Pakar: Sekolah Harus Jadi yang Terakhir Tutup Saat Kasus Covid-19 Meningkat Lagi

Pemerintah diminta untuk mencari solusi agar sekolah bisa tetap buka.

AP
Guru harus sudah divaksinasi dan tetap menggunakan masker saat mengajar di kelas. Pakar kesehatan Inggris ingatkan pemerintah untuk mendukung sekolah agar bisa tetap buka ketika kasus Covid-19 naik.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dapat menyebar di mana saja. Meski begitu, sejumlah ahli berpendapat bahwa sekolah harusnya menjadi yang paling awal buka dan paling terakhir ditutup andaikan ada pengetatan aktivitas masyarakat, seperti lockdown yang pernah diberlakukan di Inggris.

Menurut Prof Russel Viner, harus ada solusi agar sekolah bisa tetap buka di tengah pandemi Covid-19. Sebagai pakar Scientific Advisory Group for Emergencies (SAGE), Prof Viner mengatakan, penutupan sekolah yang berkepanjangan memang ditujukan untuk menyelamatkan kesehatan anak-anak.

Baca Juga

Akan tetapi, Prof Viner menyebut, sekolah juga harus didukung dengan sumber daya agar dapat tetap buka jika kasus Covid-19 meningkat lagi. Saat ini, setengah dari sekolah di Inggris tengah kesulitan mendapatkan guru di tengah banyaknya staf yang absen.

Pernyataan Prof Viner muncul setelah serangkaian penelitian yang sangat positif menunjukkan bahwa gejala yang ditimbulkan omicron lebih ringan daripada varian lainnya. Laporan resmi pertama Inggris mengungkapkan bahwa risiko rawat inap akibat omicron adalah 50-70 persen lebih rendah dibandingkan delta.

Di samping itu, vaksin booster Covid-19 juga mampu melindungi dari omicron dan menawarkan kesempatan terbaik untuk melewati pandemi. Pejabat kesehatan telah berulang kali mengatakan hal ini.

Viner yang merupakan profesor dari University College London itu mengklaim bahwa penutupan sekolah akan membawa "risiko tinggi" bagi anak-anak. Dalam tulisannya untuk British Medical Journal, ia mengungkapkan, ada bukti jelas bahwa penutupan sekolah terkait pandemi membahayakan anak-anak.

Penutupan sekolah yang berkepanjangan, menurut Prof Viner, membawa risiko tinggi bagi kesehatan mental yang buruk, obesitas, dan pelecehan anak. Hal itu juga membuat anak kehilangan aktivitas pembelajaran.

"Studi Kesehatan Mental Anak dan Remaja Nasional (Inggris) menunjukkan bahwa kemungkinan gangguan kesehatan mental pada anak-anak dan remaja Inggris meningkat, semula satu dari sembilan menjadi 1 dari 6 selama pandemi," kata Prof Viner yang merupakan pakar kesehatan anak dan remaja.

The National Child Measurement Programme menemukan obesitas anak di Inggris meningkat 4,5 persen sepanjang 2019-2020. Lebih lanjut, Prof Viner mengatakan, penutupan sekolah mengurangi terkuaknya kasus anak-anak yang rentan.

"Rujukan medis untuk perlindungan anak merosot 36-39 persen selama pandemi," ujar mantan presiden Royal College of Pediatrics and Child Health itu.

Prof Viner mengingatkan, anak-anak sedang berada pada periode perkembangan otak dan kognitif. Kehilangan pembelajaran selama pandemi tidak dapat dikompensasikan begitu saja dengan mengejar ketertinggalan di lain waktu.

"Kelak, itu akan berkontribusi pada tingkat kesehatan dan harapan hidup yang lebih rendah dalam jangka panjang," ucap Prof Viner.

Menurut Prof Viner dan rekan, bukti yang menguatkan argumentasi penutupan sekolah dapat mengurangi transmisi Covid-19 termasuk "lemah". Mereka menyebut, infeksi di institusi pendidikan menengah lebih rendah daripada di lingkungan rumah tangga.

Laporan tersebut juga mendukung keputusan pemerintah untuk membuat sekolah menengah tetap buka. Mereka sepakat bahwa para pelajar harus menggunakan masker di kelas.

Sebagian pelajar menolak memakai masker dan tak mau menjalani tes Covid-19 ketika kembali ke sekolah pada pekan ini. Pemerintah pun menyerahkan kepada pihak sekolah cara untuk menyemangati siswanya untuk menuruti peraturan tersebut.

Selain memakai masker dan tes Covid-19 sebelum kembali ke kelas, anak-anak usia lima hingga 11 tahun juga perlu mendapatkan vaksin agar sekolahnya tak kembali ke pembelajaran jarak jauh. Prof Viner menyebut, kasus Covid-19 yang merebak di sekolah kemungkinan terjadi karena pelonggaran langkah pencegahan penularan serta rendahnya tingkat vaksinasi anak dan remaja dibandingkan populasi dewasa.

"Dua faktor tersebut harus menjadi perhatian," ujarnya.

Menurut Prof Viner, pemerintah harus mendukung sekolah agar menjadi yang terakhir tutup saat lockdown dan pertama buka setelah pelonggaran. Ketersediaan tenaga pengajar dan mitigasi yang diperlukan untuk menunjangnya perlu didukung.

"Tanpa itu, kebijakan bisa gagal dan membahayakan generasi muda dan anak-anak," tutur Prof Viner.

 
Berita Terpopuler