Pakar Sindir Keras Hakim yang tak Menyasar Lili Pintauli dalam Kasus Suap di KPK

Pengungkapan peran Lili bisa dilakukan tanpa menjadikan Robin sebagai JC.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Stepanus Robin Pattuju bersiap menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/1). Majelis Hakim memvonis mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dengan hukuman 11 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara juga dibebankan mengembalikan uang Rp 2,32 miliar ke negara atau pidana tambahan selama dua tahun penjara setelah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan penerimaan suap pengurusan perkara di KPK. Republika/Thoudy Badai
Rep: Rizky suryarandika Red: Ilham Tirta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta, menilai majelis hakim semestinya mendalami keterangan eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju terkait oknum lain yang diduga terlibat suap penanganan perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menyayangkan KPK dan majelis hakim yang justru mengesampingkan keterangan tersebut.

Gandjar menilai Robin tak harus menjadi justice collaborator (JC) untuk menyeret oknum lain di KPK yang terlibat kasus suap penanganan perkara. Menurutnya, jaksa KPK dan majelis hakim bisa mendalami keterangam Robin terkait peran Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar yang sudah disebut dalam sidang.

"Robin dikabulkan atau tidak sebagai JC sebetulnya tidak (pengaruhi pengungkapan). Karena hakim dan JPU bisa mendalami beberapa keterangan Robin menyangkut Lili," kata Gandjar kepada Republika.co.id, Kamis (13/1).

Gandjar mempertanyakan alasan majelis hakim mengabaikan keterangan Robin soal Lili Pintauli. Ia tak sepakat dengan putusan majelis hakim yang menyebut hal itu tak relevan dengan kasus suap penanganan perkara di KPK.

"Tapi saya merasa hakim tidak berminat mendalami. Entah kenapa. Bahkan, sepatutnya keterangan Robin tentang keterlibatan Lili sudah bisa didalami sejak penyidikan," ujar Gandjar.

Selain itu, Gandjar menyindir sikap majelis hakim karena tak mengusut tuntas kasus suap penanganan perkara di mana berhenti pada terdakwa Robin saja dari KPK. Padahal menurutnya, majelis hakim sepatutnya mengolah fakta persidangan Robin agar terungkap perkara secara jelas dan gamblang.

"Saya kerap mendapati kenyataan di persidangan di mana hakim enggan mengembangkan perkara dengan alasan fokus pada perkara yang diadilinya saja. Padahal setiap keterangan/info/fakta harus didalami dalam rangka mendapatkan kebenaran materiil dan mengungkap tuntas suatu perkara," ujar Gandjar.

Baca Juga

Dalam sidang putusan Stepanus Robin dan Advocad Maskur Husain di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/1/2022), majelis hakim menolak permohonan Stepanus Robin menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. Anggota majelis hakim, Jaini Bashir, mengatakan, Robin dalam sidang pembacaan nota pembelaan ingin menjadi JC untuk membongkar peran Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar, dan pengacara Arief Aceh.

"Terhadap permohonan tersebut, majelis hakim berpendapat apa yang akan diungkapkan terdakwa tidak ada relevansinya dengan perkara a quo dan terdakwa juga adalah sebagai pelaku utama perkara ini sehingga majelis berpendapat permohonan terdakwa tersebut harus ditolak," kata Jaini.

Atas putusan tersebut, Robin mengaku kecewa. "Di satu sisi, saya menerima saya mengakui bersalah, tapi saya kecewa karena permohonan justice collaborator saya ditolak dengan alasan tidak relevan, padahal Bu Lili berhubungan dengan M Syahrial. Saya mengusul pengacara Maskur Husain, apa bedanya dengan dia mengusulkan Arief Aceh? Sama kok. Enggak relevannya di mana?" kata Robin seusai persidangan.

Adapun mengenai sosok Arief Aceh, Robin menyebut, merupakan pengacara yang punya perkara di KPK. "Setahu saya berdasarkan data yang dihimpun oleh tim kuasa hukum, dia (Arief Aceh) memang beracara di KPK. Dia mulai beracara ketika Bu Lili diangkat," kata Robin.

Berharap pada Kejakgung...

 

 

 

Penolakan JC Stepanus Robin membuat mereka banting setir. Pihak Robin tidak akan lagi mengandalkan KPK dan pengadilan kemarin untuk membongkar peran Lili Pintauli. Penasihat hukum Robin, Tito Hananta, menyatakan, kliennya akan menyerahkan sejumlah bukti untuk memperkuat laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Lili di Kejaksaan Agung.

Tito mengeklaim, bukti-bukti keterlibatan Lili dalam merekomendasikan advokat Arief Aceh kepada mantan wali kota Tanjung Balai, M Syahrial, sebenarnya telah diserahkan kepada majelis hakim dan jaksa KPK lewat pengajuan justice collaborator.

"Kami mendukung upaya laporan yang diajukan Mas Boyamin Saiman. Kami akan melengkapi data-data MAKI yang melaporkan masalah Ibu Lili ke Kejaksaan Agung. Karena kami sudah laporkan kepada KPK, tapi diabaikan," ujar Tito.

Bulan lalu, MAKI melaporkan Lili atas dugaan melanggar Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kedua pasal tersebut menyangkut larangan pimpinan KPK berkomunikasi dengan pihak-pihak berperkara ataupun yang telah ditetapkan tersangka.

 
Berita Terpopuler