Sektor Pangan Berkontribusi Besar ke Ekonomi, Bagaimana dengan Industri Gula?

Industri gula masih hadapi persoalan rendahnya produksi dan pendanaan

Dok. Kementerian BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) saat meninjau PT Industri Gula Glenmore (IGG) yang dikelola PT Perkebunan Nusantara XII di lahan seluas 102,4 ha di Desa Karang Harjo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. Industri gula masih hadapi persoalan rendahnya produksi dan pendanaan
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir meminta kegiatan National Sugar Summit (NSS) dapat merumuskan hasil keputusan yang nyata sebagai bagian dari transformasi ekosistem pangan.

Baca Juga

"Saya berharap BUMN yang bergerak di industri gula harus terus ditingkatkan dan mengedepankan kolaborasi dan menjadi motor penggerak di industri gula nasional," ujar Erick dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (17/1).

Sementara itu PT RNI (Persero) atau ID Food bersama Asosiasi Gula Indonesia (AGI) dan Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) menyampaikan sejumlah rumusan arah dan kebijakan industri gula nasional ke depan.

Direktur Utama ID Food sekaligus Ketua Dewan Pengarah AGI Arief Prasetyo Adi mengatakan terdapat beberapa hasil rumusan bersama AGI dan IKAGI, di antaranya resiliensi sektor pangan di era pandemi mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional dengan pertumbuhan sebesar 14 persen yang mana subsektor perkebunan menyumbang 26,5 persen terhadap  PDB Pertanian secara keseluruhan.

"Di bidang pergulaan, upaya peningkatan perlu terus ditingkatkan melalui perluasan lahan, revitalisasi sarana produksi, kemitraan dan sinergi BUMN. Selain itu, pembentukan Holding Pangan diharapkan dapat terus bersinergi dengan Pemangku Kepentingan dalam menciptakan ekosistem pangan nasional, termasuk memberdayakan BUMDES untuk meningkatkan nilai tukar petani tebu," ujar Arief. 

Kata Arief, rumusan lainnya melalui penyediaan lahan tebu untuk pengembangan areal, disamping melalui kemitraan dengan petani tebu, juga dimungkinkan untuk memanfaatkan lahan Area Penggunaan Lain (APL), lahan HGU, lahan hutan Produksi/Perhutani/Inhutani dan lahan adat/ulayat.

Menurut Arief, para pelaku industri gula menilai isu Industri gula nasional yang masih dihadapi antara lain produktivitas yang rendah dikisaran 72 ton per hektare; rendemen tebu rendah di kisaran 7,30 persen; dan tidak tercapainya optimalisasi kapasitas giling khususnya PG-PG di Jawa karena pasokan tebu yang kurang, keterbatasan kemampuan pendanaan dan inefisiensi produksi. 

baca juga: Relawan Perkenalkan Erick Thohir ke Nelayan Cirebon

Untuk itu, lanjut Arief, para pelaku industri gula baik Asosiasi maupun BUMN yang bergerak di industri gula baik ID Food maupun PTPN III perlu melakukan transformasi dalam upaya menciptakan ekosistem gula yang terintegrasi melalui sinergi Industri gula dalam mengoptimalisasi lahan tebu.

Selain itu peningkatan peran petani tebu rakyat melalui perbaikan atau redesign hubungan kemitraan, penerapan inovasi dan teknologi future practices berbasis teknologi digital sepanjang rantai nilai industri gula, serta dukungan kemampuan pendanaan bagi Industri gula, antara lain dengan mengimplementasikan PP No. 24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan. 

"Isu lainnya juga terkait dukungan kelancaran penyediaan pupuk, benih tebu unggul, dan alsintan, peningkatan diversifikasi dan hilirisasi produk gula dan turunannya," ucap Arief.

Dalam penguatan ketahanan pangan khususnya pada industri gula di Indonesia, Arief menambahkan hasil rumusan dengan para pelaku industri gula perlu dukungan dari lembaga riset dalam pengembangan varietas unggul sesuai tipologi lahan yang memiliki potensi produktivitas dan rendemen yang tinggi disertai program sosialisasi dan pemberian insentif kepada pabrik gula dan petani untuk melakukan perubahan varietas sesuai rekomendasi hasil uji.

Selain dukungan lembaga riset, ucap Arief, perlu dikembangkan aplikasi sistem berbasis teknologi digital untuk memperkirakan produksi dan permintaan gula, produksi tanaman tebu dengan dukungan citra satelit dan citra drone di setiap tahap pertumbuhan tanaman di seluruh wilayah Indonesia dengan mempertimbangkan pengaruh cuaca dan iklim.

Sementara itu, Direktur Komersial ID Food Frans Marganda Tambunan mengatakan sebagai salah satu BUMN yang bergerak di industri gula, ID Food akan terus melakukan perbaikan kinerja dan pembenahan basic operation, baik di budidaya tebu maupun di pabrik pengolahan.

"Perbaikan ini dilakukan melalui pemurnian varietas penggunaan pupuk berimbang untuk meningkatkan produktivitas tebu perhektar. Perbaikan pada peralatan mesin juga dilakukan berkala untuk tetap menjaga performa giling tebu," ucap Frans.

Frans melanjutkan pada 2021 lalu, PT RNI, PTPN dan BUMN sektor lain seperti BRI, Perhutani, Pupuk Indonesia (PIHC), Askrindo dan Jasindo bersinergi melakukan kegiatan pertanian terpadu, yang melibatkan semua stakeholder di setiap mata rantai, mulai dari pemilihan lahan, jenis komoditi, pendampingan teknis budidaya, permodalan, pemasaran sampai pada asuransi pertanian 

dalam Program Makmur, dengan tujuan peningkatan produktivitas dan perbaikan kualitas produk serta peningkatan kapabilitas petani untuk mencapai kecukupan ketersediaan pangan.

Hasil musim giling tebu pada 2021, kata Frans, RNI mampu menurunkan biaya produksi gula menjadi Rp.9,890 per kg atau turun 6,2 persen dari musim giling 2020. "Pada musim giling 2022 ke depan, kami menargetkan efisiensi biaya produksi gula menjadi Rp 9.300 per kg," lanjut Frans.

 

Frans menyebut efisiensi ini akan dilakukan melalui perbaikan di sisi budidaya untuk meningkatkan potensi rendemen serta serta progran-program perbaikan di bidang tebang dan angkut tebu demikian juga kesiapan pabrik sehingga kelancaran giling dan pasokan tebu terus dapat dioptimalkan.

 
Berita Terpopuler