hazmi. 

 

Ketiga

Hadits yang lemah ringan dapat digunakan untuk mendorong perbuatan baik jika kondisi tertentu terpenuhi.Kondisi ini disebutkan oleh ibnu Hajar al-`Asqalani bahwa hadits tidak boleh terlalu lemah. Seharusnya tidak menjadi narasi seseorang yang diketahui membuat banyak atau kesalahan yang sangat serius dalam narasi.

Ini tentu bukan narasi dari seseorang yang dituduh melakukan pemalsuan yang disengaja. Hadits harus membahas sesuatu yang sudah ditetapkan secara tegas dan umum dalam Hukum Islam. Itu tidak bisa dengan cara apa pun membangun sesuatu yang baru. 

 

Orang-orang yang mengamalkan hadits tidak boleh menumbuhkan keyakinan yang kuat di dalam hati mereka bahwa apa yang dikatakan hadits itu benar. Mereka harus menyadari kemungkinan bahwa Nabi mungkin tidak mengucapkan kata-kata itu, dan mereka harus berhati-hati untuk menyebut bahwa Nabi sesuatu yang tidak dikatakannya.n 

 
Berita Terpopuler