Gondongan Menyebar di Antara Anak AS Sudah Divaksinasi

Anak yang sudah divaksinasi masih bisa terkena gondongan, mengapa?

AP Photo/Eric Risberg
Vaksin MMR. Kasus gondongan di AS menyerang anak-anak yang sudah divaksinasi MMR.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus gondongan rentan dialami oleh anak-anak. Ini adalah kondisi di mana peradangan kelenjar parotis terjadi akibat infeksi virus.

Biasanya, gondongan ditandai dengan pembengkakan pipi penderita. Gondongan dapat dengan mudah menular, melalui percikan ludah atau lendir yang keluar melalui mulut atau hidung penderitanya.

Dilansir NBC News, Amerika Serikat (AS) mencatat bahwa 94 persen anak-anak dan remaja yang sudah divaksinasi tetap dapat tertular gondongan. Jumlah kasus dilaporkan mulai meningkat kembali pada 2006.

Menurut laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sepertiga kasus gondongan di AS dari 2007 hingga 2019 dilaporkan pada anak-anak dan remaja. Sebanyak 94 persen dari mereka yang tertular penyakit itu telah divaksinasi.

"Sebelumnya, wabah besar gondongan di antara orang-orang yang divaksinasi lengkap tidak umum, termasuk di antara anak-anak yang sudah divaksinasi,” ujar Mariel Marlow, seorang ahli epidemiologi di CDC yang memimpin studi terbaru.

Meski demikian, Marlow menyebut bahwa gejala penyakit biasanya lebih ringan dan komplikasi lebih jarang terjadi pada orang yang sudah divaksinasi. Para ahli belum mengetahui mengapa orang yang divaksinasi tetap terkena gondong, namun ada beberapa faktor yang diyakini memengaruhi kekebalan.

Di antara faktor tersebut adalah termasuk kurangnya paparan virus sebelumnya, berkurangnya kekebalan, dan sirkulasi genotipe yang tidak terkandung dalam vaksin. Virus gondong menyebar melalui kontak langsung dengan air liur atau droplet dari mulut, hidung atau tenggorokan orang yang terinfeksi.

Virus dapat menyebar saat penderita gondongan batuk, bersin, berbicara, berbagi minuman, atau selama aktivitas kontak dekat, seperti olahraga. Hampir 91 persen populasi AS telah mendapatkan setidaknya satu dari dua dosis vaksin campak, gondong, dan rubella (MMR).

Baca Juga

Jadwal pemberian vaksin MMR ialah saat anak berusia 12 bulan dan 6 tahun. Vaksin tersebut 88 persen efektif melawan penyakit.

Kasus-kasus dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar didorong oleh wabah lokal yang besar. Puncaknya terjadi pada 2016 dan 2017, mencakup lebih dari 150 wabah yang dilaporkan di 37 negara bagian dan Ibu Kota Washington berjumlah sekitar 9.000 kasus.

Kasus gondong menurun pada 2020 dibandingkan dengan enam tahun sebelumnya. Tetapi, penyakit itu terus beredar di AS meskipun ada penerapan protokol kesehatan, yaitu menjaga jarak dan penggunaan masker, hingga diberlakukannya karantina wilayah atau lockdown selama pandemi Covid-19.

Sejak 1 April 2020 hingga akhir tahun, 32 departemen kesehatan di AS melaporkan 142 kasus gondong. Joseph Lewnard, asisten profesor epidemiologi di School of Public Health di University of California, Berkeley mengatakan jumlah tersebut masih rendah sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk menyebut bahwa vaksin tidak lagi efektif.

Vaksin MMR bisa picu autisme? - (Republika)

"Kita berbicara tentang infeksi yang hampir setiap anak di Amerika akan dapatkan sebelum mereka berusia 20 tahun. Dibandingkan dengan era pra-vaksin, anak-anak yang mendapatkan vaksin MMR tetap sangat terlindungi dari penyakit gondong," jelas Lewnard.

Kasus terobosan

Pada beberapa orang, antibodi dari vaksinasi gondong menurun seiring waktu, membuat perlindungan berkurang. Lewnard mengatakan remaja dengan usia lebih tua paling berisiko selama wabah di kalangan orang muda.

Itu karena mereka lebih mungkin mengalami penurunan kekebalan ketimbang anak-anak yang lebih muda. Penurunan kekebalan terjadi karena berkurangnya perlindungan yang diberikan vaksin seiring waktu.

"Perlindungan masih tinggi, tetapi akan ada beberapa yang kehilangan perlindungan dalam satu dekade atau kurang, bahkan setelah mereka divaksinasi," kata Lewnard.

Sementara itu, Marlow mengatakan kebanyakan orang tidak secara rutin terpapar gondong sehingga tak ada peningkatan kekebalan secara alami. Peningkatan kekebalan terjadi ketika orang terpapar gondong tanpa sampai membuat mereka mengalami gejala sakit.

Gondong terus beredar secara global selama pandemi Covid-19. Marlow pun memperkirakan kasus dan wabah gondong secara nasional yang dapat diperburuk oleh besarnya jumlah populasi yang tidak divaksinasi.

Marlow menyebut bahwa gangguan akibat situasi pandemi saat ini mengakibatkan banyak anak kehilangan kunjungan kesehatan dan vaksin yang direkomendasikan secara rutin, termasuk MMR. Hal itu dapat berkontribusi pada peningkatan kasus atau wabah di masa depan.

Dosis ketiga

Amesh Adalja, seorang senior scholar di Pusat Keamanan Kesehatan di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg mengatakan vaksin gondong AS mengandung galur genotipe A, yang tidak lagi beredar di negara itu. Hal inilah yang membuat vaksin menjadi kurang efektif.

Adalja mengatakan memerangi wabah baru mungkin semudah mengubah jadwal vaksin MMR dari dua menjadi tiga dosis. Penasihat CDC tentang Praktik Imunisasi awalnya merekomendasikan dosis tunggal vaksin gondong untuk penggunaan rutin pada 1977 dan meningkatkannya menjadi dua dosis pada 1989.

Pada 2017, panel CDC menyarankan bahwa dosis ketiga vaksin MMR dapat diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi terkena gondong selama wabah besar. Adalja mengatakan bahwa mungkin perlu memperbarui vaksin untuk membuatnya lebih disesuaikan dengan strain yang beredar.

"Tetapi ini mungkin itu sebenarnya tidak perlu karena vaksin yang ada masih bekerja dengan sangat baik, dan ketika tidak berhasil, dosis ketiga bisa membuatnya berhasil," jelas Adalja.

 
Berita Terpopuler