Tuntutan Mati Herry Wirawan Jadi Jawaban Kegeraman Publik

Pemerkosaan yang dilakukan Herry Wirawan dianggap sudah di luar batas nalar manusia.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan digiring petugas menuju mobil tahanan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati, kebiri kimia dan membayar restitusi atau ganti rugi kepada seluruh korban sebesar Rp331 juta. Selain itu, JPU meminta majelis hakim untuk membekukan, mencabut dan membubarkan Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda dan Madani Boarding School serta menyita dan melelang harta kekayaan aset terdakwa. Foto: Republika/Abdan Syakura
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Arie Lukihardianti, M Fauzi Ridwan, Haura Hafizhah

Tuntutan hukuman mati bagi Herry Wirawan, terdakwa pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat, mendapatkan apreasiasi publik. Hukuman mati bagi Herry dianggap sesuai dengan harapan publik.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengapresiasi penegak hukum yang menyerap aspirasi masyarakat. "Saya kira penegak hukum telah menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dan yang lebih penting adalah bagaimana supaya vonisnya nanti betul-betul memberikan efek jera," kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Herry Wirawan (36 tahun) memperkosa 13 santriwati yang sedang menuntut ilmu di pesantren yang dia asuh. Pemerkosaan dia lakukan sejak 2016 di Pesantren Tahfidz Madani, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung. Sebagian korban bahkan sampai melahirkan anak. Korbannya bahkan termasuk kerabat istrinya sendiri, mengakibatkan istri Herry yang ketika itu sedang mengandung mengalami trauma hingga melahirkan anak dalam kondisi yang kurang sehat.   

Menurut Muhadjir, kasus pemerkosaan seperti yang dilakukan Herry tak melulu terjadi di pesantren. Tapi juga bisa terjadi lembaga pendidikan mana pun dan jenis apa pun.

Karena itu, dia meminta semua pihak untuk waspada tinggi terhadap kekerasan seksual dan kekerasan nonseksual terhadap anak. "Persoalan ini merupakan perhatian serius dari Presiden," ujarnya.

Apresiasi atas tuntutan hukuman mati Herry juga disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga. Ia mengaku bersyukur atas tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia terhadap Herry Wirawan.

"Terkait dengan kasus yang terjadi di Jawa Barat ini, kita patut bersyukur Kajati Jabar sudah turun langsung menjadi JPU. Mudah-mudahan nanti pengadilan, keputusan hakim, tidak berbeda dengan tuntutan daripada JPU," kata Bintang.

Menurut Bintang, tuntutan tersebut adalah sebuah langkah tepat dalam perkara kekerasan seksual. Tuntutan yang amat berat itu diharapkan dapat membuat pelaku jera dan membuat calon pelaku takut melakukan hal sama.

"Tuntutan yang diberikan kepada tersangka itu adalah tuntutan yang seberat-beratnya. Tidak hanya kebiri, juga hukuman mati, lalu kemiskinan kepada pelaku yang nantinya daripada aset yang diambil ini akan diperuntukkan kepada korban dan anak-anaknya," ujar Bintang.

Karena itu, Bintang mengapresiasi aparat penegak hukum yang telah menangani kasus Herry dan kasus kekerasan seksual lainnya. Sebab, aparat sudah menggunakan perspektif sama dalam menindak kejahatan seksu ini.

"Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya dalam penanganan kasus-kasus belakangan ini. Sinergi dan kolaborasi penegak hukum memberikan kacamata yang sama dalam penanganan kasus," ujarnya.

Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Jawa Barat yang juga istri Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Atalia Praratya, mengatakan tuntutan hukuman mati mewakili kegeraman publik sekaligus  menjawab keinginan publik. Tak hanya kasus ini, Atalia meminta kasus serupa juga harus ditangani dengan penanganan hukum yang sama.

"Berharap penegak hukum juga menangani kasus serupa dengan cara yang sama dan tuntutan seperti ini," katanya. Atalia berharap, dengan tuntutan dari pihak jaksa penuntut umum terhadap terdakwa Herry bisa menjadi efek jera agar kasus serupa tak terulang lagi.

Baca Juga

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Asep N Mulyana memberikan keterangan pers usai sidang tuntutan kasus pemerkosaan terhadap 13 santri dengan terdakwa Herry Wirawan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati, kebiri kimia dan membayar restitusi atau ganti rugi kepada seluruh korban sebesar Rp331 juta. Selain itu, JPU meminta majelis hakim untuk membekukan, mencabut dan membubarkan Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda dan Madani Boarding School serta menyita dan melelang harta kekayaan aset terdakwa. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Atalia pun mengajak seluruh pihak untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. "Kita tetap perlu bersama mengawal proses persidangan sampai hakim menjatuhkan hukuman yang seadil-adilnya pada terdakwa," katanya.

Atalia juga meminta, agar para korban kejahatan kekerasan seksual di Jabar berani bicara. "Harapannya masyarakat yang menjadi korban kejahatan kekerasan seksual untuk berani bersuara agar predator seks tidak merajalela," katanya.

Menurutnya, saat ini di sejumlah daerah tersingkap kasus kekerasan seksual yang juga mengindikasikan masyarakat, khususnya korban mulai berani untuk bersuara. Pihaknya terus melakukan pendampingan terhadap korban terus dilakukan dalam pendampingan dan penyembuhan trauma. "Masyarakat harus percaya, bahwa negara hadir untuk memberikan perlindungan dan pendampingan dengan baik terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban tindak kekerasan," katanya.

Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan tindakan Herry terhadap para santri berada di luar batas kewajaran. "Semua bisa sepakat apa yang dilakukan itu extra ordinary di luar batas kewajaran sehingga wajar tuntutan itu ada tuntutan mati," ujarnya.

Ia memahami apabila jaksa menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati. "Saya pikir wajar akhirnya jaksa menuntut mati ke HW. Saya sepakat saja karena kelakuannya sikapnya di luar batas nalar," ungkapnya.

Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad menanggapi tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia tersebut. Menurutnya, jika korban lebih dari satu orang dan mengalami trauma, gangguan alat reproduksi atau gangguan jiwa maka pelaku dapat dihukum mati. Hal ini berdasarkan Pasal 81 ayat 5 Undang-undang Perlindungan Anak.

"Hal ini semata-mata untuk memberikan efek jera tidak hanya untuk yang bersangkutan, tapi juga untuk orang lain yang ingin melakukan tindakan serupa sehingga kedepannya tidak ada lagi predator seksual yang melancarkan aksinya," katanya saat dihubungi Republika.

Kemudian, ia menjelaskan proses hukuman mati yang berlaku di Indonesia. Terdapat beberapa tata cara sebelum menembak mati seorang pidana. Pertama, diberikan pakaian yang bersih, sederhana dan berwarna putih sebelum ke tempat pelaksaan pidana mati.

Kedua, pidana didampingi oleh rohaniawan ke tempat eksekusi. Ketiga, dua jam sebelum pidana mati. Regu penembak sudah siap dengan 12 puncuk senjata api laras. Senjata itu ditaruh dengan jarak lima sampai 10 meter di depan terpidana yang akan ditembak.

Keempat, akan dilakukan pemeriksaan terhadap terpidana. Terakhir, regu penembak akan membidik pada jantung terpidana. Apabila setelah penembakan tersebut pidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa dirinya masih hidup.

"Komandan regu segera memerintahkan kepada bintara regu penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya tepat di atas telinganya," kata dia.

Kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati Herry Wirawan untuk dihukum mati saat persidangan di Pengadilan Negeri Bandung. Selain itu terdakwa diminta untuk dihukum kebiri kimia.

"Dalam tuntutan kami, kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati, sebagai bukti dan  komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," ujar Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana kepada wartawan seusai sidang di PN Bandung, Selasa (11/1/2022).

Selanjutnya, ia menuturkan pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk mengumumkan identitas terdakwa dan disebarkan kepada masyarakat. Selain itu hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia. "Kami juga meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas melalui pengumuman hakim dan hukuman tambahan tindakan kebiri kimia," katanya.

Asep menuturkan pihaknya meminta hakim juga agar terdakwa membayar Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan pidana penjara. Selain itu harus membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban sebesar Rp 331 juta lebih.

Herry Wirawan, terdakwa dugaan pemerkosaan belasan santriwati di Bandung, Jabar. - (Republika)






 
Berita Terpopuler