Yang Diselidiki KPK dari Penyelenggaraan Formula E Jakarta

Pemprov DKI merenegosiasi commitment fee Formula E dari Rp 2,3 T menjadi Rp 560 M.

Antara/Reno Esnir
Kepala Inspektorat DKI Jakarta Syaefuloh Hidayat (kiri) didampingi mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (kanan), menunjukkan dokumen kepada wartawan usai bertemu pimpinan KPK di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (9/11/2021). Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakpro mendukung upaya Monitoring Corruption Prevention (MCP) pimpinan KPK berupa penyerahan dokumen mulai dari proses persetujuan hingga persiapan yang diperlukan untuk mendapatkan informasi secara detail dan utuh mengenai penyelenggaraan perhelatan even Formula E.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Zainur Mashir Ramadhan, Flori Sidebang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tengah menyelidiki alasan tingginya biaya penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta. Biaya yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI diketahui lebih tinggi dibanding kota penyelenggara lainnya.

Baca Juga

"Ini kan masih dalam proses penyelidikan, kami juga masih belum mendapatkan perkembangan sejauh mana proses penyelidikan itu dilakukan oleh teman-teman lidik," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Kamis (25/11).

Dia mengatakan, tim penyelidik KPK tentu akan mendalami semua informasi berkenaan dengan penyelenggaraan Formula E. Kendati, Alex menduga kalau tingginya biaya penajaan ajang balap mobil listrik itu dikarenakan kurang dikenalnya Jakarta dibanding kota-kota penyelenggara lainnya.

Dia mencontohkan, Roma di Italia yang mana kotanya telah dikenal dunia dan populer secara internasional. Sedangkan Jakarta, sambung dia, baru akan meningkatkan popularitas kota ke dunia internasional melalui ajang balap tersebut.

"Kenapa harus membayar lebih, kota-kota yang lain mungkin dianggap sudah populer, sudah bisa menarik wisatawan untuk menyaksikan Formula E dan seterusnya," katanya.

Meski demikian, Alex melanjutkan bahwa keberadaan informasi tersebut tentu juga akan didalami oleh penyelidik KPK. Dia mengatakan, KPK juga telah mengundang beberapa pihak untuk memberikan keterangan dan klarifikasi berbagi isu dan rumor yang diterima KPK

"Itu yang tentu nanti didalami oleh penyelidik, kenapa harus membayar sampai sedemikian mahal. Alasan-alasan kenapa pemprov DKI membayar sekian-sekian dan transfernya ke mana, apakah ke pihak-pihak yang betul-betul punya kewenangan ya misalnya pemilik hak atas Formula E dan seterusnya," katanya.

KPK memang tengah menyelidiki dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta. Lembaga antirasuah itu mengaku telah meminta meminta keterangan dan klarifikasi sejumlah pihak terkait dugaan korupsi dimaksud.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya menegaskan bahwa KPK akan menindak tegas siapapun pelaku korupsi termasuk dalam dugaan perkara rasuah ajang balap Formula E. Komisaris Jendral polisi itu mengaku tidak akan pandang bulu terhadap siapapun pelaku korupsi dan akan bekerja profesional sesuai kecukupan bukti.

"Prinsipnya, kami sungguh mendengar harapan rakyat bahwa indonesia harus bersih dari korupsi. KPK tidak akan pernah lelah untuk memberantas korupsi," katanya.

Co Founder Formula E, Alberto Longo, mengatakan, ajang balap mobil listrik Formula E  dilakukan secara transparan, baik secara internal maupun eksternal. Longo merespons penyelidikan oleh KPK

"Kami secara transparan bertanya juga dengan orang-orang di Jakarta karena tidak ada sesuatu yang disembunyikan di sini," kata Longo, dalam keterangan pers, Rabu (24/11) malam.

Menurut Longo, pihak panitia akan terus berkolaborasi dengan semua pihak yang berwenang untuk menghindari adanya kesalahpahaman terkait Formula E. Meski demikian, dirinya mengaku tidak mengetahui apa pun soal studi yang dilakukan berbagai pihak, termasuk oleh KPK.

"Tetapi saya bisa yakinkan bahwa tidak ada sesuatu yang berjalan dengan salah," katanya.

Desakan terhadap KPK agar memeriksa tingginya biaya royalti (commitment fee) penyelenggaraan Formula E sebelumnya disampaikan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Indonesia menjadi negara yang membayar royalti tertinggi dibanding negara lainnya.

"Jadi Jakarta bisa menyelenggarakan balap Formula E ini, itu membayar royalti paling mahal," kata Boyamin di Jakarta, Jumat (5/11).

Boyamin mengaku memiliki catatan berkaitan dengan dugaan pemborosan anggaran pembayaran royalti tersebut. Dia berpendapat bahwa harga yang dibayarkan kepada perusahaan pemilik royalti di luar negeri untuk penyelenggaraan Formula E sangat mahal, bahkan tertinggi di antara kota-kota lain.

Dia berpendapat, KPK harus meneliti apakah memang ada penyimpangan atau memang pembayaran harga royalti tersebut sudah sesuai. Dia mempertanyakan alasan Jakarta tidak bisa membayar lebih murah dari saat ini hingga pembentukan harta dari royalti dimaksud.

"Ini harus diteliti KPK. Apakah dari penyelenggara Indonesia yaitu BUMD itu tidak melakukan daya tawar atau secara sengaja apapun permintaannya langsung disetujui," katanya.

Dia menyebut ada beberapa pihak yang turut serta menjadi promotor maupun ikut berkecimpung di ajang formula E ini. Menurutnya, partisipasi tersebut patut diduga memiliki konsesi-konsesi tertentu.

"Jadi ini KPK harus menelusuri dugaan pihak lain yang ikut berpartisipasi yang menjadikan harga Formula E ini jadi mahal," katanya.

Pada 9 November 2021, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan BUMD DKI PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menyerahkan dokumen yang berisi seluruh proses penyelenggaraan Formula E kepada KPK. Kepala Inspektorat DKI Syaefulloh Hidayat datang didampingi dua pimpinan KPK periode 2011-2015, Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja.

"Kami siap untuk bekerja sama penuh dalam memberikan informasi serta melaksanakan penugasan penyelenggaraan Formula E sesuai dengan koridor Good Corporate Governance, Risk and Compliance (GCGRC)," kata Direktur Utama (Dirut) Jakpro Widi Amanasto yang ikut hadir di KPK dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (9/11).

Dokumen setebal 600 halaman itu, kata Widi, diserahkan kepada KPK agar lembaga penegak hukum tersebut mendapatkan informasi secara detail dan utuh mengenai penyelenggaraan ajang balap mobil listrik itu. Pihaknya juga berharap, hal itu untuk mendukung langkah KPK dalam mengeliminasi potensi penyalahgunaan sebagai program pencegahan korupsi di lingkup Pemprov DKI dan BUMD DKI.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Perseroda) Widi Amanasto, mengaku pihaknya sudah melakukan renegosiasi dengan Formula E Operation (FEO). Dari hasil negosiasi ulang itu, dirinya mengaku ada penurunan harga terhadap commitment fee yang sebelumnya mencapai Rp 2,3 triliun, menjadi Rp 560 miliar.

Ditanya mengenai alasan banting harga, Widi menyebut jika hal itu karena taktik negosiasi dan didukung kondisi pandemi saat ini. Menurut dia, rencana bisnis awal yang membuat harga melambung akan sulit dilaksanakan.

"Berat sekali untuk kami laksanakan. Itu dua malam lanjut terus. Zoom meeting terus kita," kata Widi saat ditemui di DPRD DKI Jakarta, Rabu (6/10).

Dia memerinci, biaya Rp 560 miliar itu memang angka untuk tiga tahun. Meski demikian, dia tak bisa menjelaskan lebih jauh, karena proses kontrak diselesaikan oleh Direktur Manajemen Aset PT Jakpro, Gunung Kartiko.

"Kan sudah dibayarkan, nah tidak mungkin kita minta tidak ada tambahan commitment fee lagi ya. Jadi kita lakukan," tutur dia.

Direktur Manajemen Aset PT Jakpro, Gunung Kartiko, menjelaskan, commitment fee Formula E akan kembali kepada tuan rumah penyelenggara FE dalam bentuk biaya operasional FEO. Gunung mencontohkan, biaya tersebut akan digunakan untuk pengiriman mobil balap, kru hingga pembalap FE itu sendiri.

"Orang berpikir commitment fee untuk berkomitmen sesuatu. Padahal, commitment fee itu balik ke tuan rumah penyelenggaraan. Dari sana akan ada ratusan box yang dikirim juga dengan biaya itu," jelas dia.

Bahkan, commitment fee, disebut Gunung juga akan mencakup panggung dan grand stand hingga keperluan balap lainnya. Kendati demikian, Gunung menampik anggapan bahwa, commitment fee yang dibayarkan sejak 2019 untuk penyelenggaraan 2020, disusul dengan pembayaran setengahnya pada 2020.

Dia menjelaskan, pembayaran secara penuh justru sudah dibayarkan pada 2020 silam, ditambah dengan separuh lainnya pada 2021 yang digunakan untuk tiga tahun ke depan. Menurut dia, pembayaran setelah saat itu hanya ditambah sedikit dari anggaran yang harus dibayarkan.

"Tapi itu artinya kita sudah hampir setengahnya, lebih dari setengahnya," ungkap dia.

Oleh sebab itu, commitment fee diakuinya tidak dibayarkan lagi pascabiaya yang dibebankan pada 2019 silam. Dia menambahkan, biaya yang digunakan pada tahun tersebut, digunakan untuk tiga tahun masa perencanaan penyelenggaraan.

"Dan tidak ada biaya bank garansi," ucap dia.

Gunung menegaskan, khusus bank garansi yang disebut, sudah ditarik lagi oleh Jakpro dan kini berada di genggaman pihaknya. Dia mengatakan, dana tersebut juga sebenarnya tidak pernah berpindah, sebaliknya, ada di Bank DKI.

"Namanya bank garansi. Tapi kita nggak bisa pakai," tutur dia.

Formula E Diinterpelasi, Anies Bergeming - (Infografis Republika.co.id)

 

 
Berita Terpopuler