Sanksi Teheran Dicabut, Israel Bersiap Serang Iran

Israel khawatir Iran akan memiliki senjata nuklir.

ap/Planet Labs Inc.
Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.
Rep: Kamran Dikarma Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel memperingatkan negara-negara berpengaruh bahwan pencabutan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran dapat menyebabkan tindakan militer. Bukan tanpa alasan, Israel menganggap Iran dapat mencapai ambang batas nuklir dalam waktu enam bulan. Pada saat itu, Israel merasa perlu untuk mengambil tindakan sepihak.

“Saya tidak akan membahas detail kebijakan, tapi seperti yang telah kami sampaikan sebelumnya, kami sedang mempersiapkan semua kemungkinan (untuk menyerang Iran),” kata juru bicara militer Israel Brigadir Jenderal Ran Kochav pada Selasa (30/11), dikutip laman Middle East Monitor.

Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid dalam pernyataannya menyerukan dunia agar meningkatkan ancaman terhadap Iran untuk mencegah negara Republik Iskan itu mengembangkan senjata nuklir. Dalam pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Lapid menekankan bahwa Israel memandang pembicaraan tersebut sebagai upaya Teheran untuk menghentikan program nuklirnya dan dunia harus memiliki rencana 'B'.

Baca Juga

"Sanksi tidak boleh dicabut dari Iran. Sanksi harus diperketat. Ancaman militer yang nyata harus diletakkan di hadapan Iran karena itulah satu-satunya cara untuk menghentikan perlombaannya menjadi kekuatan nuklir," ujar Lapid seperti dikutip laman Jerusalem Post, Rabu (1/12).

Pertemuan dengan Macron terjadi sehari setelah Lapid menyampaikan pesan serupa dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Menteri Pertahanan Benny Gantz berencana terbang ke Washington pada pekan depan untuk juga membahas ancaman nuklir.

Pembicaraan nuklir berlanjut pada Selasa (1/12), setelah negara-negara kekuatan dunia dan Iran berkumpul kembali di Wina pada Senin untuk pertama kalinya sejak Juni. Pertemuan itu bertujuan menegosiasikan kembalinya Iran dan AS ke kesepakatan yang dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015.

Israel menentang JCPOA karena tidak cukup membatasi pengayaan uranium Iran. Menurut pejabat Iran, Tel Aviv semakin khawatir bahwa AS tengah mempertimbangkan perjanjian nuklir. Itu akan membuat AS mencabut beberapa sanksi sebagai imbalan atas pembekuan Iran dari program nuklirnya, yang telah maju jauh melampaui batasan JCPOA.

Upaya diplomatik Israel sangat terfokus pada AS, untuk meyakinkan Washington agar tidak mencabut sanksi. Prancis, Jerman, dan Inggris bersimpati dengan pesan-pesan Israel. Sementara itu, meskipun telah ada komunikasi antara Cina dan Israel tentang ancaman nuklir Iran, Beijing kurang menerima.

Para diplomat dalam pembicaraan Wina dari Prancis, Inggris, dan Jerman mengatakan bahwa akan ada masalah jika pada pekan ini Iran tidak menunjukkan bahwa mereka menganggap serius negosiasi. Masih belum jelas bagi para diplomat apakah Iran akan melanjutkan pembicaraan nuklir atau tidak.

Pasalnya pada Juni lalu, pihak terkait memperkirakan kesepakatan 70-80 persen selesai. Kedua belah pihak belum menyelesaikan masalah sentrifugal canggih Iran yang digunakan untuk memperkaya uranium.

Adapun laporan bahwa Iran sedang bergerak menuju pengayaan uranium 90 persen meski laporan itu tidak dapat dikonfirmasi. "Mencapai kesepakatan sangat mendesak, tetapi mereka tidak ingin memaksakan tenggat waktu yang dibuat-buat," kata para diplomat.

Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan, penghapusan sanksi AS dalam pembicaraan pemulihan JCPOA sangat penting bagi negaranya.

“Yang penting bagi kami adalah bagaimana mencapai kesepakatan yang baik di Wina. Dari titik mana pembicaraan akan dimulai di Wina, kurang penting,” kata Khatibzadeh dalam sebuah konferensi pers pada 15 November lalu.

 

 
Berita Terpopuler