Kenaikan Harga Elpiji yang Kian Menggerus Daya Beli Masyarakat

Kenaikan harga Elpiji bisa mengakibatkan subsidi Elpiji gas melon jebol.

ANTARA/Oky Lukmansyah
Seorang pekerja menata tabung gas Elpiji bersubsidi seberat tiga kilogram. Pemerintah secara resmi sudah menaikkan harga gas Elpiji 12 kg dan 5,5 kg.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Intan Pratiwi, Shabrina Zakaria, Eva Rianti
 
PT Pertamina (Persero) secara resmi sudah menaikkan harga Elpiji non-subsidi yaitu untuk produk 12 kg dan Bright Gas ukuran 5,5 kg. Imbas kenaikan harga Elpiji membuat masyarakat ramai diprediksi beralih ke gas Elpiji 3 kg atau gas melon.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Muhammad Faisal mengatakan pergeseran tersebut dikarenakan kenaikan harga Elpiji menggerus daya beli masyarakat. "Selain potensi menggerus daya beli masyarakat, tentunya masalah suplai dari gas melon sebagai imbas dari shifting akibat kenaikan harga Elpiji 12 kg dan 5,5 kg memang sesuatu yang perlu diantisipasi," ujar Faisal, Senin (27/12).

Faisal menilai, hal ini berpotensi terjadi karena masyarakat dalam kondisi masih terpukul pandemi sehingga cenderung mencari harga yang lebih murah. Belum lagi, momen kenaikan Elpiji berbarengan dengan harga telur, minyak goreng dan cabai yang meroket.

Kondisi ini kata Faisal juga berpotensi membuat subsidi Elpiji gas melon bisa jebol. Ia menilai, perlu ada langkah antisipasi dari Pertamina maupun Kementerian ESDM dalam merespons kebijakan yang dikeluarkan.

"Di samping itu tentu saja perlu kontrol agar shifting dapat diminimalisir karena mengakibatkan ketidaktepatan sasaran penggunaan gas Elpiji bersubsidi," ujar Faisal.

Faisal menilai kenaikan harga Elpiji memberatkan masyarakat. Terutama, masyarakat kelas bawah dan kelompok UMKM rumahan yang memakai Elpiji 12 kg untuk modal usahanya.

Kenaikan Elpiji pun akan mendorong inflasi. Ia mengatakan inflasi bahkan terdorong tidak hanya ke komponen transportasi tetapi juga ke komponen sembako. "Akan mendorong inflasi bukan hanya secara langsung ke komponen transportasi, tetapi juga efek domino ke komponen lainnya terutama sembako," ujar Faisal.

Corporate Secretary Sub Holding Commercial & Trading Pertamina, Irto Ginting menjelaskan Pertamina akan melakukan monitoring dari stok dan penyaluran Elpiji bersubsidi. Pertamina juga terus mengedukasi masyarakat untuk tidak mengonsumsi Elpiji bersubsidi bagi masyarakat yang mampu.

"Kami mengimbau agar pengguna Elpiji non-subsidi tidak beralih ke Elpiji subsidi. Kami akan terus melakukan monitoring stok dan penyaluran LPG kepada masyarakat," ujar Irto.

Pertamina resmi mengubah harga jual Elpiji non=subsidi. Kenaikan harga Elpiji 12 kg dan 5 kg ini berkisar antara Rp 1.600-Rp 2.600 per kg.

Irto memastikan kenaikan harga hanya terjadi di Elpiji yang tidak disubsidi. Untuk Elpiji subsidi 3 kilo tak ada penyesuaian harga. "LPG subsidi 3 kg yang secara konsumsi nasional mencapai 92,5 persen tidak mengalami penyesuaian harga, tetap mengacu kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah," tambah Irto.

Penyesuaian harga Elpiji terakhir dilakukan Pertamina pada 2017. Saat ini Pertamina menaikan 7,5 persen harga Elpiji non-subsidi tersebut.

"Pertamina menyesuaikan harga LPG non-subsidi untuk merespons tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021," ujar Irto.

Saat ini CP Aramco November kemarin saja meningkat sampai 847 dolar per metrik ton. Harga tersebut naik 74 persen lebih tinggi dibandingkan harga empat tahun lalu. Untuk itu, Pertamina menetapkan acuan harga.

"Besaran penyesuaian harga LPG non subsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5 persen berkisar antara Rp 1.600-Rp 2.600 per kg. Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG ke depan serta menciptakan keadilan harga antardaerah," ujar Irto.





Baca Juga

Kenaikan harga Elpiji ditanggapi dengan kekecewaan oleh masyarakat. Salah seorang pemilik usaha kue di wilayah Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Farin (25 tahun) biasa menggunakan Elpiji 12 kg di pabrik usaha kue miliknya. Dia menilai harga yang ditetapkan pemerintah terlalu mahal.

Apalagi, harga telur yang menjadi bahan pokok kue juga cenderung naik belakangan ini. Farin pun terkejut ketika mendengar kabar jika harga Elpiji juga ikut naik. Akibatnya, dia berencana meningkatkan harga produk yang dijualnya mulai dari roti, pastry, dan kue.

“Kemahalan. Naiknya lumayan banget ya, mungkin harga di 2022 bisa jadi ada beberapa yang harus dinaikkan Rp 2 ribu sampai Rp 5 ribu, biar menyeimbangi sama harga-harga bahan pokok yang tidak stabil,” ujarnya kepada Republika, Senin (27/12).

Di samping itu, menurut dia, meningkatnya harga Elpiji terjadi di waktu yang tidak tepat. “Semua-muanya naik padahal ekonomi juga belum bagus. Kayaknya mending disubsidi lebih banyak, jelas buat kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat,” tuturnya.

Senada dengan Farin, seorang ibu rumah tangga di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor bernama Triana Maharani (40 tahun) tidak setuju dengan naiknya harga Elpiji 12 kg. Pasalnya, menurut dia saat ini harga bahan pokok lain pun belum stabil.

Ditambah lagi, kata dia, ekonomi masih belum pulih betul. Ibu tiga anak ini berharap pemerintah membatalkan kenaikan harga Elpiji yang digunakannya sehari-hari.

“Setidaknya tunggu ekonomi pulih dulu, jangan naik semua. Kemarin minyak saja baru naik, bahkan kayak ganti harga. Sekarang gas juga harus naik, kaget saya,” ucapnya.

Pengusaha makanan di Tangerang Selatan juga berencana menaikkan harga makanan imbas kenaikan harga Elpiji. Haris, penanggung jawab Resto Spesial Soto Boyolali (SSB) yang berlokasi di Jalan Ciater, Serpong, mengatakan kenaikan harga tak terhindari sebab harga sembako lainnya turut naik.

“Kemarin (Ahad, 26 Desember 2021) harga elpiji 12 kg masih Rp 137 ribu. Kalau naiknya nanti tukang gasnya ke sini katanya hari ini dia lagi rapat (soal kenaikan harga Elpiji). Kemungkinan naik mulai hari ini, cuma berapa kenaikannya belum tahu, paling keputusannya nanti sore,” kata Haris.

Berdasarkan penuturannya, dengan adanya kenaikan harga Elpiji, pihak manajemen bakal menaikkan harga makanan yang dijajakan. Terlebih kata Haris, saat ini harga bahan pokok sembako juga merangkak naik.

“Kemungkinan karena kenaikan harga Elpiji itu, ya harganya (makanan) bakal dinaikkan. Soalnya bahan baku juga naik semua, cabai tinggi sekali harganya, telur juga,” tuturnya.

Senada, pemilik atau pengusaha Bakmi Bangka Asli 17 yang berlokasi di Jalan Griya Loka Raya, BSD, Serpong menyampaikan adanya rencana menaikkan harga makanan sebagai imbas dari naiknya harga gas elpiji. Warung tersebut diketahui menggunakan gas Elpiji berukuran 5,5 kg dan 12 kg.

Menurut penuturan Supervisor Bakmi Bangka Asli 17, Andi, per hari ini, harga gas Elpiji memang belum naik, yakni gas 5,5 kg seharga Rp 70 ribu dan gas 12 kg seharga Rp 145 ribu hingga Rp 150 ribu. Namun, harganya diperkirakan segera naik.

Andi berujar, pihaknya kemungkinan akan menaikkan harga makanan sekitar Rp 1.000 per item makanan. “Bisa jadi (menaikkan harga makanan), misalnya harga makanan Rp 20 ribu per porsi, bisa naik Rp 1.000 jadi Rp 21 ribu, biasanya gitu. Jadi misal ada kenaikan bahan pokok, termasuk kenaikan harga gas juga, kemungkinan harga makanan akan naik. Cuma kenaikan harga gas jarang naik sih ya sebenarnya,” kata dia.






 
Berita Terpopuler