Marak Kejahatan Seksual, Berbagai Pihak Dorong RUU TPKS Segera Disahkan

Berbagai pihak dorong RUU TPKS segera disahkan menyusul maraknya kejahatan seksual

www.jeruknipis.com
Ilustrasi pemerkosaan
Rep: Muhammad Fauzi Ridwan, Rizky Surya Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual dalam beberapa waktu terakhir, membuat berbagai pihak mendesak agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk segera disahkan. Desakan itu disuarakan mulai dari menteri, legislator hingga kepala daerah.

Baca Juga

Anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Kota Bandung dan Cimahi, Muhammad Farhan, menegaskan RUU TPKS mendesak untuk segera disahkan. Ia mengatakan para pelaku kekerazan seksual harus dijerat hukuman maksimal bahkan hingga hukuman kebiri untuk memutus potensi pelecehan seksual terulang. Aktivitas dan mobilitas mereka pun harus dibatasi.

"Pelaku kejahatan kekerasan seksual harus menanggung beban jangka panjang, sebagai bentuk pertanggungjawaban jawaban sosial," ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima, Senin (13/12). 

Ia mengatakan dampak yang dialami ditanggung korban pun panjang. Farhan meminta agar pengadilan memberikan hukuman yang berat. Ia pun melihat kekerasan seksual yang marak menjadi momentum untuk segera disahkan RUU TPKS.

"Momentum ini menjadi pas dengan upaya mempercepat pengesahan RUU TPKS karena akan menumbuhkan kesadaran hukum dalam pikiran kita, secara proporsional," katanya.

Ia menegaskan pihak yang harus dihukum berat adalah pelaku sedangkan pihak lembaga berupaya untuk memulihkan kondisi fisik dan mental korban. "Tidak ada alasan lagi menunda pengesahan RUU TPKS," tegasnya.

Hal senada disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Kang Emil mendorong RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di DPR dapat segera terealisasi.  "Mari sama-sama kita dorong segera diluluskan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di DPR agar hukumnya lebih tajam ketimbang pasal-pasal KUHP," katanya.

Sementara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengajak semua pihak turut serta berjuang menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. salah satu caranya dengan mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat segera disahkan.

Bintang menekankan berbagai upaya Kemen PPPA tidak akan mencapai hasil optimal tanpa adanya payung hukum yang mengatur perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara komprehensif.

"Saya meminta semua pihak untuk mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan. Mari kita bangun semangat dan sinergi baru, untuk mewujudkan perlindungan menyeluruh dan sistematik," kata Bintang dalam keterangan pers, Ahad (12/12).

Bintang mengungkapkan pandemi menyebabkan perempuan dihadapkan dengan berbagai isu sosial baru. Selain dampak ekonomi dan kesehatan mental yang ditimbulkan, penggunaan internet yang semakin masif di masa pandemi telah meningkatkan risiko perempuan mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Data Komnas Perempuan mencatat, pada 2020 angka kekerasan berbasis gender siber mengalami kenaikan pesat, hampir 400 persen. Data SAFENet juga menunjukkan tren serupa, yakni pada 2020 laporan penyebaran konten intim secara non-konsensual mengalami peningkatan sebesar 375 persen.

"Terdapat pergeseran pola-pola kekerasan di masa pandemi, seperti meningkatnya KBGO dan angka dispensasi perkawinan anak, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang biasa mendominasi tren kasus kekerasan di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan," ujar Bintang.

Data SIMFONI PPA pada Januari – 2 Desember 2021, menunjukkan kasus KDRT mendominasi bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan, yakni 74 persen dari total 8.803 kasus. Data tersebut juga mengungkapkan, selama pandemi pada 2021 terdapat 12.559 kasus kekerasan terhadap anak. Kasus kekerasan seksual menjadi kasus kekerasan terhadap anak yang paling banyak dilaporkan, yakni 60 persen dari total kasus.

"Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa di masa pandemi, anak juga tidak terbebas dari ancaman kekerasan," ucap Bintang. 

Sementara itu, Direktur LBH APIK Jakarta, Siti Mazuma mengungkapkan berdasarkan catatan akhir tahun (CATAHU) LBH Apik Jakarta, sepanjang 2021 terdapat 1.321 aduan kasus yang masuk, angka tersebut meningkat drastis dibandingkan pada 2020 yaitu 1.178 kasus. 

 

"Dari total pengaduan yang masuk, KBGO menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan, yakni 489 kasus, disusul kasus KDRT 374 kasus, tindak pidana umum 81 kasus, Kekerasan dalam pacaran 73 kasus, dan kekerasan seksual dewasa 66 kasus," ungkap Zuma. 

 
Berita Terpopuler