NU tak Dukung Capres dan Cawapres Tertentu di 2024, NU Bangun Peradaban dan Kemanusiaan

KH Yahya Staquf tak bersedia nyalon cawapres dan capres.

Yusuf Assidiq
Ketua Umum PB NU, KH Yahya Colil Staquf, memberi sambutan dalam tasyakuran di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (1/22).
Rep: Yusuf Assidiq Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA :  Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan PBNU dan NU secara institusi tidak boleh mendukung capres dan cawapres tertentu di Pilpres 2024 mendatang. Menurutnya, hal tersebut sejatinya sudah merupakan keputusan muktamar sejak 1984.

“PBNU dan NU secara institusional pokoknya tidak boleh ikut-ikutan mendukung capres dan cawapres tertentu karena sudah merupakan keputusan muktamar sejak 1984,” kata Gus Yahya, sapaan akrabnya,  saat acara ‘Mensyukuri Ditetapkannya KH Miftachul Akhyar dan Dipilihnya KH Yahya Cholil Staquf sebagai Rais Aam dan Ketua Umum PBNU Periode 2021 – 2026’ di kompleks Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Sabtu(1/1).

Ia menekankan bahwa NU harus kembali ke khittaf. Diungkapkan, jika NU ikut dalam dukung mendukung capres dan cawapres maka hal tersebut melanggar amanat muktamar. 

Oleh karenanya, Gus Yahya menegaskan kembali posisi NU pada kontestasi pilpes mendatang adalah tidak mendukung capres cawapres tertentu. Ia pun tidak memedulikan jika nantinya ada upaya untuk menarik narik NU untuk mendukung salah satu pasangan capres cawapres. 

Hal itu ditegaskan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat acara ‘Mensyukuri Ditetapkannya KH Miftachul Akhyar dan Dipilihnya KH Yahya Cholil Staquf sebagai Rais Aam dan Ketua Umum PBNU Periode 2021 – 2026’ di kompleks Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Sabtu(1/1).

Dalam acara yang juga dihadiri Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, para ulama, dan pengasuh ponpes di berbagai wilayah Indonesia, Gus Yahya lebih lanjut menekankan dalam konteks membangun peradaban baru, maka diperjuangkan berdirinya NKRI dengan mandat kemanusiaan.

Kendati demikian, ia memersilakan masing-masing warga NU untuk bebas memilih capres dan cawapres karena itu merupakan hak tiap warga negara. Yang tidak dibolehkan adalah dukungan dari PBNU dan NU secara institusional.

“Memang NU tidak boleh ikut dalam kompetisi politik, atau menjadi kompetitor serta menjadi pihak dalam kompetisi politik. Titik,” tegas Gus Yahya. 

Bahkan, ia tidak peduli jika dengan posisi NU tersebut akan ada konsekuensi untuk tidak masuk dalam pemerintahan. “Mau di dalam kekuasaan atau di luar kekuasaan terserah apapun konsekuensinya, tidak peduli,” katanya. 

 

 

NU Berjuang Mambangun Peradaban dan Kemanusiaan

Menurut KH Yahya Staquf, sejak awal didirikannya, Nahdlatul Ulama (NU) telah membawa mandat untuk membangun peradaban berlandaskan kemanusiaan. Upaya tersebut bakal diwujudkan melalui komitmen, program, maupun konsolidasi organisasi PBNU pasca mukmatar di Lampung, beberapa waktu lalu. 

“Maka itu paragraf pertama UUD adalah sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Nah ini mandat kemanusiaan, juga ditegaskan lebih lanjut sebagai salah satu cita cita proklamasi yakni ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” jelasnya. 

Dalam konteks tersebut, ia menggarisbawahi sejatinya NU memang tidak bisa dipisahkan dari keberadaan NKRI. Secara sederhana, lanjut dia, hubungan NU dan NKRI adalah hubungan mandat. Yang mana, mandat didirikannya NU adalah mandat peradaban, mandat untuk menemukan dan membangun peradaban baru yang berlandaskan kemanusiaan. 

Terkait upaya tersebut, Gus Yahya mengaku ingin ‘menghidupkan’ Gus Dur atau almarhum KH Abdurrahman Wahid. Menurutnya, sosok Gus Dur berarti dua hal, idealisme dan visi. Ia menegaskan, idealisme Gus Dur adalah kemanusiaan universal, kemanusiaan inklusif. “Bagaimana kita semua bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi semua manusia tanpa kecuali,” ujarnya.

Adapun visi Gus Dur transformasi. Semua perjuangan dan pergulatan mantan ketua umum PBNU itu adalah menciptakan transformasi menuju kehidupan lebih baik bagi semua orang. Oleh karenanya, ada konteks luar biasa besar yang ingin diwujudkan NU yakni membangun peradaban umat manusia.

Sehingga, Gus Yahya lantas mengingatkan kepada segenap warga Nahdliyin, bahwa ada hal lebih besar yang harus diperjuangkan. “Maka tidak pada tempatnya kita berpikir hanya untuk diri sendiri, tidak pada tempatnya kita buat hitung-hitungan untuk kepentingan diri sendiri,” tegas dia. 

Lebih lanjut diungkapkan, dalam mengemban amanah sebagai ketua umum PBNU, Gus Yahya secara spesifik ingin melakukan konsolidasi organisasi dengan strategi mendistrisbusikan program ke cabang dan wilayah. “Saya melamar jadi ketum PBNU ya untuk pekerjaan itu saja, kalau saya disuruh jadi ketua umum saya bisa nyalon capres cawapres saya tidak mau” ujarnya. 

 

 
Berita Terpopuler