Pada Masa Umar bin Abdul-Azis, Potensi Wakaf Dimaksimalkan

Pada masa Umar bin Abdul-Aziz, potensi zakat dan wakaf dimaksimalkan.

Foto : MgRol112
Ilustrasi Wakaf
Rep: Fuji Eka Permana Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA --  Pada masa Umar bin Abdul-Aziz, wakaf memainkan peran dalam mengentaskan kemiskinan sehingga tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat, bahkan hutang-hutang pribadi masyarakat dapat dilunasi oleh negara. 

Baca Juga

"Memang sering kita mendengar cerita bagaimana pada zaman Umar bin Abdul-Aziz tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat," kata Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Imam Teguh Saptono, saat pidato dalam acara Wakif Gathering di Khadijah Learning Center Dompet Dhuafa, Tangerang Selatan, Selasa (30/11).

Ia menerangkan, pada zaman Umar bin Abdul-Aziz, penghimpunan zakatnya luar biasa hebat, tapi wakafnya yang menjadi tulang punggung sehingga zakatnya sangat berkembang. Di zaman itu pula hutang pribadi rakyat dibayari oleh dana publik.

Ia mengatakan, pada zaman Umar bin Abdul-Aziz pertama kalinya sebuah pemerintahan melakukan pelunasan atas hutang-hutang pribadi warganya dari dana publik. Dana publik tersebut berasal dari zakat, infak, sedekah dan wakaf.

"Mereka yang jujur hidup sederhana dan memiliki hutang yang tidak dapat terlunasi maka negara akan melunasinya berikut (memberi) modal untuk penggarapan lahan, karena sektor ekonomi pada saat itu adalah sektor pertanian," ujar Imam.

 

 

Ia menerangkan, dengan instrumen wakaf itulah dalam waktu 3,5 tahun masalah kesejahteraan di zaman Umar bin Abdul Aziz terselesaikan. Cara dengan melepaskan cost of funds dan investment period.

Imam juga mengingatkan, harus siap-siap menyongsong ledakan filantropi nasional. Paling tidak Indonesia sudah ditetapkan sebagai negara paling dermawan. Maka tahun 2030-2035, Indonesia menjadi negara nomor dua yang memiliki angkatan kerja produktif. Berarti orang Indonesia pada waktu itu dermawan dan memiliki uang.

Ia menambahkan, di tahun 2018 ada yang melakukan survei terhadap 20 ribu anak milenial di 120 negara. Tujuannya hanya untuk mendapatkan data seberapa besar peran keagamaan diyakini sebagai sumber kebahagiaan, ternyata angka tertinggi adalah Indonesia.

 

"Jadi di tahun 2030 dan 2035 Indonesia adalah negara paling dermawan, punya uang dan sholeh. Pertanyaannya adalah apakah lembaga-lembaga seperti Dompet Dhuafa sudah memiliki kesiapan untuk menyongsong ledakan filantropi nasional ini," kata Imam.

 
Berita Terpopuler