AS Siap Diskusikan Sistem Rudal dengan Rusia 

Rusia telah mengatakan merasa terancam oleh prospek sistem rudal ofensif AS.

Reuters/Missile Defense Agency
Rudal militer Amerika Seikat (AS) ilustrasi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan, ia siap mendiskusikan sistem rudal dan latihan militer dengan Rusia. Pejabat tinggi kedua negara dijadwalkan menggelar pertemuan di Jenewa, Swiss, untuk membahas ketegangan di perbatasan Ukraina.

Baca Juga

“Rusia telah mengatakan merasa terancam oleh prospek sistem rudal ofensif yang ditempatkan di Ukraina. AS tidak berniat melakukan itu. Jadi ini adalah salah satu area di mana kita mungkin dapat mencapai pemahaman jika Rusia bersedia membuat komitmen timbal balik,” kata seorang pejabat senior Gedung Putih, Sabtu (8/1/2022).

Menurut dia, Rusia juga telah mengutarakan minatnya untuk membahas masa depat sistem rudal tertentu di Eropa, sejalan dengan INF (Intermediate-Range Nuclear Forces) Treaty. “Kami terbuka untuk membahas hal ini,” ujarnya. 

Ia mengungkapkan, Washington pun siap membahas kemungkinan pembatasan timbal balik pada ukuran dan ruang lingkup latihan militer yang dilakukan Rusia serta AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). “Kami tidak akan tahu sampai pembicaraan ini dimulai besok (Ahad) malam apakah Rusia siap bernegosiasi serius dan dengan iktikad baik,” ucapnya.

Dalam pertemuan di Jenewa, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) AS Wendy Sherman diagendakan bertemu Wamenlu Rusia Sergei Ryabkov. Sherman bakal didampingi direktur operasi Staf Gabungan AS Letnan Jenderal James Mingus. Sementara Ryabkov didampingi Wakil Menteri Pertahanan Rusia Aleksandr Fomin.

 

 

Situasi di perbatasan Ukraina-Rusia tengah dibekap ketegangan. Hal itu terjadi karena adanya pengerahan pasukan oleh Rusia. Moskow disebut hendak melancarkan serangan terhadap tetangganya yang dulu tergabung dalam Uni Soviet itu. Namun Kremlin telah membantah dugaan tersebut.

 

AS dan NATO telah menyatakan dukungannya kepada Ukraina. Mereka siap membela Kiev jika Moskow melancarkan agresi ke negara tersebut. Pada 2014, Moskow mencaplok dan menduduki Semenanjung Krimea. Tindakan tersebut diambil setelah mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, yakni Viktor Yanukovych, lengser. Dia digulingkan setelah rakyat Ukraina menggelar demonstrasi selama tiga bulan tanpa jeda. 

 
Berita Terpopuler