Penurunan Prevalensi Stunting dan Generasi Emas Indonesia

Pendampingan dan bimbingan calon pengantin selama 3 bulan terkait pencegahan stunting

ANTARA /Kornelis Kaha/foc.
Dokter memeriksa kesehatan seorang balita yang menderita stunting.
Rep: Dian Fath Risalah/Arie Lukihardianti Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pandemi COVID-19 di Indonesia memberikan dampak terhadap berbagai sektor baik perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat lainnya termasuk kepada permasalahan Kesehatan. Walau cukup berat beban di sektor kesehatan, tapi dengan berbagai upaya yang telah pemerintah lakukan dalam mengantisipasi dampak pandemi Covid-19.

Salah satu program yang cukup menggembirakan adalah semakin turunnya permasalahan stunting selama dua tahun terakhir. Penilaian status gizi balita ini, terkait erat juga dengan sasaran pokok yang ingin dicapai dalam Program Indonesia Sehat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi anak.

Pada Senin (27/12) kemarin, Kementerian Kesehatan RI melangsungkan launching hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2021. Di tahun ini (2021), Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Biro Pusat Statistik (BPS) dengan dukungan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia melakukan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan mengumpulkan data di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota dengan jumlah blok sensus (BS) sebanyak 14.889 Blok Sensus (BS) dan 153.228 balita.

Berdasarkan hasil SSGI tahun 2021, angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6 persen per tahun dari 27,7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021. Hampir sebagian besar dari 34 provinsi menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2019 dan hanya 5 provinsi yang menunjukkan kenaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi dari kebijakan pemerintah mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia telah memberi hasil yang cukup baik.

Baca juga : Rangkuman Perkembangan Obat Terapi Covid-19 Sepanjang 2021

SSGI 2021 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan tidak hanya memberikan gambaran status gizi balita saja tetapi juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk monitoring dan evaluasi capaian indikator intervensi spesifik maupun intervensi sensitif baik di tingkat nasional maupun kabupaten/kota yang telah dilakukan sejak 2019 dan hingga tahun 2024. Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35 persen), tapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23 persen), Malaysia (17 persen), Thailand (16 persen), dan Singapura (4 persen).

“Kami menyambut baik launching SSGI tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota ini. Oleh karnanya, saya menyampaikan penghargaan telah menyelesaikan status stunting di tahun 2021, upaya ini merupakan komitmen dari implementasi Peraturan Presiden No. 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting,” ujar Tavip Sestama BKKBN pada sambutannya seperti dalam keterangan tertulis, Selasa (28/12).

Formulasi program percepatan dalam penurunan stunting mengarah pada intervensi berbasis keluarga beresiko stunting dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi.

Pilar kelima dari Strategi Nasional Penanganan Stunting yakni pemantauan dan evaluasi dinilai strategis dan penting sebagai upaya mengetahui dampak intervensi terhadap pencegahan dan penanggulangan stunting. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan masalah stunting di Indonesia umumnya dan khususnya pada kabupaten/kota prioritas.

Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, status gizi Indonesia sebagai penentu bagaimana menumbuhkan manusia unggul di masa depan. Kata dia, maju atau mundurnya sebuah bangsa ditentukan status gizi di negara tersebut.

Baca juga : Kronologi Viral Ibu Disuruh Tangkap Sendiri Pelaku Pencabulan

Menurutnya, penyediaan data prevalensi stunting melalui sistem pendataan yang akurat merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap upaya percepatan penurunan stunting di tingkat nasonal, kabupaten/kota."Hal ini merupakan salah satu strategi pemerintah dalam upaya penanggulangan stunting," katanya.

Studi ini, bertujuan mengetahui status gizi Balita meliputi stunting, wasting, overweight, severe acute malnutrition, serta faktor determinannya seperti pola makan, penyakit infeksi pada balita, perilaku imunisasi, sosial ekonomi, lingkungan, dan akses ke pelayanan kesehatan balita dengan representative tidak hanya nasional dan provinsi namun hingga keterwakilan kabupaten/kota.

Saat ini, di beberapa daerah, capaian prevalensi sudah di bawah 20 persen. Namun, masih belum memenuhi target dari RPJMN tahun 2024 sebesar 14 persen. 

"Bahkan, seandainyapun sudah tercapai 14 persen, bukan berarti Indonesia sudah bebas stunting. Namun, target selanjutnya adalah menurunkan angka stunting sampai kategori rendah atau di bawah 2,5 persen," tandasnya

 

Bunda Genre Jabar Atalia Praratya Ridwan Kamil saat dikukuhkan sebagai Duta Penurunan Stunting Provinsi Jabar oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Hasto Wardoyo di Hotel Aston, Kota Bandung, Senin (27/12/2021). - (Rizal FS/Biro Adpim Jabar)

 

Tes kesehatan calon pengantin

Bunda Genre Provinsi Jawa Barat (Jabar) Atalia Praratya Ridwan Kamil dikukuhkan sebagai Duta Penurunan Stunting Provinsi Jabar oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Hasto Wardoyo di Hotel Aston, Kota Bandung, Senin petang (27/12). 

Selain Atalia, Bunda Genre di 27 kabupaten/kota di Jabar pun dikukuhkan sebagai Duta Penurunan Stunting. Pengukuhan tersebut bertujuan untuk mengakselerasi penyuluhan kepada ibu-ibu di tingkat kecamatan sampai kelurahan/desa mengenai bahaya stunting.

"Hari ini, di Jawa Barat, tadi dikukuhkan terkait dengan Duta Penurunan Stunting. Karena, data stunting di Jabar ini masih harus kita perjuangkan bersama," ujar Atalia. 

Duta Penurunan Stunting akan bertugas dalam menyosialisasikan kepada calon pengantin untuk diberikan pembekalan, termasuk pengetesan kesehatan. Karena, hal tersebut menjadi bagian terpenting dalam mencegah stunting dari hulu. 

"Satu hal yang sangat menarik pada hari ini adalah bagaimana kita mendorong agar upaya penurunan stunting itu dimulai dari hulu bagaimana kemudian para calon pengantin itu. Mereka, diberikan pembekalan termasuk dilakukan pengetesan kepada mereka supaya mereka betul-betul bisa menjadi calon pengantin yang sehat," paparnya. 

Atalia mengatakan, calon pengantin harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pendampingan selama tiga bulan pranikah. Serta, bimbingan pernikahan dengan materi pencegahan stunting. 

"Pada saat mereka akan melakukan pernikahan dicek dulu terkait apakah mereka anemia atau mungkin lingkar lengan bagi perempuan kurang dari 23,5 cm dan lain sebagainya. Itu akan menjadi suatu hal yang mempengaruhi tumbuh kembang janin ketika nanti ada dalam kandungan," papar Atalia. 

Oleh karena itu, Atalia menyambut, baik kerja sama yang dilakukan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) dan Perwakilan BKKBN Jabar dalam mencegah stunting. 

"Supaya setiap calon pengantin yang tadi kalau diperkirakan oleh Pak Hasto sampai enam ribu dalam setiap tahunnya. Sehingga ini memang penting sekali untuk kita dorong bersama-sama. Karena memang, 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) ini menjadi satu hal yang sangat mempengaruhi," katanya. 

Atalia berharap, dengan cara tersebut, Jabar bisa memproteksi masa depan, anak-anak khususnya generasi penerus dengan cara pengecekan di awal. 

"Pada saat kita memberikan pembekalan pada calon-calon pengantin. Ini bisa meminimalisir jumlah stunting bahkan zero new stunting di Jabar pada 2023," katanya. 

Adapun berdasarkan data BKKBN Pusat, angka stunting di Jabar mengalami penurunan dari 31,1 persen pada 2018-2019 menjadi 24,5 persen. 

Sementara menurut Kepala BKKBN Pusat Hasto Wardoyo, kehadiran Duta Penurunan Stunting di Jabar diharapkan mampu menjadi lokomotif dalam menyebarkan informasi ke pelosok daerah terkait upaya pencegahan stunting. 

"Mereka ini Ketua PKK di Kabupaten/Kota, tokoh masyarakat. Jadi, harapan saya di daerahnya menjadi perwakilan ketua tim percepatan stunting," kata Hasto. 

Hasto pun meminta, Duta Stunting di 27 kabupaten/kota se-Jabar untuk membentuk tim di desa/kelurahan yang diisi oleh dua orang sebagai Duta Genre dalam menjembatani informasi seputar pencegahan stunting. 

"Betul bunda-bunda genre, kemudian dia memimpin PKK yang ada di desa untuk care terhadap stunting dan saya kasih pr supaya mengangkat duta genre per desa satu laki, satu perempuan," katanya. 

Menurut Hasto, kerja sama yang dilakukan oleh Kemenag Jabar dan Perwakilan BKKBN Jabar diharapkan bisa menjadi solusi dalam memberikan pengawasan pencegahan stunting. 

"Jadi gini, calon pengantin jangan hanya diedukasi, tetapi harus diperiksa. Makanya, kita hadirkan Kepala Kanwil Kemenag dan BKKBN juga. Itu tujuannya ingin mewajibkan secara bertahap dan ingin mewajibkan semua yang ingin menikah harus di periksa tiga bulan sebelumnya," papar Hasto. 

 
Berita Terpopuler