Polisi Tetapkan Tersangka Kasus Susur Sungai Ciamis

Keluarga korban meminta pihak yang bersalah diberikan sanksi sesuai hukum.

Antara/Adeng Bustami
Sejumlah warga menyaksikan para petugas tim inafis melakukan olah tempat kejadian perkara siswa yang tewas tenggelam di Sungai Cileueur, Desa Utama, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (16/10/2021). Polres Ciamis belum memberikan keterangan resmi terkait peristiwa 11 siswa MTs Harapan Baru yang tewas dalam kegiatan pramuka susur sungai.
Rep: Bayu Adji P Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, CIAMIS -- Aparat kepolisian telah meningkatkan kasus susur sungai di Sungai Cileueur, Desa Utama, Kecamatan Cijeunjing, Kabupaten Ciamis, yang mengakibatkan belasan siswa meninggal dunia, ke tahap penyidikan. Polisi juga telah menetapkan tersangka dalam kasus itu.

Namun, Polres Ciamis masih belum bersedia mengungkap jumlah dan identitas tersangka. Informasi detail disebut akan disampaikan langsung oleh Kapolres Ciamis.

"Sudah ada (tersangka). Tapi nanti informasi lengkapnya saat rilis oleh Pak Kapolres pekan depan," kata Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Ciamis, AKP Afrizal Wahyudi, saat dikonfirmasi RepJabar, Jumat (19/11).

Humas MTs Harapan Baru, sekolah yang menyelenggarakan kegiatan susur sungai tersebut, Dendeu RH, mengaku belum mendapatkan informasi terkait penetapan tersangka dalam peristiwa itu. Namun, pihaknya akan terus mendukung proses hukum yang dilakukan aparat kepolisian.

"MTs Harapan Baru terbuka untuk aparat hukum melakukan upaya yang semestinya dikakukan," kata dia kepada RepJabar.

Baca Juga

Salah seorang anggota keluarga korban, Dede (53 tahun), juga mendukung proses hukum yang dilakukan Polres Ciamis. Sebab, menurut dia, proses hukum diperlukan agar timbul efek jera, sehingga peristiwa serupa tak akan lagi terjadi di kemudian hari.

Menurut dia, sejumlah keluarga korban dalam tragedi susur sungai tersebut juga terus menuntut menuntaskan kasus itu. "Kemarin kita datang ke Polres Ciamis bersama dua keluarga korban yang lain. Intinya kita ingin proses hukum tetap berjalan," kata dia.

Dede mengatakan, proses hukum bukan berarti untuk menghentikan kegiatan pendidikan di MTs Harapan Baru. Ia menyebutkan, kegiatan pendidikan harus tetap berjalan. Namun, pihak yang bersalah dalam kegiatan susur sungai harus diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku.

"Agar ada efek jera kepada yang membuat kelalaian," ujar dia.

Dalam tragedi susur sungai itu, putra Dede yang masih berusia 12 tahun adalah salah satu korban yang meninggal dunia. Menurut Dede, sebelum kegiatan itu, pihak madrasah sama sekali tak meminta izin kepada keluarga.

"Sebelum kegiatan itu tak ada izin ke keluarga. Kalau minta izin, saya juga mungkin menyortir. Tidak langsung mengizinkan," kata dia.

Sebelumnya, kegiatan susur sungai yang dilakukan MTs Harapan Baru di Sungai Cileueur pada Jumat (15/10) mengakibatkan 11 siswa meninggal dunia. Para siswa itu meninggal karena tenggelam saat melintasi Sungai Cileueur.

Dendeu mengatakan, kegiatan tersebut memang sudah diprogramkan oleh madrasah. Pihak madrasah juga sudah melakukan survei ke sejumlah lokasi yang akan dikunjungi dalam kegiatan itu.

"Tiga hari sebelunnya sudah dilakukan survei lokasi. Dari pemasangan tanda penunjuk arah dan persiapan lainnya," kata dia.

Menurut dia, kegiatan itu memang sengaja dilakukan untuk memperkenalkan siswa dengan lingkungan di sekitar madrasah. Dalam rangkaian kegiatan, rute yang dilalui memang ada yang melintasi Sungai Cileueur.

Ia menjelaskan, di Sungai Cileueur, para siswa diajarkan untuk menjaga lingkungan dengan membersihkan sampah yang ada di sekitar aliran dari bantaran sungai itu. Kegiatan itu semua berjalan lancar.

Setelah kegiatan bersih-bersih, para peserta kemudian dikumpulkan. Pembina selanjutnya memberikan pengarahan untuk kembali ke madrasah, dengan melintasi sungai.

"Memang harus melintas sungai. Namun sudah kita perkirakan sungai itu dangkal. Ketika itu, ada beberapa anak yang duluan dan tergelincir," kata Dendeu.

Ia menyatakan, kejadian itu merupakan musibah yang tidak direncanakan. Menurut dia, tak ada seorang pun yang menginginkan kejadian tersebut.

Dendeu menyebutkan, kegiatan itu diikuti oleh ratusan orang, yang terdiri dari 145 siswa kelas VII, 10 siswa kelas IX, 15 orang siswa MA, dan 12 orang guru pembina. Dalam kegiatan itu, terdapat 13 orang yang tenggelam. Dua orang dinyatakan selamat, sementara 11 orang yang seluruhnya siswa meninggal dunia.

 
Berita Terpopuler