Kerukunan Umat Beragama di Bali Sejak Zaman Kerajaan

Kerukunan dapat tetap terjaga berkat peran tokoh-tokoh agama di Bali

Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Umat Hindu melaksanakan persembahyangan Hari Raya Galungan di Pura Puseh Desa Adat Kedisan, Jembrana, Bali, (ilustrasi).
Rep: Fuji E Permana Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pulau Bali yang terkenal dengan sektor pariwisatanya adalah tempat tinggal mayoritas masyarakat yang beragama Hindu. Sebagai daerah pariwisata utama di Indonesia, di Bali banyak orang dari berbagai latar belakang suku, bangsa dan agama.

Meski beragam dan berbeda keyakinan, kerukunan dapat tetap terjaga di Bali berkat peran tokoh-tokoh agama di sana. Setiap tokoh agama-agama menyadari pentingnya menjaga kerukunan hidup umat beragama di Bali, karena tanpa kerukunan sektor pariwisata akan terganggu. Sementara, perekonomian masyarakat Bali sangat bergantung terhadap pariwisata.

Di samping itu, kerukunan dan keharmonisan umat beragama khususnya Muslim dan Hindu di Bali sudah terjalin sejak zaman kerajaan. Fakta sejarah ini mempunyai nilai perekat persaudaraan dan kebersamaan antara Muslim dan umat Hindu di Bali yang menjadi mayoritas.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, KH Mahrusun Hadiono, mengatakan kerukunan umat beragama di Bali terjadi karena adanya rasa saling menghormati dan menghargai antarpemeluk agama. Umat Islam sebagai minoritas menghormati umat Hindu yang mayoritas. Umat Hindu juga menghormati umat Islam. Begitu juga umat agama-agama lain saling menghormati satu sama lain.

"Majelis-majelis agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) semua berpendapat bahwa kerukunan bukan barang jadi, artinya kalau sekarang rukun, yang akan datang belum tentu rukun," kata Kiai Mahrusun kepada Republika, Rabu (17/11).

Kiai Mahrusun yang juga anggota FKUB Bali mengatakan, untuk menjaga kerukunan, pembinaan selalu dilakukan oleh tokoh-tokoh agama. Pembinaan di umatnya masing-masing dilakukan dan pembinaan bersama umat agama-agama yang ada di Bali juga dilakukan.

Ia menerangkan, biasanya tokoh-tokoh agama mendatangi daerah-daerah atau kelompok-kelompok tertentu untuk melakukan pembinaan. Agar masyarakat Bali mengerti pentingnya merawat dan menjaga kerukunan.

Kiai Mahrusun mengungkapkan bahwa perekonomian di Bali sangat bergantung pada pariwisata. Sektor pariwisata sangat berkaitan dengan masalah keamanan. Keamanan berkaitan dengan kerukunan masyarakat yang beragam.

"Sehingga masing-masing orang karena sangat tergantung pada pariwisata, jadi menjaga pariwisata agar tetap berjalan dengan baik," ujarnya.

Kiai Mahrusun menerangkan, antarumat beragama di Bali meski beragam tidak saling mengganggu karena sama-sama menjaga pariwisata. Sebagai contoh di saat pandemi Covid-19, semua masyarakat Bali bersama-sama berjuang mencegah penularan dan penyebaran Covid-19. Ibadah umat Hindu, Islam dan umat agama lainnya sama-sama dibatasi saat pandemi, sehingga semuanya mengalami nasib yang sama dan berjuang bersama.

Sebagai gambaran kerukunan umat beragama di Bali, Kiai Mahrusun mencontohkan Subak di daerah-daerah Musim dan umat Hindu. Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali, mereka khusus mengatur manajemen, sistem pengairan atau irigasi sawah secara tradisional.

"Di situ (di dalam Subak) ada orang Islam dan Hindu, mereka sama-sama menggunakan Subak untuk kepentingan pertaniannya bersama-sama," ujarnya.

Ia menambahkan, contoh lainnya sebagai gambaran kebersamaan pemeluk agama minoritas dan mayoritas bersama-sama bertani jahe merah di Bali. Umat Islam dan Hindu bersama-sama menanam jahe merah.

Kiai Mahrusun mengatakan, meski kehidupan umat beragama di Bali sudah harmonis, tetap kerukunan harus dijaga. Di kalangan pemuka agama memang sudah terjaga dengan baik kerukunannya. Kalau di kalangan masyarakat akar rumput, kerukunan harus tetap dirawat dan dijaga masyarakat bersama pemuka agama.

Kerukunan sejak zaman kerajaan

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Profesor I Gusti Ngurah Sudiana, menceritakan, kerukunan antarumat beragama di Bali sudah terjalin sejak zaman kerajaan. Leluhur umat Hindu di Bali sudah hidup bersama dengan saudara-saudara yang beragama Islam dan Kristen.  

Leluhur umat Hindu, Islam dan Kristen sejak dulu sudah saling menghargai dan menghormati satu sama lain, baik dalam pelaksanaan upacara keagamaan maupun upacara adat. Sampai sekarang bukti-bukti kehidupan yang rukun dan harmonis antarumat beragama di Bali masih ada.

"Di Karang Asem, Denpasar, Badung dan lainnya, raja-raja di Bali memberikan tempat tinggal untuk saudara-suadara Muslim, bahkan di Karang Asem dibuatkan langgar (masjid) dan memberikan kampung untuk tempat saudara-saudara kita yang beragama Islam," kata Profesor Sudiana.



Baca Juga

Profesor Sudiana yang juga Penasihat FKUB Bali mengungkapkan, silaturahmi antarumat beragama di Bali terus terjaga sejak zaman dulu hingga sekarang.

Sebagai gambaran kerukunan umat beragama, dia mengatakan, sampai sekarang tempat ibadah umat Hindu, Islam dan agama lain berdekatan di beberapa wilayah di Bali. Banyak juga rumah ibadah Islam dan Hindu berukuran kecil yang saling berdekatan di berbagai daerah.

Ia mengatakan, silaturahmi juga terjalin di acara-acara adat atau keagamaan. Karena antarumat beragama saling menghadiri acara tersebut. Selain itu, para tokoh agama-agama juga sering memiliki pandangan yang sama dalam berbagai kegiatan formal.

"Secara keumatan belum ada masalah, semoga jangan ada masalah, tinggal bagaimana kita memelihara (kerukunan di Bali) selanjutnya," ujarnya.

Harapan tokoh agama

Profesor Sudiana menambahkan, untuk dapat terus merawat dan menjaga kerukunan di Bali, diharapkan pemerintah dan tokoh agama-agama tidak boleh renggang. Harus selalu menjalin komunikasi yang baik dan saling menghargai satu sama lain.

Ia berharap kepada pemerintah pusat dan daerah agar lebih sering melakukan pertemuan-pertemuan atau silaturahmi bersama majelis agama-agama di Bali. Diharapkan juga pemerintah lebih memperhatikan forum umat beragama di Bali, agar forum ini lebih bisa memberikan jaminan kerukunan bagi masyarakat.  

"Jadi perhatiannya tidak hanya perhatian berupa saran-saran, imbauan-imbauan, tapi juga mungkin perlu ada fasilitas yang diberikan untuk lembaga (lembaga agama-agama dan lembaga forum kerukunan)," jelasnya.

Menurutnya, dukungan pemerintah terhadap majelis-majelis agama dan FKUB penting. Agar mereka semakin percaya diri melaksanakan tugasnya dalam memberikan pencerahan kepada umatnya. Demi menjaga kerukunan, keharmonisan, silaturahmi dan persaudaraan.

Ia menambahkan, khusus untuk umat beragama harus mau bersama-sama merevitalisasi tradisi kearifan lokal yang bisa membuat umat beragama menjadi semakin rukun dan dekat karena merasa bersaudara. Sebab perasaan persaudaraan itu menjadi kunci kerukunan.

"Kita dalam satu naungan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dalam satu negara Republika Indonesia ini tidak boleh ada konflik apalagi konflik agama, karena semua agama menuntun umatnya ke jalan yang baik dan benar," ujar Profesor Sudiana.

 
Berita Terpopuler