Milisi Myanmar Kubur 30 Jasad Korban yang Dibunuh dan Dibakar

Aktivis menyalahkan junta Myanmar di balik insiden pembunuhan tersebut.

KNDF via AP
Dalam foto ini disediakan oleh Karenni Nationalities Defense Force (KNDF), asap dan api mengepul dari kendaraan di kotapraja Hpruso, negara bagian Kayah, Myanmar, Jumat, 24 Desember 2021. Pasukan pemerintah Myanmar menangkap penduduk desa, beberapa diyakini wanita dan anak-anak, menembak mati lebih dari 30 orang dan membakar mayat-mayat itu, kata seorang saksi mata dan laporan lainnya, Sabtu.
Rep: Fergi Nadira/Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebuah kelompok milisi Myanmar telah mengubur sisa-sisa lebih dari 30 orang yang tewas dengan tubuh dibakar pada Kamis (30/12) waktu setempat. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menyerukan pertanggungjawaban dan segera diakhirinya kekerasan di negara itu.

"Kami mengubur setiap mayat yang kami temukan di tempat kejadian," kata seorang komandan Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF), salah satu pasukan sipil terbesar yang dibentuk untuk menentang kudeta militer 1 Februari.

Foto-foto yang diunggah di media sosial menunjukkan anggota KNDF mengubur jenazah di kuburan yang dilapisi dengan balok beton. Bunga-bunga berserakan di atas makam dan lilin dinyalakan di samping makam.

Komandan, yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan mengatakan, meskipun sulit untuk mengidentifikasi mayat yang dikuburkan, dia yakin mereka termasuk staf Save the Children.

Baca Juga

Aktivis oposisi menyalahkan tentara Myanmar atas serangan 24 Desember di dekat desa Mo So di Negara Bagian Kayah. Dua staf Save the Children turut menjadi korban atas serangan biadab tersebut.

Seorang juru bicara junta belum mengomentari serangan tersebut, namun media pemerintah di Myanmar yang dikelola militer sebelumnya melaporkan bahwa tentara telah menembak dan membunuh sejumlah teroris dengan senjata di desa tersebut. Komunitas internasional telah menyatakan keterkejutannya atas serangan itu. Kedutaan AS di Myanmar menggambarkannya sebagai "biadab".

Dalam sebuah pernyataan pers yang diterbitkan pada Rabu, Dewan Keamanan PBB mengatakan anggotanya mengutuk pembunuhan yang dilaporkan terhadap sedikitnya 35 orang, termasuk empat anak dan dua staf Save the Children.

Dewan Keamanan PBB juga menekankan perlunya memastikan akuntabilitas atas tindakan tersebut dan menyerukan penghentian segera semua kekerasan dan menekankan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan memastikan keselamatan warga sipil.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih pemenang Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi. Beberapa penentang militer telah mengangkat senjata, kadang-kadang bergabung dengan gerilyawan etnis minoritas yang telah bertahun-tahun memerangi pemerintah untuk penentuan nasib sendiri di berbagai bagian Myanmar, termasuk Negara Bagian Kayah di timur.

Menurut penghitungan oleh kelompok hak-hak Asosiasi untuk Bantuan Tahanan Politik, sejak kudeta, lebih dari 1.300 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan lebih dari 11.000 telah dipenjara. Militer membantah jumlah korban tewas kelompok itu.

AS mengecam

Amerika Serikat (AS) mengutuk serangan brutal oleh militer Myanmar di negara bagian Kayah tersebut. Menteri Luar Negeri Antony Blinken khawatir, tindakan brutal rezim militer Myanmar semakin meluas.
“Kami khawatir dengan kebrutalan rezim militer di sebagian besar Burma, termasuk yang terbaru di Negara Bagian Kayah dan Karen,” kata Blinken, dilansir Anadolu Agency.

Blinken mengatakan, serangan yang menargetkan warga sipil tak bersalah itu tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, militer telah melakukan kekejaman yang meluas terhadap rakyat Myanmar. Oleh karena itu, Blinken mendorong PBB untuk meminta pertanggungjawaban militer Myanmar atas tindakan brutal mereka.

"Penargetan orang tak bersalah dan aktor kemanusiaan tidak dapat diterima, dan kekejaman militer yang meluas terhadap rakyat Burma menggarisbawahi urgensi meminta pertanggungjawaban anggotanya," kata Blinken.

Blinken mendesak masyarakat internasional untuk berbuat lebih banyak, dan mencegah terulangnya kekejaman di Myanmar. Termasuk mengakhiri penjualan senjata dan teknologi penggunaan ganda kepada militer Myanmar.

Sejumlah foto pembantaian pada malam Natal di desa Mo So timur, tepat di luar kotapraja Hpruso di negara bagian Kayah tersebar di media sosial. Foto-foto itu menunjukkan 30 jasad hangus di tiga kendaraan yang terbakar.

Seorang penduduk desa mengatakan kepada The Associated Press bahwa, para korban telah melarikan diri dari pertempuran antara kelompok perlawanan bersenjata dan tentara Myanmar di dekat desa Koi Ngan, yang berada tepat di samping desa Mo So, pada Jumat (24/12).

Penduduk desa itu mengatakan, mereka dibunuh setelah ditangkap oleh pasukan saat menuju ke kamp-kamp pengungsi di bagian barat kotapraja. Saksi yang berbicara kepada AP mengatakan, jasad yang dibakar itu tidak bisa dikenali. Namun pakaian anak-anak dan wanita ditemukan bersama dengan persediaan medis dan makanan. "Mayat diikat dengan tali sebelum dibakar," kata saksi yang tidak mau disebutkan namanya.

Saksi itu tidak melihat saat mereka terbunuh. Tetapi dia yakin beberapa dari jasad yang dibakar itu adalah penduduk desa Mo So yang ditangkap oleh pasukan militer pada Jumat. Dia menyangkal bahwa, mereka yang ditangkap adalah anggota kelompok milisi yang terorganisir secara lokal.

 Media independen Myanmar melaporkan bahwa, 10 penduduk desa Mo So termasuk anak-anak ditangkap oleh tentara dan. Mereka dilaporkan diikat dan ditembak di kepala oleh militer. Saksi mengatakan, penduduk desa dan kelompok milisi anti-pemerintah meninggalkan sejumlah jasad ketika pasukan militer tiba di dekat Mo So.  

“Ini adalah kejahatan keji dan insiden terburuk selama Natal.  Kami mengutuk keras pembantaian itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Direktur Kelompok Hak Asasi Manusia Karenni, Banyar Khun Aung.

Laporan di surat kabar harian Myanmar Alinn yang dikelola negara pada Sabtu mengatakan, pertempuran di dekat Mo So pecah pada Jumat (24/12) ketika anggota pasukan gerilya etnis, yang dikenal sebagai The Karenni National Defence Force diserang pasukan keamanan Myanmar. Serangan terjadi setelah anggota pasukan gerilya etnis menolak untuk menghentikan kendaraan mereka.

Surat kabar itu mengatakan, mereka yang terbunuh termasuk anggota baru The Karenni National Defence Force yang akan menghadiri pelatihan untuk memerangi tentara Myanmar. Sementara tujuh kendaraan yang mereka tumpangi hancur dalam kebakaran.

 
Berita Terpopuler