Laporan: Saudi Diam-Diam Bangun Rudal Balistik Dibantu China

Saudi saat ini sedang memproduksi senjata setidaknya di satu lokasi.

Reuters
Peluncuran Rudal Ilustrasi
Rep: Dwina Agustin/Kamran Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON -- Badan-badan intelijen Amerika Serikat (AS) telah menilai bahwa Arab Saudi sekarang secara aktif memproduksi rudal balistik sendiri dengan bantuan China. Menurut tiga sumber yang mengetahui intelijen terbaru, Riyadh diketahui telah membeli rudal balistik dari Beijing di masa lalu.

Gambar satelit yang diperoleh CNN menunjukkan bahwa Saudi saat ini sedang memproduksi senjata setidaknya di satu lokasi. Menurut dua sumber yang mengetahui berita terbaru, pejabat AS di berbagai lembaga, termasuk Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih, telah diberi pengarahan dalam beberapa bulan terakhir tentang intelijen rahasia yang mengungkapkan beberapa transfer skala besar teknologi rudal balistik sensitif antara China dan Arab Saudi.

Beberapa anggota parlemen bahkan telah diberi pengarahan selama beberapa bulan terakhir. Mereka mengetahui tentang intelijen baru seputar transfer teknologi rudal balistik antara Arab Saudi dan China.

Mengingat keadaan negosiasi saat ini dengan Iran, program rudal Saudi bisa membuat masalah yang sudah pelik menjadi lebih sulit. Teheran tidak akan setuju untuk berhenti membuat rudal balistik jika Riyadh mulai memproduksi sendiri.

"Sementara perhatian yang signifikan telah difokuskan pada program rudal balistik besar Iran, pengembangan Arab Saudi dan sekarang produksi rudal balistik belum mendapat tingkat pengawasan yang sama," kata ahli senjata dan profesor di Middlebury Institute of International Studies, Jeffrey Lewis.

Baca Juga

Menurut Lewis, produksi rudal balistik dalam negeri oleh Arab Saudi ini menunjukkan bahwa setiap upaya diplomatik untuk mengendalikan proliferasi rudal perlu melibatkan aktor regional lainnya.

Di sisi lain, setiap tanggapan AS juga dapat diperumit oleh pertimbangan diplomatik dengan China. Pemerintahan Biden berusaha untuk melibatkan kembali Beijing dalam beberapa masalah kebijakan prioritas tinggi lainnya, termasuk iklim, perdagangan, dan pandemi. "Ini semua masalah kalibrasi," kata seorang pejabat senior pemerintah.

Ditanya apakah ada transfer teknologi rudal balistik sensitif baru-baru ini antara China dan Arab Saudi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan kedua negara adalah mitra strategis yang komprehensif. Kedua negara telah mempertahankan kerja sama yang bersahabat di semua bidang, termasuk di bidang perdagangan militer.

"Kerja sama semacam itu tidak melanggar hukum internasional dan tidak melibatkan proliferasi senjata pemusnah massal," kata pernyataan itu.

Tapi, Pemerintah Saudi dan kedutaan besar di Washington tidak menanggapi persoalan tersebut. Laporan pertama CNN pada 2019 menyatakan badan intelijen AS mengetahui bahwa Arab Saudi bekerja sama dengan China untuk memajukan program rudal balistiknya.

Pemerintahan Donald Trump pada awalnya tidak mengungkapkan pengetahuannya tentang intelijen rahasia itu kepada anggota kunci Kongres.

Kondisi itu membuat marah Demokrat yang menemukannya di luar saluran reguler pemerintah AS. Demokrat pun menyimpulkan bahwa itu sengaja tidak disertakan dalam serangkaian pengarahan yang mereka katakan seharusnya dilakukan.

Insiden ini pun memicu kritik Demokrat bahwa pemerintahan Trump terlalu lunak terhadap Saudi. Pakar proliferasi nuklir juga mengatakan kurangnya tanggapan Trump mendorong Saudi untuk terus memperluas program rudal balistik.

"Biasanya, AS akan menekan Arab Saudi untuk tidak mengejar kemampuan ini, tetapi indikator pertama bahwa Saudi mengejar kemampuan ini secara asli muncul selama era Trump. Riyadh atas masalah ini," menurut ahli kebijakan nuklir dan senjata di Carnegie Endowment for International Peace, Ankit Panda.

 
Berita Terpopuler