Menelusuri Warisan Monumental dan Abadi Imam Ghazali

al-Ghazali memiliki masa kecil yang mewajibkannya berjuang melawan kemiskinan.

Rumah ini menjadi saksi bisu penulisan karya monumental al-Ghazali di bidang tasawuf, yaitu Ihya
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, TUS -- Tus atau biasa disebut Tous, Tusa atau Toos adalah sebuah kota kuno di Provinsi Razavi Khorasan, Iran yang menjadi rumah bagi sisa-sisa kehidupan era Khwarizmi dan bangsa Mongol yang pernah menguasai Iran beberapa abad silam. Salah satunya adalah pemakaman di sebuah lapangan berdebu yang kini tertutupi oleh gudang timah. 

Baca Juga

Di tengah makam, terdapat lubang bundar yang disinyalir merupakan tempat peristirahatan filsuf dan teolog Iran abad ke-12 Abu Hamid Al-Ghazali, atau dikenal sebagai Imam Ghazali, yang meninggal pada hari ini (19/12) 910 tahun lalu. 

Berbicara kepada Anadolu Agency (AA) pada malam peringatan wafatnya al-Ghazali, sejarawan dan penyair Nader Jafari mengatakan, "Makam yang megah itu diratakan ketika bangsa Mongol di bawah Jenghis Khan menginvasi Iran yang dikuasai Khwarizmi pada abad ke-13."

"Mereka memusnahkan segala sesuatu yang menghadang, termasuk makam al-Ghazali, meninggalkan jejak kematian dan kehancuran di kota itu," katanya, menambahkan bahwa seribu tahun setelahnya tidak ada yang tau dimana Imam Ghazali dimakamkan. 

“Tidak ada jejak kuburannya, sampai saat ini,” sambungnya. 

Namun pada 1995, sebuah penggalian arkeologi dilakukan di daerah itu, di sebuah kuburan yang dikenal dengan Bija Khishti dekat dengan monumen batu misterius yang disebut sebagai Harooniyeh, yang telah lama populer sebagai monumen penghormatan Al-Ghazali. Adapun jarak makam, hanya satu kilometer jauhnya dari makam penyair legendaris Persia Ferdowsi, yang juga ditutupi oleh gudang timah dan hampir tidak menerima pengunjung.

 

Menurut penuturan penduduk setempat, mereka sempat menyesali kenyataan bahwa rencana untuk perevitalisasian makam tidak membuahkan hasil selama bertahun-tahun. "Ada pembicaraan tentang membangun makam untuk al-Ghazali, dengan pola Ferdowsi dan polimath Persia abad ke-11 Omar) Khayyam. Tapi sejauh ini, proyek itu belum dimulai," kata seorang penduduk setempat kepada AA.

Hossein Sadiqiyan, seorang filsuf dan dosen universitas, mengatakan kontribusi al-Ghazali sangat dalam dan abadi, terbukti dari cara doktrin teologisnya yang memberikan dampak besar bagi para cendikiawan di Barat, termasuk orang-orang seperti filsuf Italia abad ke-13 St. Thomas Aquinas .

"Al-Ghazali bisa dibilang sebagai pemikir dan filsuf Islam terbesar dari era abad pertengahan, yang menjembatani kesenjangan antara tasawuf dan Syariah dan berani menantang para filosof sekolah Yunani terkemuka," katanya kepada AA, dan menolak persepsi bahwa al-Ghazali tidak memihak pada filsafat atau ilmu pengetahuan.

Lahir di kota kecil Tabaran di Tus pada 1058, al-Ghazali memiliki masa kecil yang mewajibkannya berjuang melawan kemiskinan. Ia belajar teologi dan yurisprudensi dari al-Juwayni, salah satu ahli hukum terbesar pada masanya, di kota Nishapur. Setelah kematian Juwayni, ia bertugas di istana Nizam al-Mulk, wazir Kekaisaran Seljuk dan ulama terkenal, yang mengangkatnya sebagai kepala sekolah Nizamiya di Baghdad.

Pada 1095, Sadiqiyan mencatat, sang filosof mengalami "krisis spiritual", yang mendorongnya untuk menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam pengasingan di kampung halamannya. "Itu adalah titik balik dalam hidupnya sebagai seorang filsuf dan mistikus, dan telah dijelaskan secara rinci dalam otobiografinya Deliverance from Error," katanya.

 

Al-Ghazali menulis lebih dari 70 buku tentang filsafat, tasawuf dan sains, salah satunya adalah Incoherence of Philosophers, sebuah kritik pedas terhadap para filsuf yang berafiliasi dengan sekolah Yunani. Salah satu bukunya The Alchemy of Happiness disebut sebagai salah satu karya terbesar yang berisi tentang diri, pengetahuan tentang Tuhan, pengetahuan tentnag dunia dan akhirat. 

Sejarawan dan penulis Mohammad Reza Abouee Mehrizi mengatakan, Al-Ghazali adalah seorang ulama terkemuka pada masanya, seorang filsuf dan teolog terkemuka yang memilih jalan yang berbeda dari (cendekiawan) Avicenna dan Farabi, memenangkan penggemar dan kritikus. Bagi sebagian orang, al-Ghazali juga merupakan sosok yang kontroversial, karena ia menentang banyak filosof Muslim terkenal seperti dokter, astronom, dan filsuf Muslim abad ke-11 Ibnu Sina, yang dikenal di Barat sebagai Avicenna, dan pemikir dan ilmuwan sebelumnya Abu Nasr Al. -Farabi, keduanya adalah pendukung filsafat Yunani.

Al-Ghazali mengajukan pertanyaan tentang rasionalitas dan logika filsafat Yunani dan mengkritik para pendukung Muslim dari aliran Aristoteles, sebelum melanjutkan untuk menyajikan versinya sendiri tentang "rasionalitas." Dalam karya, The Incoherence of Philosophers, al-Ghazali menulis bahwa "mereka menolak untuk puas dengan agama yang dianut oleh nenek moyang mereka," mengacu pada Avicenna dan Farabi.

Perdebatan terus berlanjut antara pendukung dan pengkritiknya selama 10 abad setelah kematiannya.

 

 

 

 
Berita Terpopuler