Inggris Bersiap Hadapi Pembatasan Saat Natal

WHO memperingatkan varian omicron menyebar lebih cepat daripada varian Delta.

AP/Alastair Grant
Seorang komuter berjalan melewati poster informasi TFL (Transport for London) yang memberi tahu penumpang bahwa wajib memakai masker di angkutan umum untuk menghentikan penyebaran COVID-19, di London, Selasa, 30 November 2021.
Rep: Puti Almas/Kamran Dikarma/Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris bersiap menghadapi aturan pembatasan saat Natal pada 25 Desember mendatang. Ini dilakukan sebagai antisipasi penyebaran virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19.

Baca Juga

Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid mengatakan, penyebaran Covid-19 akibat omicron, varian baru dari virus terjadi dengan sangat cepat. Negara itu saat ini melaporkan lonjakan kasus karena varian ini. 

“Kami menilai situasi bergerak sangat cepat. Tidak ada jaminan dalam pandemi ini, kami perlu meninjau seluruhnya,” ujar Javid, dilansir The New Daily, Senin (20/12). 

Pertimbangan untuk memberlakukan pembatasan lebih ketat di Inggris muncul setelah Wali Kota London, sebagai Ibu Kota negara itu menyarankan diperlukan tindakan untuk mencegah lumpuhnya fasilitas kesehatan akibat Covid-19. Pemerintah saat ini mengamati data hampir setiap jam dan mendengarkan saran dari para ali. 

Karena itu, Javid mengatakan aturan pembatasan mungkin dapat diberlakukan di sektor bisnis dan pendidikan. Ia menyebut saat ini masih banyak yang perlu diketahui mengenai omicron. 

Meski demikian, lebih dari 100 anggota Parlemen Inggris dilaporkan menentang langkah-langkah terbaru untuk memberlakukan pembatasan terkait Covid-19. Hingga saat ini, jumlah kasus omicron di negara itu yang terkonfirmasi adalah 37.101. 

Javid mengatakan, pemerintah percaya sekitar 60 persen kasus baru COVID-19 di Inggris adalah omicron. Wali Kota London Sadiq Khan mengatakan, pembatasan tidak bisa dihindari, dengan layanan kesehatan di bawah ancaman runtuh di bawah tekanan kekurangan staf dan peningkatan pasien rawat inap.

“Pemerintah Inggris akan mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan dan menyampaikan kepada parlemen,” jelas Javid.

Khan telah menyatakan status “insiden besar” untuk wilayahnya pada akhir pekan kemarin. “Lonjakan kasus varian Omicron di seluruh ibu kota sangat mengkhawatirkan. Jadi kami sekali lagi menyatakan insiden besar karena ancaman Covid-19 ke kota kami,” kata Khan 

Insiden besar didefinisikan sebagai peristiwa dengan berbagai konsekuensi serius yang memerlukan penerapan penanganan khusus. Tujuannya membantu otoritas-otoritas terkait saling mendukung guna mengurangi gangguan layanan di kota.

Khan mengungkapkan, saat ini lembaga-lembaga utama di London sedang menjalin kerja sama erat guna meminimalkan dampak penyebaran omicron terhadap kota tersebut. “Hal itu termasuk membantu  melindungi program vaksinasi penting,” ujar Khan.

Pada 8 Januari lalu, Khan sempat mengumumkan insiden besar menyusul lonjakan tajam kasus baru Covid-19. Dia membatalkan perintahnya sebulan kemudian seiring menurunnya angka infeksi. Lebih dari 65 ribu kasus baru Covid-19 dikonfirmasi di London selama sepekan terakhir.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan varian omicron menyebar lebih cepat daripada varian Delta. Omicron juga menyebabkan infeksi pada orang yang sudah divaksinasi atau yang telah pulih dari penyakit Covid-19.

"Dengan jumlah yang meningkat, semua sistem kesehatan akan berada di bawah tekanan," kata Kepala Ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan.

Swaminathan mengatakan, varian omicron dapat menghindari beberapa respons imun. Dengan demikian, program booster atau vaksin dosis ketiga yang diluncurkan di banyak negara harus ditargetkan pada orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah.

Temuan studi oleh Imperial College London mengatakan, risiko infeksi ulang yang terkait dengan omicron lima kali lebih tinggi ketimbang varian delta. Selain itu, gejala yang muncul ketika terinfeksi omicron tidak menunjukkan tanda-tanda lebih ringan daripada delta.

Pejabat WHO mengatakan, vaksinasi dapat mencegah infeksi dan penyakit, sedangkan omicron dapat menyerang pertahanan antibodi. Namun ada harapan bahwa sel-T atau pilar kedua dari respons imun, dapat mencegah penyakit parah dengan menyerang sel manusia yang terinfeksi.

“Meskipun kami melihat pengurangan antibodi netralisasi, hampir semua analisis awal menunjukkan kekebalan yang dimediasi sel-T tetap utuh, itulah yang benar-benar kami butuhkan," ujar pakar WHO Abdi Mahamud.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, dalam jangka pendek perayaan liburan di banyak tempat akan menyebabkan peningkatan kasus, sistem kesehatan yang kewalahan, dan lebih banyak kematian. Tedros mendesak semua orang untuk menunda pertemuan.

 “Sebuah acara yang dibatalkan lebih baik daripada kehidupan yang dibatalkan,” kata Tedros.

Tetapi, tim WHO juga menawarkan beberapa harapan kepada dunia yang sudah lelah menghadapi gelombang baru pandemi. WHO mengatakan bahwa, pandemi Covid-19 akan berakhir pada 2022. Hal merujuk pada pengembangan vaksin generasi kedua dan ketiga, serta pengembangan lebih lanjut dari perawatan antimikroba dan inovasi lainnya.

 
Berita Terpopuler