Perbankan Afghanistan Diprediksi Runtuh dalam Hitungan Bulan

Jika sistem perbankan runtuh, perlu waktu puluhan tahun untuk membangunnya kembali

EPA-EFE/STRINGER
Seorang pedagang penukaran mata uang menghitung Afgani ketika orang-orang berkumpul untuk menarik uang dari sebuah bank di Kabul, Afghanistan, Ahad (12/9). Jika sistem perbankan runtuh, perlu waktu puluhan tahun untuk membangunnya kembali.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (22/11) memperingatkan sistem perbankan Afghanistan akan runtuh dalam hitungan bulan. Hal ini disebabkan oleh nasabah yang tidak dapat membayar kembali pinjaman, simpanan yang lebih rendah, dan krisis likuiditas.

Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) sebanyak tiga halaman tentang perbankan dan sistem keuangan Afghanistan mengatakan biaya ekonomi dari runtuhnya sistem perbankan dan akibat dampak sosial yang negatif akan sangat besar. Sejak Taliban kembali berkuasa, Amerika Serikat (AS) membekukan aset bank sentral Afghanistan senilai miliaran dolar. Selain itu, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah menangguhkan bantuan keuangan untuk pembangunan.

Baca Juga

Hal ini telah membuat ekonomi Afghanistan terjun bebas dan menempatkan tekanan berat pada sistem perbankan yang menetapkan batas penarikan uang secara mingguan. "Sistem pembayaran keuangan dan bank Afghanistan berantakan. Masalah perbankan harus diselesaikan dengan cepat untuk meningkatkan kapasitas produksi Afghanistan yang terbatas dan mencegah sistem perbankan runtuh,” kata laporan UNDP.

Kepala UNDP Afghanistan, Abdallah al Dardari, menyebut perlu menemukan cara untuk mencegah jatuhnya perekonomian yang disebabkan oleh sanksi internasional. “Kami perlu menemukan cara untuk memastikan jika kami mendukung sektor perbankan, kami tidak mendukung Taliban,” ujar al Dardari kepada Reuters.

"Kami berada dalam situasi yang mengerikan sehingga kami perlu memikirkan semua opsi yang mungkin. Apa yang dulunya tidak terpikirkan tiga bulan lalu menjadi bisa dipikirkan sekarang," kata al Dardari menambahkan.

Usulan UNDP untuk menyelamatkan sistem perbankan mencakup skema penjaminan simpanan dan langkah-langkah untuk memastikan kecukupan likuiditas untuk kebutuhan jangka pendek dan menengah. Selain itu, upaya lainnya yaitu opsi penjaminan kredit dan penundaan pembayaran pinjaman.

“Koordinasi dengan Lembaga Keuangan Internasional, pengalaman luas mereka tentang sistem keuangan Afghanistan akan sangat penting untuk proses ini,” kata UNDP dalam laporannya mengacu pada Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.

Sejak Taliban kembali berkuasa, PBB telah berulang kali memperingatkan ekonomi Afghanistan berada di ambang kehancuran dan kemungkinan dapat memicu krisis pengungsi. UNDP mengatakan jika sistem perbankan telah runtuh, maka perlu waktu puluhan tahun untuk membangunnya kembali.

Laporan UNDP menyebut dengan tren saat ini dan pembatasan penarikan, sekitar 40 persen dari basis simpanan Afghanistan akan hilang pada akhir tahun. Bank telah berhenti memberikan kredit baru. Kredit macet hampir dua kali lipat menjadi 57 persen pada September dari akhir 2020.

“Jika tingkat kredit bermasalah ini terus berlanjut, bank mungkin tidak memiliki kesempatan untuk bertahan dalam enam bulan ke depan," kata al Dardari.

Bank-bank Afghanistan sangat bergantung pada pengiriman uang tunai dolar AS. Pengiriman ini telah berhenti sejak Taliban berkuasa. Menurut al Dardari, meskipun ada sekitar empat miliar afghani dalam perekonomian, hanya sekitar 500 ribu afghani yang beredar.

Warga Afghanistan lebih memilih untuk  menahan pengeluaran dan menyimpan uang mereka di bawah kasur. “Sisanya disimpan di bawah kasur atau di bawah bantal karena orang takut,” kata al Dardari.

Al Dardari juga memperingatkan tentang konsekuensi dari runtuhnya perbankan untuk pembiayaan perdagangan. Afghanistan tahun lalu mengimpor barang dan produk dan jasa dengan nilai sekitar tujuh miliar dolar AS. Sebagian besar merupakan bahan makanan.

"Jika tidak ada pembiayaan perdagangan, gangguannya sangat besar. Tanpa sistem perbankan, semua ini tidak akan terjadi," kata al Dardari.

Sebelumnya pada Rabu (17/11), Taliban menulis surat terbuka kepada anggota Kongres AS. Dalam surat tersebut, Taliban mendesak Kongres AS untuk bertanggung jawab dalam mengatasi krisis kemanusiaan dan ekonomi yang sedang berlangsung di Afghanistan.

Surat itu ditandatangani oleh Penjabat Menteri Luar Negeri Amir Khan Muttaqi. Menurutnya partisipasi AS dalam mengirimkan bantuan kemanusiaan akan membuka pintu bagi hubungan di masa depan, termasuk mencairkan aset bank sentral Afghanistan dan mencabut sanksi.

Muttaqi mengatakan tahun 2021 menandai seratus tahun hubungan antara Afghanistan dan AS. Washington awalnya mengakui Afghanistan pada tahun 1921 dan menjalin hubungan diplomatik pada 1935.

Sejauh ini, aset bank sentral Afghanistan senilai lebih dari sembilan miliar dolar AS telah dibekukan oleh AS. Pembekuan dana ini dilakukan setelah Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus lalu.

"Ketika bulan-bulan musim dingin semakin dekat di Afghanistan dan dalam keadaan di mana negara kita telah dihantam oleh virus corona, kekeringan, perang, dan kemiskinan, sanksi Amerika tidak hanya merusak perdagangan dan bisnis tetapi juga dengan bantuan kemanusiaan," ujar isi surat yang ditulis Taliban kepada Kongres AS dilansir Anadolu Agency.

Human Rights Watch mendesak pelonggaran sanksi keuangan terhadap Afghanistan. Kelompok tersebut meminta PBB dan lembaga keuangan internasional untuk segera melonggarkan sanksi yang berdampak pada perekonomian dan sektor keuangan Afghanistan.

 
Berita Terpopuler