Jalan Berliku Teknologi 5G di Indonesia

Keberadaan jaringan 5G belum mulus, masih banyak kendala yang dihadapi.

BBC
jaringan 5G. ilustrasi
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Setyanavidita Livikacansera Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun lalu, tiga operator di Indonesia telah resmi meluncurkan layanan 5G secara komersial. Ketiga operator tersebut adalah Telkomsel, Indosat Ooredoo, dan XL Axiata. Ekspektasi dari hadirnya jaringan 5G pun kian tinggi, mengingat latensi dan kecepatan yang ditawarkan. Diharapkan, hadirnya 5G akan melahirkan pula berbagai implementasi teknologi solusi yang bermanfaat bagi pemu lihan ekonomi pada masa yang akan datang.

Baca Juga

Koordinator Standar Telekomunikasi Radio Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia Indra Utama menjelaskan, di 2022 ini pemerintah akan menyiapkan aturan tambahan soal pengelolaan jaringan 5G yang memuat lima aspek, yakni regulasi spektrum frekuensi radio, model bisnis, infrastruktur, ekosistem perangkat, dan talenta digital.

"Semua ini harus ada regulasinya. Karena, memang ada beberapa hal yang perlu regulasi yang mendukung seperti, misalnya model bisnis, spektrum, dan infrastruktur," ujar Indra dalam webinar Menapaki Masa Depan Komunikasi Data, Selasa (11/1).

Menurut dia, dalam implementasi 5G kolaborasi menjadi sangat penting. Dalam hal ini, Indra melanjutkan, adalah kolaborasi lima elemen atau pentahelix model, yang meliputi pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, media, akademisi, dan dunia usaha.

"Pemerintah dalam hal ini mendapatkan tata kelola 5G yang efisien dan terarah. Dunia usaha mendapatkan peluang partisipasi mengembangkan usahanya, akademisi mendapatkan ruang inovasi dan studinya yang dijadikan basis pemerintah dalam mengambil kebijakan, sementara masyarakat mendapatkan layanan 5G de ngan kualitas terbaik. Sedangkan, media mendapatkan akses pada informasi publik secara real-time," kata Indra.

Meski menjanjikan pengembangan dunia digital yang kian progresif, bukan berarti kehadiran 5G akan mulus tanpa tantangan dan hambatan. General Manager Networks Strategy Planning Telkomsel Christian G Gustiana mengatakan, implementasi jaringan 5G saat ini tidak bisa terlepas dari berbagai tantangan dan hambatan.

Penggelaran 5G yang ideal bagi industri masih terganjal sejumlah masalah. Salah satunya terkait ketersediaan spektrum. "Regulator harus berusaha secepat mungkin untuk menetapkan setidaknya 100 MHz per operator di mid-bands 5G pertama dan 800 MHz per operator di pita mmWave pertama untuk mendukung layanan 5G yang optimal," tambah Christian.

Saat ini, ia menambahkan, Telkomsel meng gunakan spektrum 2,3 dan 2,1 GHz, serta telah tersedia di sembilan kota, 10 klaster residensial, 10 hotspot, empat event nasional, dan internasional, termasuk World Superbike 2021, dan MotoGP 2022 Mandalika, PON XX Papua 2021, Pusat Industri Digital Indonesia 4.0, dan KTT G20 di Bali tahun ini.

 

 

Micro operator

Industri telekomunikasi di Indonesia, saat ini memang memiliki anomalinya tersendiri. Di tengah pesatnya digitalisasi, kondisi para operator di Indonesia justru semakin menantang untuk dijalani.

Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sarwoto Atmosutarno, menyoroti kondisi operator saat ini secara global dalam menghadapi 5G. "Bukan saja revenue yang terus turun, operator juga mengalami tekanan pada cashflow, peningkatan CAPEX untuk layanan yang terus meningkat, serta EBITDA margin yang stagnan," ungkapnya.

Pemerintah pun telah menetapkan kerangka Peta Jalan 5G Pokja Model Bisnis sebagai strategi implementasi 5G dari 2021 sampai 2024.

Adapun strategi itu meliputi implementasi 5G di ibu kota provinsi, destinasi wisata superprioritas, seperti Borobudur dan Mandalika, ibu kota negara baru dan di industri manufaktur. "Itu belum termasuk strategi implementasi microoperator, dengan sejumlah skenario termasuk ke pemilikan jaringan, kepemilikan frekuensi, operasional jaring an, elemen jaringan, aplikasi platform, dan penomoran," ujar Sarwoto.

Konsep micro operator digagas untuk membangun jaringan sel kecil lokal untuk penyampaian layan an yang disesuaikan. Pendekatan ini dapat membuka ekosistem bisnis komunikasi seluler 5G di masa depan untuk memungkinkan masuknya pendatang baru ke pasar.

Micro operator, Sarwoto menjelaskan, dapat membangun dan mengoperasikan infrastruktur komunikasi sel kecil dalam ruangan dan menawarkan layanan dan konten terkait konteks lokal untuk melayani kebutuhan spesifik berba gai sektor vertikal. Tujuannya, adalah melengkapi penawaran broadband seluler tradisional yang masih terbatas.

Sedikit berbeda, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dir jen SDPPI) Ke menterian Komunikasi dan Informatika, Ismail meng ung kapkan, meski di mung kinkan, lahirnya konsep micro operator untuk makin mengoptimalisasi pemanfaatan 5G, masih harus menunggu kajian yang le bih jauh. "Saat ini, pemanfaatan spektrum yang ada masih difokuskan agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh operator," ungkapnya, dalam webinar Digital Industri Forecast, yang digelar Rabu (12/1).

Saat ini, konsep micro operator memang telah dilakukan oleh beberapa negara atau perusahaan besar, seperti Mercedes Benz yang tertarik untuk mengembangkan 5G-nya sen diri karena ingin segera memetik manfaat dari teknologi yang dihadirkan. Namun, menurut Ismail, filosofi dari hadirnya micro operator di Indonesia bersifat 'pintu darurat'.

 

Konsep ini, kata Ismail, dimungkinkan apabila operator ternyata tidak bisa lagi meng atasi tingginya permintaan akan peman faatan 5G di masa yang akan datang. "Untuk saat ini, konsep yang sudah dikenal di Indonesia, adalah sharing spectrum, itu pun harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah," ujarnya.

 
Berita Terpopuler